Halaman

Selasa, 31 Januari 2012

RENUNGAN BUAT KITA....


Ketika kita mengeluh: "Ah mana mungkin" Allah menjawab: "Jika AKU menghendaki, cukup Ku berkata "jadi" maka jadilah (QS Yassin: 82)
Ketika kita mengeluhL "Capek banget gue" Allah menjawab: "...dan Kami jadikan tidurmu utk istirahat" (QS An-Naba:9)
Ketika kita mengeluh: "Berat banget yah, gak sanggup rasanya..."
Allah menjawab: "AKU tdk membebani seseorang melainkan sesuai kesanggupannya" (QS Al Bawarah: 286)
Ketika kita mengeluh: "Yaah...ini bakalan sia sia..." Allah menjawab: "Siapapun yg mengerjakan kebaikan sebesar biji dzarah pun, niscaya ia akan mendapat balasannya"
(QS Al-Zalzalah: 7)
Ketika kita mengeluh: "Gile aje...gue sendirian..gak ada yg mau bantuin..."
Allah menjawab: "Berdoalah (mintalah) kpdKU, niscaya AKU kabulkan" (QS Al Mukmin: 60)
Ketika kita mengeluh: "Duh...sedih banget gue..." Allah menjawab: "La Tahzan, Innallaha Ma'Ana" Jgn kamu berduka cita, sesungguhnya Allah beserta kita (QS At Taubah: 40)
Apa & berapa banyak lagi keluhan kita? Drpd diobrolin dgn teman, mendingan curhatlah langsung kpd Allah SWT. "Sesungguhnya hanya kpd Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku" (QS Yusuf: 86)

Sabtu, 28 Januari 2012

KETIKA AKHWAT MENGAJUKAN DIRI

"Assalamu'alaykum..." sapaku dengan nafas setengah tersengal pada Ka Mia sambil cipika cipiki.
"Wa'alaykumussalam warohmatullahi wabarakatuh.. Sehat Dhir?" balasnya sambil tersenyum.
"Alhamdulillah Ka... Kakak udah lama disini?" sahutku sambil menyelonjorkan kaki.
"Baru nyampe juga kok... Mbak Syifa telat katanya, kita diminta mulai dulu. Kita tunggu satu orang lagi aja ya baru kita mulai liqonya..."
"Ok deh ka..."
Kami sama-sama terdiam; aku melepas lelah sambil mengatur nafas yang sempat tersengal karena terburu-buru menuju masjid ini, sedangkan Ka Mia berkutat dengan BB di tangannya. Entahlah, aku melihat ada semburat yang berbeda dari wajah Ka Mia. Seperti tahu sedang diperhatikan olehku, Ka Mia langsung mengalihkan pandangannya dari BB ditangannya ke arahku.
"Dhira, gimana kabar CV-mu? Udah ada CV ikhwan yang masuk belum dari Mbak Syifa?" seungging senyumnya dan pertanyaannya membuat hati ini dag dig dug.
Waduuh, kenapa tiba-tiba Sang Kakak menanyakan hal ini? Aku sebenarnya sudah lama tak ingin membahas tentang hal ini. Ya, sepertinya memang belum bisa tahun ini dan aku sudah menggeser planning itu di 2012 nanti.
"Hmm... belum Ka... Kakak sendiri gimana? Udah lagi proses ya...?" jawabku sambil menggodanya.
Ya. Kami berdua sama-sama sedang dalam masa pencarian dan penantian Sang Belahan Jiwa. Kadang, waktu-waktu menjelang liqo atau setelahnya-lah yang membuat kami sering berbincang tentang masalah perkembangan proses pencarian dan penantian ini. Seperti saat ini yang kami bincangkan.
Teringat dulu, ketika satu bulan aku memasuki kelompok baru ini, ada program ta-akhi (dipersaudarakan) dari Mbak Syifa. Aku dan Ka Mia adalah salah satu pasang ta-akhi dalam lingkaran ini. Program ta-akhi dalam lingkaran kami katanya bertujuan untuk saling menjaga satu sama lain, saudara yang dita-akhikan adalah yang harus paling tahu tentang kondisi saudara yang dita-akhikan dengannya. Walaupun usia Ka Mia terpaut tiga tahun di atasku, tapi kami sudah seperti sahabat dekat, saling bercerita termasuk masalah proses ini. Ya, program ta-akhi dalam suatu 'lingkaran' ternyata amat berdampak untuk bisa saling menjaga.
"Aku juga belum, Dhir... Hmm... karena aku menempuh jalan yang berbeda dari yang lain..." wajah Ka Mia terlihat memerah.
Aku memandanginya dengan bahasa wajah tak mengerti.
"Sebenernya, aku udah ada kecenderungan dengan seorang ikhwan..." lanjutnya sambil lekat memandangku dan sepertinya ingin tahu apa reaksiku.
"Hah? Beneran Ka? Siapa? Aku kenal gak?" rasa penasaranku mulai mencuat ke permukaan hingga bertubi-tubi pertanyaan terlontar.
"Dhira pernah ketemu kok sama orangnya. Inget ga waktu dulu pas Ramadhan, kelompok liqo kita bantuin ngadain buka puasa bersama anak yatim dari kantorku? Nah, yang jadi MC-nya itu, Dhir..." Ka Mia memberikan clue.
Aku mencoba mengingat-ingat. Tak sampai lima menit, aku bisa mengingatnya dengan jelas. Seorang laki-laki berkemeja kotak-kotak tanpa peci membawakan acara buka puasa bersama anak yatim di daerah Jakarta Selatan. Gayanya yang supel dan agak selengekan, tak memperlihatkan tanda-tanda bahwa dia seorang ikhwan. Tapi cukup salut dengannya karena bisa membuat anak-anak kecil tertawa dengan lelucon yang ditampilkannya. Aaahhh, ga salah nih Ka Mia 'naksir' ikhwan seperti dia? Ka Mia yang terkenal sholihah, kalem dan berjilbab lebar 'naksir' ikhwan yang agak selengekan itu.
"Hmm... bukannya Kakak ga kenal dia sebelumnya ya? Dia itu kan yang 'punya' wilayah tempat santunan anak yatim itu bukannya? Ketemunya pas acara itu aja kan?"
"Iya, awalnya emang ga kenal. Ketemu dia juga pas koordinasi beberapa hari menjelang acara dan saat acara. Tapi setelah acara, tepatnya menjelang Idul Fitri, dia add FB-ku. Dari situ akhirnya ada komunikasi via FB. Dan ternyata kantorku juga tertarik untuk menyalurkan qurban Idul Adha di daerahnya, maka jadilah komunikasi itu terjalin kembali."
"Hoo... gitu... Hmm... boleh tau ga ka? Apa sih yang membuat Kakak naksir dia?" rasa keingintahuanku semakin memuncak, hanya ingin tahu apa yang membuat akhwat sesholihah Ka Mia 'naksir' seorang ikhwan.
Dari kejauhan, muncullah seorang akhwat bergamis biru dongker. Rina, seorang saudari di lingkaran ini juga. Maka seperti kesepakatan diawal, liqo ini akan dimulai jika sudah ada satu akhwat lagi yang datang.
"Kapan-kapan lagi aja ya Dhir ceritanya..." ujar Ka Mia setengah berbisik sebelum akhirnya Rina mendekati kami.
Liqo pun dimulai dengan tilawah dan kultum. Tak berapa lama kemudian, Mbak Syifa datang dan memberikan materi tentang sabar.
Tiba-tiba selagi asyik mengetik poin-poin penting dari materi yang disampaikan oleh Mbak Syifa, HP yang kupegang bergetar. Ada SMS masuk. Dari Ka Mia rupanya, padahal kami duduk bersebelahan.
"Dhir, aku mau lanjutin cerita yang tadi, bada liqo, bisa ga? Tapi khawatir dirimu pulang kemaleman..."
Secepat kilat, kubalas SMS-nya: "Insya Allah bisa Ka. Nanti aku pulang naik bajaj, tenang aja.. :)"
"Siip klo gitu, nanti kita sambil dinner aja sekalian..."
"Azzzeeekk... ditraktir... hehe... ^_^ ..."
"Siip, insya Allah... ^_^ ..."
Adzan berkumandang, liqo ditutup sementara untuk shalat maghrib lebih dulu. Aku tak sabar ingin tahu kelanjutan cerita dari Ka Mia, cerita seorang akhwat yang punya kecenderungan lebih dulu terhadap ikhwan. Jarang-jarang ada yang cerita seperti ini ke aku, patut didengarkan. Ya walau kadang ketika seorang akhwat bercerita tak memerlukan saran, maka cukupkan cerita itu sebagai pelajaran.
Liqo pun dilanjutkan. Setelah diskusi tentang materi, saatnya sharing qhodhoya (masalah) dan evaluasi binaan serta amanah. Hingga akhirnya, tepat adzan isya berkumandang, liqo pun usai. Kami bercipika cipiki ria sebelum pulang. Sementara yang lain memutuskan untuk pulang, aku memutuskan untuk sholat isya dulu di masjid, sedangkan Ka Mia yang sedang datang bulan menungguku di teras masjid.
Usai sholat isya, aku dan Ka Mia mulai menelusuri jalan di sekitar RSCM untuk mencari tempat makan. Akhirnya pilihan tempat makan jatuh pada sebuah restoran seafood. Kami memilih menu nasi goreng seafood dan juice strawberry. Sambil menunggu menu yang akan dihidangkan, mulailah cerita tadi sore dilanjutkan.
"Oiya Dhir, tadi sore ceritanya sampai mana ya?" pancing Ka Mia lebih dulu.
"Ohh... tadi itu aku nanya, apa sih yang membuat Kakak punya kecenderungan sama ikhwan itu?"
"Hmm.. Ok, aku akan cerita Dhir. Selama ini aku bisa nahan cerita ini, tapi sepertinya hari ini ga bisa kutahan untuk ga cerita ke kamu. Jadi, tolong dijaga ya..." lagi-lagi senyumnya menyejukkan jiwa.
"Siip Ka, tenang aja. Palingan nanti aku minta ijin buat nulis tentang ini, itupun kalo Kakak ngijinin... hehe, dengan sedikit penyamaran tentunya. Maklum, penulis, slalu mencuri-curi kesempatan untuk menuliskan pengalaman yang inspiratif..." jawabku sekenanya.
Ternyata direspon baik oleh Ka Mia, "Boleh banget Dhir, aku percayakan ke kamu deeh..."
Menu yang ditunggu pun datang. Berhubung lapar sangat, aku meminta ijin untuk mendengarkan cerita sambil makan. Dan Ka Mia pun memulai ceritanya.
"Alasan aku punya kecenderungan dengan ikhwan itu sebenernya karena ada kriteria calon suami yang pas pada dirinya. Ini terkait karakter dia, entahlah aku merasa 'klik' aja dengan karakternya. Orangnya supel dan dengan gayanya yang seperti itu, aku yakin dia bisa memudahkan aku untuk berda'wah di keluarga besar. Karena selama ini, aku agak sulit 'berpengaruh' di keluarga besar."
Masya Allah, alasannya ternyata itu; karakter untuk memudahkan berda'wah di keluarga besar. Beda dah emang kriteria akhwat sholihah untuk calon suaminya, bervisi da'wah euy. Bukan kriteria fisik, misalnya putih dan tinggi, seperti yang biasanya sering dicurhatkan ke aku oleh beberapa akhwat yang mencantumkan putih dan tinggi sebagai kriteria calon suami mereka. Ya, karena jika dilihat dari fisiknya, ikhwan yang dicenderungi oleh Ka Mia, termasuk yang biasa saja, standar, tidak putih dan juga tidak tinggi, tapi tetap lebih tinggi Sang Ikhwan dibandingkan Ka Mia.
"Oohh gitu Ka... trus akhirnya apa yang Kakak lakukan?" tanyaku sambil menyeruput juice strawberry.
"Akhirnya, setelah istikharah beberapa malam, aku sampaikan tentang hal ini ke Mbak Syifa. Mbak Syifa pun berusaha mencarikan jalur tarbiyah Sang Ikhwan lewat teman Mbak Syifa. Nunggu kabar itu, lama banget, berminggu-minggu baru dapat kepastian bahwa ternyata temannya Mbak Syifa yang ada di daerah yang sama dengan ikhwan itu, ga bisa mendeteksi karena ga ada yang kenal dengan ikhwan itu. Waaah, sempet terpikir tuh sama aku, ini ikhwan, tarbiyahnya sehat gak ya? kok ga dikenal ya di daerahnya sendiri? Mbak Syifa pun ga bisa bantu lagi. Kembali aku istikharah, nanya sama Allah, gimana lagi ini caranya untuk menemukan jalur tarbiyahnya? Dan akhirnya petunjuk itu datang. Aku teringat pas koordinasi acara santunan anak yatim itu, aku juga koordinasi sama seorang akhwat selain sama Sang Ikhwan. Tentunya Sang Akhwat mengenal baik Sang Ikhwan karena berada di satu daerah. Akhwat itu udah punya anak dua, Mba Nany namanya. Aku beranikan diri menyatakan hal itu ke Mba Nany via FB, tapi ijin dulu ke Mbak Syifa. Mba Syifa mempersilakan. Alhamdulillah, Mbak Nany merespon cepat, beliau minta Murobbiyah-ku untuk hubungin beliau, kemungkinan besar Mbak Nany tahu jalur tarbiyah Sang Ikhwan. Aku kasih tahulah respon ini ke Mbak Syifa dan minta tolong Mbak Syifa hubungin Mbak Nany. Aku kasih nomor Mbak Nany ke Mbak Syifa."
"Sambil dimakan Ka..." sela-ku karena melihat nasi di piring Ka Mia masih banyak dibandingkan nasi di piringku yang tinggal beberapa suap.
Ka Mia pun menyuapkan nasi goreng seafood ke mulutnya.
"Waah, ribet juga ya Kak, prosesnya. Salut aku, Kakak sampai sebegitu beraninya."
"Ya namanya juga ikhtiar, Dhir... Aku juga ga nyangka bakal seberani ini. Tapi ya itu tadi, sebelum bertindak apa-apa, aku istikharah dulu, curhat ke Allah. Dan Allah memantapkan hati ini untuk bertindak pada akhirnya, makanya aku berani. Pas mau cerita ke Mbak Syifa dan Mbak Nany aja, ada rasa ga berani... Tiap mau kirim message, pasti di-delete lagi, diurungkan niatnya. Baru ada keberaniaan mengirim message setelah shalat istikharah..."
Masya Allah, baru kali ini aku mendengar cerita akhwat yang mencari jalur tarbiyah ikhwan. Biasanya, ikhwan yang berusaha mencari jalur tarbiyah akhwat. Benar-benar jalan yang ditempuh berbeda dari yang lain. Tak sabar diri ini menunggu cerita selanjutnya dari Ka Mia.
"Trus akhirnya udah ada progress dari Mbak Nany dan Mbak Syifa?"
Ka Mia menyeruput juice strawberry-nya baru kemudian melanjutkan cerita, dengan sedikit menghela nafas.
"Huuffhh. Ya, aku udah dapet kabar dari Mbak Syifa, baru aja kemarin Mbak Syifa meminta aku kerumahnya. Jadi ternyata, Mbak Nany itu harus nanya dulu ke Murobbiyahnya untuk mencari tahu siapa Murobbi Sang Ikhwan. Makanya agak lama juga progressnya, hampir satu bulan. Mbak Syifa ga tau bagaimana Murobbi Mbak Nany mengkomunikasikan hal ini ke Murobbi Sang Ikhwan, yang jelas Mbak Syifa mohon tidak menyebutkan namaku, untuk menjaga izzah. Trus barulah dapet kabar kalo Murobbi Ikhwan itu agak keberatan dengan akhwat yang mengajukan diri lebih dulu, dan ada kemungkinan Murobbi Ikhwan itu sudah punya proyeksi akhwat lain untuk Sang Ikhwan. Mungkin Sang Murobbi menginginkan binaanya ta’aruf dimana masing-masing belum saling kenal, berbekal dari CV pilihan sang Murobbi, masih seperti jaman awal da’wah dulu. Kalo kata Mbak Syifa, kebanyakan Murobbi Ikhwan itu biasanya memang masih belum menerima jika ada akhwat yang mengajukan diri lebih dulu, beda dengan Murobbi Akhwat yang lebih terbuka dan ga mempermasalahkan kalo ada akhwat yang mengajukan diri. Jadi memang agak sulit kalo Mbak Syifa harus ngomong langsung ke Murobbi Sang Ikhwan. Soalnya kan udah tau pandangan Murobbi Ikhwan itu terkait akhwat yang mengajukan diri lebih dulu, seperti apa. Lagipula sempat disinggung kemungkinan sudah ada proyeksi akhwat lain untuk sang ikhwan dari Murobbinya. Kalo Mbak Syifa langsung menghubungi Murobbi Sang Ikhwan, itu pasti mau ga mau akan membuka namaku. Mbak Syifa juga masih bingung makanya mau gimana kelanjutannya dan keputusan itu diserahkan ke aku; mau dihentikan atau mau tetap lanjut tapi gimana caranya? Ya, gitu deh ceritanya... Gimana tanggapanmu, Dhir?" Ka Mia mengakhiri cerita itu dengan senyum simpulnya.
Aah... Ka Mia masih bisa tersenyum dengan kabar seperti itu. Jika aku berada di posisinya mungkin sudah menyerah dengan perjuangan untuk menuju ta'aruf yang super duper ribet seperti itu. Belum aja ta'aruf, sudah ribet sedemikian rupa, apalagi jika sudah ta'aruf dan menuju jenjang pernikahan.
"Hoalah... Kok ribet banget ya ka? Murobbi ikhwan udah jelas-jelas keberatan kalo akhwat mengajukan diri lebih dulu dan sepertinya udah punya proyeksi akhwat lain untuk Sang Ikhwan. Uppss... maaf Ka..." aku menahan kata-kata lainnya untuk dikeluarkan, khawatir menyinggung perasaan Ka Mia.
"Kok minta maaf? Ga papa Dhir... Ya begitulah ikhwan, kadang sulit dimengerti. Aku juga belum tau apakah Sang Ikhwan memiliki kecenderungan yang sama atau ga sepertiku. Masalahnya, baru kali ini aku menemukan seseorang yang aku rasa 'klik' denganku, maka aku mau coba berusaha mengikhtiarkan jalan ini. Di usia yang sudah seharusnya menikah, apalagi yang ditunggu jika ada seseorang yang dirasa sudah cocok dengan kita. Jalan satu-satunya adalah mengikhtiarkan walaupun aku belum tau sebenarnya apakah ikhwan itu punya kecenderungan yang sama. Jika sudah diikhtiarkan jadi ga penasaran. Toh kalo jodoh ga kemana kan?"
Aah... Kata-katanya ini sungguh menancap dalam ke relung hatiku. Usia Ka Mia yang saat ini sudah menginjak 26 tahun memang sudah selayaknya menikah. Aku saja yang 3 tahun dibawahnya juga sedang dalam pencarian dan penantian, apalagi Ka Mia yang sudah bertahun-tahun mencari dan menanti. Tak terbayangkan bagaimana perasaannya selama itu menanti.
"Iya, ka... insya Allah jodoh ga pernah ketuker. Kalo memang Ka Mia berjodoh di dunia ini dengan ikhwan itu, insya Allah jalan menuju kesana pasti terbuka. Hmm... kalo menurutku ga masalah sebenernya akhwat mengajukan diri lebih dulu, itupun ada contohnya dari bunda Khadijah. Ya tapi memang ga lazim aja di jaman sekarang ini, masih dianggap tabu bagi sebagian besar orang. Oya, aku mau tanya sama Kakak donk, apa Kakak udah tahu betul bagaimana akhlaq Sang Ikhwan hingga akhirnya Kakak berniat mengajukan diri lebih dulu?" naluri konsultan mulai muncul dalam diri.
"Insya Allah udah, Dhir. Ketika aku mengutarakan hal ini ke Mbak Nany, yang juga kenal baik dengan ikhwan itu, aku juga minta dijelaskan bagaimana karakter dan sifat Sang Ikhwan selama bekerjasama dengan Mbak Nany. Mbak Nany bilang, Sang Ikhwan punya daya juang yang tinggi, walau terlihat selengekan termasuk yang mudah dinasihati. Untuk kesiapan menikah dalam waktu dekat, Mbak Nany melihat sudah ada kesiapan dari Sang Ikhwan. Tapi mungkin ada sedikit masalah pada financial karena Sang Ikhwan masih harus membiayai adiknya yang masih SMA dan yang masih skripsi. Dari penjelasan Mbak Nany, makin memantapkan diriku, Dhir," jelas Ka Mia.
"Hoo... bagus deh kalo gitu Ka. Karna kan ketika bunda Khadijah ingin mengajukan diri, beliau mencari tahu dulu akhlaq Muhammad melalui perantara Maisarah, orang kepercayaannya, dengan melakukan perjalanan dagang bersama. Trus setelah tahu dan mantap, baru deh meminta Nafisah, wanita setengah baya, untuk ngomong dari hati ke hati sama Muhammad. Ga langsung nembak bahwa Khadijah suka dan menginginkan Muhammad sebagai suaminya. Tapi menanyakan hal-hal umum terkait kesiapan Muhammad tentang pernikahan dan apakah sudah ada calon atau belum. Ketika Muhammad bilang belum ada calon, maka Nafisah mengajukan wanita dengan kriteria tertentu, rupawan, hartawan dan bangsawan, tidak menyebutkan bahwa Khadijah orangnya. Namun dari kriteria yang disebutkan itu, Muhammad pun paham siapa yang dimaksud. Ya, berarti Kakak udah menempuh jalan sampai tahap Maisarah, tinggal mencari Nafisahnya Ka."
"Hmm... iya betul, Dhir... Aku juga sempat terpikir hal itu, tapi siapa ya yang bisa menyampaikannya?"
"Sebenernya menurutku, Mbak Nany juga bisa langsung berperan sebagai Nafisah. Tadi kan Kakak bilang agak sulit dengan Murobbi ikhwannya. Kan bisa aja Mbak Nany yang mancing lebih dulu, untuk ta'aruf selanjutnya bisa diserahkan via Murobbi, jika tentunya Sang Ikhwan juga punya kecenderungan yang sama. Setidaknya Mbak Nany bisa mengorek informasi apakah Sang Ikhwan sudah punya calon yang akan dinikahi atau belum, atau sudah ada kecenderungan dengan akhwat lain atau belum. Kalo belum, bisa aja dengan sedikit candaan, Mbak Nany menawarkan ke Sang Ikhwan, sambil ngomong kayak gini: saya ada akhwat nih yang udah siap nikah dan sedang mencari pendamping, bersedia ga? Kriterianya bla bla bla, nyebutin kriterianya Ka Mia. Kalo Sang Ikhwan bersedia dengan kriteria yang disebutin, Mbak Nany bisa langsung kasih tahu kalo akhwat yang udah siap nikah itu adalah Ka Mia. Mbak Nany, Ka Mia dan Sang Ikhwan kan udah saling kenal, jadi lebih gampang seharusnya. Nah, nanti kan jadi makin tahu gimana respon Sang Ikhwan jika ternyata akhwat yang ditawarkan itu Ka Mia. Kalo ikhwan bilang lanjut, maka dia bisa langsung bilang ke Murobbi-nya kalo dia sudah siap nikah dan sudah punya nama. Kalo udah binaan sendiri yang bilang ke Murobbi mah, biasanya udah gampang Ka, apalagi udah ngajuin nama. Kalo kayak gini prosesnya kan jadi ga keliatan kalo Ka Mia yang mengajukan diri lebih dulu, tapi harus bermain 'cantik' dalam proses, jangan sampai Sang Ikhwan tahu kalo Ka Mia mengajukan diri. Hehe..." panjang lebar aku menjelaskan bagaimana sebaiknya penerapan proses Ka Mia dan Sang Ikhwan seperti proses Khadijah dan Muhammad.
"Hwwaaa... Dhiraaa, kamu udah kayak konsultan jodoh aja deh. Jadi tercerahkan nih aku jadinya" Ka Mia menepuk pipiku yang gembul.
"Semoga bisa sedikit ngasih solusi untuk proses Kakak yang rumit itu, masa' hanya gara-gara Murobbi ikhwan, langsung mundur? Ada banyak jalan menuju Roma... hehe..."
"Sip, insya Allah... Naaah, kamu sendiri gimana nih Dhir? Udah nemu yang cocok denganmu belum?" tembak Ka Mia kepadaku.
"Hehe... aku mah sabar aja Ka dalam penantian ini, nunggu Pangeran Berkuda Putih dateng ngelamar aja, hehe..." jawabku sedikit asal.
"Sabar dalam penantian itu bagi seorang akhwat ga berarti pasif, tinggal nunggu. Akhwat juga harus aktif dalam penantian. Jumlah akhwat itu jauh lebih banyak dibandingkan dengan jumlah ikhwan. Terlepas dari jodoh adalah takdir, tetep harus ikhtiar yang terbaik untuk mencari calon imam bagimu dan anak-anakmu kelak. Memang benar jodoh itu di tangan Allah, tapi kita juga harus aktif berikhtiar mengambil dariNYA. Kalo memang di sekitarmu ada ikhwan yang dirasa cocok denganmu, coba aja kamu ajukan diri, bilang ke Mbak Syifa, katanya target tahun ini kan? Tentunya dengan tetap menjaga izzah sebagai seorang akhwat dan jangan pernah tinggalkan istikharah dalam mengambil tindakan apapun..." ujar Ka Mia memberi masukan untukku.
"Hahaha... ga jadi tahun ini Ka... Ga keburu... Jadi, tahun depan aja targetnya insya Allah... hehe..."
"Jiiaahhh... kamu ini udah siap belum sih? Apa cuma sekadar ingin menikah? Lagi labil gitu maksudnya..." ledek Ka Mia.
"Siap gak siap mah harus nyiapin diri Ka... Tapi apa mau dikata kalo Pangeran Berkuda Putihnya belum muncul-muncul juga?" aku menimpali ledekan Ka Mia.
"Yaudah, kita saling mendoakan ya yang terbaik, dan ikhtiar yang terbaik juga... Jazakillah ya Dhir, udah mau denger ceritaku dan ngasih solusinya... Aku cerita ini cuma ke tiga orang, Mbak Syifa, Mbak Nany dan kamu. Bahkan aku cerita detail seperti ini cuma ke kamu loh... Hehe..."
"Sama-sama Ka, ceritanya menginspirasi banget. Jarang loh ada akhwat yang berani mengajukan diri. Dan aku rasa, hanya akhwat tangguh yang bisa seperti itu. Tangguh akan perasaan dan hatinya. Alhamdulillah kalo ada respon positif dari Sang Ikhwan, kalo responnya negatif? Hanya akhwat tangguh yang bisa menerima kemungkinan kedua; ditolak... Aku salut deh sama Kakak. Semoga lancar urusannya ya Ka... Doain aku juga, semoga Pangeran Berkuda Putihku segera datang menjemputku... hehe..."
"Aamiin... insya Allah saling mendoakan yang terbaik..."
Kami pun menyudahi dinner. Ka Mia menungguku hingga naik bajaj. Ah, sungguh malam yang berkesan dalam kebersamaan dengan saudari seperti Ka Mia.
***
Sesampai di rumah, kurebahkan diri ini di tempat tidur, menatap langit-langit kamar yang tak begitu tinggi. Pandangan kualihkan ke sebelah kanan tempat tidur. Ada sebuah diary biru yang tergembok. Aku buka dompetku dan kukeluarkan sebuah kunci di sela-sela saku dalamnya. Gembok 'blue diary' itu pun kubuka. Kuraih ballpoint tepat di samping kananku. Baru saja tangan ini tergerak untuk menulis, terdengar sebuah dering dari HP-ku. Kuraih HP dan terteralah sebuah pesan dari YM-ku.
"Asslm. Dhir, gmana nih kabarnya? lagi deactive FB ya?"
Ah... Rasa yang tak biasa itu muncul lagi, tepat di hari ke-7 aku mendeaktif akun FBku. Kenapa nama seorang ikhwan yang tertera di YM-ku menyadari bahwa aku sedang mendeaktif FB-ku? Kata-kata Ka Mia pun terngiang:
"...Kalo memang di sekitarmu ada ikhwan yang dirasa cocok denganmu, coba aja kamu ajukan diri, bilang ke Mbak Syifa..."
"...Kalo memang di sekitarmu ada ikhwan yang dirasa cocok denganmu, coba aja kamu ajukan diri, bilang ke Mbak Syifa..."
"...Kalo memang di sekitarmu ada ikhwan yang dirasa cocok denganmu, coba aja kamu ajukan diri, bilang ke Mbak Syifa..."
Segera kutepis kata-kata itu dan mencoba menepis rasa yang terlanjur ada. Tak terasa, bulir-bulir hangat itu membasahi pipi. Kugerakkan tangan ini untuk menulis dalam 'blue diary'.

Jika anugrah itu membahagiakan
Maka cinta yang [katanya] merupakan anugrah dariNYA
Seharusnya juga membahagiakan

Namun adakalanya
Ada yang merasa tak bahagia dengan cinta
Atau janganlah terlalu dini menyebutnya cinta
Mari kita sebut saja sebuah rasa
Rasa yang berbeda
Yang [lagi-lagi katanya] menggetarkan jiwa

Aha
Mungkin memang belum saatnya
Rasa itu ada
Hingga diri merasa nista dengan rasa
Atau jangan-jangan rasa yang ada
Didominasi oleh nafsu sebagai manusia

Jika itu permasalahannya
Maka titipkanlah rasa pada SANG PENGUASA
Biarkan ia yang belum saatnya, bersamaNYA
Biarkan waktu yang kan menjawabnya
Hingga Dia mengembalikan rasa itu jika saatnya tiba

Wanita... Wanita...
Slalu saja
Bermain dengan rasa
Maka mendekatlah padaNYA
Agar rasa yang belum saatnya
Tetap terjaga
Agar rasa yang ada
Tak membuat hati kecewa
Agar rasa yang dirasa
Tak membuat jauh dariNYA

Biarkanlah diri merasa nista dengan rasa
Jika ternyata nafsu tlah menunggangi ia yang belum saatnya
Hingga akhirnya membuat diri menangis pilu karenanya
Menangis karena menyadari bahwa dirinya masih rapuh ternyata
Masih perlu belajar bagaimana mengelola rasa yang belum saatnya

Ya Rabbana
Hamba titipkan rasa yang belum saatnya
Agar ia tetap suci terjaga
Hingga waktunya tiba
Ah... Aku bukanlah akhwat tangguh yang bisa memperjuangkan rasa yang terlanjur ada. Aku hanya akhwat biasa yang tak sanggup akan rasa yang belum saatnya, karena aku bukanlah Khadijah yang mulia.
*based on true story

KUTITIP DIA YAA ALLAH...

Suara adzan Isya’ yang terdengar pelan dari salon komputer sang Ayah membuat Rafi, anak yang masih berusia dua tahun itu mengingatkan Ayahnya. “Ayah, waktunya sholat ya...?” dengan polosnya Ia bertanya pada sang Ayah yang sedang sibuk mengerjakan tugas kuliah di depan komputer. “Iya sayang, Ayah mau berwudlu dulu ya...” jawab sang Ayah dengan tersenyum. “Ayah mau ke mana?” Tanya sang Anak lagi. “Ayah mau sholat ke masjid” jawab sang Ayah. “Rafi ikut” jawab sang Anak dengan mengiba. “Sayang, di luar sangat dingin, mas Rafi di rumah saja ya sama Bunda,” jawab sang Ayah. “Rafi ikut Ayah...” jawab sang Anak dengan mata yang berkaca-kaca...
Sang Ayah memandangi anaknya dengan iba, dia berusaha meyakinkan anaknya yang masih kecil tersebut. Tetapi semakin diyakinkan, si Anak semakin menangis menjadi, karena memang hanya satu keinginan sang Anak, yaitu mengikuti Ayahnya sholat ke masjid. Dilihatnya sang Istri sudah tertidur sangat nyenyak, mungkin karena pekerjaan hari ini yang melelahkan dan kebetulan memang sedang berhalangan untuk sholat.
“Baiklah, mas Rafi ikut Ayah ke masjid, tetapi nanti mas Rafi ikut sholat dan tidak mengganggu yang lain ya...” pesan Ayah tersebut kepada anaknya. Rafi kecil mengangguk, rupanya janji itu telah mengganti kesedihan yang menyelimutinya, dengan kebahagiaan yang tak terkira dihatinya nan tulus itu. Kemudian Sang Ayah menuntun anaknya yang masih kecil untuk berwudlu dan menggunakan baju Muslim yang kemudian mereka berdua berangkat ke masjid bersama-sama.
Hawa dingin kota Wollongong menyelimuti perjalanan mereka. “Mas Rafi kedinginan?” Tanya sang Ayah. Si Rafi kecil mengangguk. “Sini Ayah gendong biar hangat” kata sang ayah. Kemudian mereka berdua berjalan memasuki Omar Mosque yang telah ramai dengan jamaah.
Selagi menanti iqomat berkumandang, Si Rafi kecil tetap berada di dekapan sang Ayah. Namun tak berapa lama ia tertidur, mungkin karena lelah ataupun memang sudah malam bagi dia untuk masih terjaga. Karena sholat Isya di kota Wollongong NSW saat itu tepat berada di pukul 20:40 PM.
Sang Ayah mulai bingung. Ia gelisah, jangan-jangan si Rafi kecil nanti terbangun dan menangis di saat sholat sedang berlangsung, “Apakah saya harus terus mengikuti sholat berjamaah, atau pulang...” tanyanya dalam hati. Masih ditengah kebimbangan itu, tiba-tiba Syeh Abdurrahman memasuki masjid dan berkata, “Brother, why do you bring your child here!? He is still too young. Its very cold outside.” Katanya menasehati. Memang Syekh Abdurrahman sangat ketat sekali terhadap anak kecil yang bisa mengganggu kekhusyukan sholat. Berkali-kali beliau mengingatkan untuk tidak membawa anak kecil terutama anak yang masih sulit untuk diberi pengertian. Sudah banyak jamaah yang diingatkan karena kejadian anaknya yang mengganggu sholat.
“Syekh, should I go home now?” Tanya sang Ayah. Syeh Abdurrahman memandangi si Anak yang sudah terlelap tidur dipangkuan Ayahnya dengan iba. “If you think that he will not crying when we are praying, you can pray at the corner and take it beside you,” jawab Syeh Abdurrahman yang tak berapa lama Iqomatpun dikumandangkan oleh Muadzin.
Sang Ayah masih menggendong Rafi kecil di ruangan masjid bagian belakang. Ia ragu untuk meneruskan sholat berjamaah, karena malam semakin dingin, Ia takut anaknya nanti terbangun dan menangis, sehingga akan mengganggu jamaah yang lain. “Yaa Alloh..., kalau engkau menghendaki aku pulang dan tidak mengikuti sholat berjamaah, aku akan pulang sekarang, tetapi, kalau engkau masih mengizinkan aku untuk mengikuti sholat berjamaah bersama yang lain, hamba mohon, kuatkan anak kami sehingga saya bisa mengikuti sholat berjamaah dengan tenang...” doanya dalam hati.
“Brother, oh your son is sleeping..., its very cold outside...” kata Ahmad Fathi Salah yang baru tiba dan tiba-tiba menghampirinya, Ahmad adalah seorang sahabat, International student yang berasal dari Libya. “I think Its better for me to pray in my house,” jawab sang Ayah. “No...!, you can pray together with us,” jawab Ahmad. Ahmad kemudian melepas jaket kulitnya dan memberikan pada Ayah Rafi. “Use it to warmer your son.” Jawabnya. “Brother come here, you can pray here,” katanya kemudian sembari memberikan sebuah tempat untuk sholat dan tempat berbaring si Anak.
Mulanya ragu-ragu, tetapi Sang Ayah kemudian membaringkan si Anak tepat di sebelahnya dan kemudian menyelimuti dengan jaket kulit milik sahabatnya itu. “Yaa Alloh kutitipkan dia padaMu, jangan bangunkan dia sebelum sholat isya’ ini berakhir, Aamiin...” doa sang Ayah sebelum memulai sholat.
Sholatpun kemudian dimulai dan sang anak tetap terlelap dalam tidurnya. Dan... Alhamdulillah.., hingga rokaat ke empat berakhir, tak ada suara dari si Rafi kecil, dan begitu salam tanda sholat berakhir, Anak kecil itu bergerak-gerak, ia membuka matanya dan.. “Ayah, di mana kita...?” tanyanya dengan polos. “Kita di masjid sayang, tuh sholat barusan selesai,” kata Ayahnya dengan tersenyum.
Terucap syukur dalam hati sang ayah, “Terima kasih Yaa Alloh... telah Engkau bukakan pintu-pintu RahmatMu kepada hamba, Engkau beri hamba kesempatan untuk menikmati indahnya sholat berjamaah di rumahMu. Alhamdulillah...”
“Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. At-Taubah [9] : 18)
Subhanalloh...
Redi Bintarto
r_bintarto@yahoo.com
Wollongong NSW

HUKUM BERKORBAN UNTUK ORANG YANG SUDAH MENINGGAL

Assalamu'alaikum wr. wb.
Ustadz saya ingin bertanya masalah kurban.
  1. Apa hukum berkurban ?
  2. Apa hukum berkurban bagi orang yang sudah meninggal ? Kalau boleh, bagaimana caranya?
  3. Bagaimana hukum memakan daging hewan kurban bagi yang berkurban (qurbannya sendiri )?
Witoyo

Jawaban

Wa’alaikumussalam Wr. Wb.
1. Apa hukum berkurban ?
Para ulama berpendapat bahwa berkurban hukumnya sunnah bagi orang yang memiliki kemampuan. Berdasarkan beberapa hadits berikut :
a. Hadits Ummu Salamah,”Bahwasanya Rasulullah saw bersabda,’Apabila kalian menyaksikan hilal Dzul Hijjah dan salah seorang di antara kalian ingin berkurban, dan melakukan manasik dengan memotong rambut dan kukunya.” (HR. Muslim)
b. Hadits Ibnu Abbas, dia berkata, ”Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda, ’Tiga hal yang wajib bagiku sedang bagi kalian sunnah : (sholat) witir, berkurban dan sholat dhuha.” (HR. Ahmad). Di dalam riwayat Tirmidzi,”Aku diperintahkan untuk berkurban yang (hal) ini adalah sunnah bagi kalian.” (Al Fiqhul Islami Wa Adillatuhu, juz IV hal. 2704 – 2705)
2. Apa hukum berkurban bagi orang yang sudah meninggal ? Kalau boleh, bagaimana caranya?
Dalam masalah ini terjadi perbedaan pendapat di kalangan para ulama:
a. Para ulama Syafi’i berpendapat bahwa tidak diperbolehkan bagi seseorang berkurban buat orang lain tanpa seidzinnya, tidak juga untuk orang yang sudah meninggal apabila ia tidak mewasiatkannya berdasarkan firman Allah swt : “Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya,” (QS. An Najm : 39) . Dan jika orang yang sudah meninggal itu mewasiatkannya maka diperbolehkan, hal itu dikarenakan wasiatnya, kemudian seluruh (sembelihannya itu) wajib disedekahkan untuk orang-orang miskin. Tidak diperbolehkan bagi yang berkurban, atau orang lain padahal mereka termasuk orang kaya untuk memakannya dikarenakan tidak adanya idzin dari orang yang meninggal untuk memakannya.
b. Para ulama Maliki berpendapat makruh bagi seseorang berkurban untuk orang yang sudah meninggal dunia jika orang itu tidak menyebutkan (meniatkannya) sebelum kematiannya, dan jika ia meniatkannya namun bukan nadzar maka disunnahkan bagi para ahli warisnya untuk melaksanakannya.
c. Para ulama Hanafi dan Hambali berpendapat bahwa (diperbolehkan) berkurban untuk orang yang sudah meninggal, seakan-akan orang itu berkurban untuk orang yang masih hidup seperti halnya bershodaqoh dan memakannya sedangkan pahalanya bagi si mayit. Akan tetapi dikalangan para ulama Hanafi diharamkan memakan daging kurban yang disembelih untuk si mayit. (Al Fiqhul Islami Wa Adillatuhu, juz IV hal.2743 - 2744)
Dengan demikian diperbolehkan bagi seseorang berkurban bagi orang yang sudah meninggal berdasarkan keumuman hadits yang diriwayatkan Tirmidzi dari Abu Hurairoh bahwa Rasulullah saw bersabda: "Jika seseorang meninggal dunia maka terputuslah amalnya kecuali tiga hal; Sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, dan anak shalih yang
mendoakannya." Abu Isa berkata; Hadits ini hasan shahih.
3. Bagaimana hukum memakan daging hewan kurban bagi yang berkurban (qurbannya sendiri )?
Para ulama bersepakat bahwa orang yang berqurban diperintahkan untuk memakan daging qurbannya serta mensedekahkannya berdasarkan :
a. Firman Allah swt : “Maka makanlah sebahagian daripadanya dan (sebahagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara dan fakir.” (QS. Al Hajj : 28)
b. Firman Allah swt, “Maka makanlah sebahagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta.” (QS. Al Hajj : 36)
c. Hadits Rasulullah saw, “Makanlah oleh kalian, bershodaqohlah dan simpanlah.”
Kebanyakan ulama berpendapat bahwa sunnah membagi daging qurban menjadi tiga bagian ; sepertiga untuk disimpan, sepertiga untuk disedekahkan dan sepertiga lagi untuk dimakan berdasarkan sabda Rasulullah saw, “Makanlah oleh kalian, bersedekahlah dan simpanlah.” (Bidayatul Mujtahid, juz II hal. 321)
Wallahu A’lam

SEBELUM MENINGGAL IA MENGATAKAN : 'AKU MENCIUM BAU SURGA"

Dalam sebuah hadits yang terdapat dalam ash-Shahihain dari Abu Hurairah ra bahwa Rasulullah saw bersabda, "Ada tujug golongan orang yang akan mendapatkan naungan Allah pada hari tiada naungan seleain dari naunganNya... di antaranya, seorang pemuda yang tumbuh dalam melaksanakan ketaatan kepada Allah."
Dalam sebuah hadits shahih dari Anas bin an-Nadhir ra, ketika perang Uhud ia berkata, "Wah... angin Surga, sungguh aku mencium bau Surga yang berasal dari balik gunung Uhud."
Seorang Dokter bercerita kepadaku, Pihak rumah sakit menghubungiku dan memberitahukan bahwa ada seorang pasien dalam keadaan kritis sedang dirawat. Ketika aku sampai, ternyata seorang pemuda yang sudah meninggal -semoga Allah merahmatinya. Lantas bagaimana detail kisah wafatnya. Setiap hari puluhan bahkan ribuan orang meninggal. Namun bagaimana keadaan mereka ketika wafat? Dan bagaimana pula dengan akhir hidupnya?
Pemuda ini terkena peluru nyasar, dengan segera kedua orang tuanya -semoga Allah membalas kebaikan mereka- melarikannya ke rumah sakit militer di Riyadh. Di tengah perjalanan, pemuda itu menoleh kepada ibu bapaknya dan sempat berbicara. Tetapi apa yang ia katakan? Apakah ia menjerit atau mengerang sakit? Atau menyuruh agar segera sampai ke rumah sakit? Ataukah marah dan jengkel? Atau apa?
Orang tuanya mengisahkan bahwa anaknya tersebut mengatakan kepada mereka. "Jangan khawatir! Saya akan meninggal... tenanglah... sesungguhnya aku mencium bau Surga!" Tidak hanya sampai di sini saja, bahkan ia mengulang-ulang kalimat trsebut di hadapan para dokter yang sedang merawatnya, ia berkata kepada mereka, "Wahai saudara-saudara, aku akan mati, janganlah kalian menyusahkan diri sendiri... karena sekarang aku mencium bau Surga."
Kemudian ia meminta kedua orang tuanya agar mendekat lalu mencium keduanya dan meminta maaf atas segala kesalahannya. Kemudian ia mengucapkan salam kepada saudara-saudaranya dan mengucapkan dua kalimat syahadat, "Asyhadu alla ilaha illAllah wa asyhadu anna Muhammadar Rasulullah". Ruhnya melyang kepada Sang Pencipta.
Allohu Akbar... Apa yang harus kukatakan dan apa yang harus aku komentari... semua kalimat tidak mampu terucap... dan pena telah kering di tangan... aku tidak kuasa apa-apa kecuali hanya mengulang-ulang firman Allah.
"Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh dalam kehidupan di dunia dan di akhirat." (QS. Ibrahim [14] : 27)
Tidak ada yang perlu dikomentari lagi. Ia melanjutkan kisahnya. Mereka membawanya untuk dimandikan. Maka ia dimandikan oleh saudaranya Dhiya' di tempat memandikan mayat yang ada di rumah sakit tersebut. Petugas itu melihat beberapa keanehan yang terkahir. Sebagaimana yang telah ia ceritakan sesuah shalat Magrib pada hari yang sama.
1. Ia melihat dahinya berkeringat. Dalam sebuah hadits shahih Rasulullah saw bersabda, "Sesungguhnya seorang mukmin meninggal dengan dahi berkeringat." Ini merupakan tanda-tanda khusnul khatimah.
2. Ia katakan tangan jenazahnya lunak demikian juga para persendiannya seakan-akan dia belum mati. Masih mempunyai panas badan yang belum pernah ia jumpai sebelumnya semenjak ia bertugas memandikan mayat. Padahal tubuh rang yang sudah meninggal itu dingin, kering dan kaku.
3. Telapak tangan kanannya seperti seorang yang membaca tasyahud yang mengacungkan jari telunjuknya mengisyaratkan ketauhidan dan persaksiannya, sementara jari-jari yang lain ia genggam.
Subhanalloh...sungguh indah kematian seperti ini. Kita mohon semoga Alloh menganugerahkan kita husnul khatimah.
Saudara-saudaraku tercinta... kisah belum selesai... saudara Dhiya' bertanya kepada salah seorang pamannya, apa yang biasa ia lakukan semasa hidupnya? Tahukah anda apa jawabannya?
Apakah anda kira ia menghabiskan malamnya dengan berjalan-jalan di jalan raya? Atau duduk di depan televisi untuk menyaksikan hal-hal yang terlarang? Atau ia tidur pulas hingga terluput mengerjakan shalat? Atau sedang meneguk khamr, narkoba dan rokok? Menurut anda apa yang telah ia kerjakan? Mengapa ia mendapatkan husnul khatimah yang aku yakin bahwa saudara pembaca pun mengidam-idamkan; meninggal dengan mencium bau Surga.
Ayahnya berkata, "Ia selalu bangun dan melaksanakan shalat malam sesanggupnya. Ia juga membangunkan keluarga dan seisi rumah agar dapar melaksakan shalat Shubuh berjamaah. Ia gemar menghafal al-Qur'an dan termasuk salah seorang siswa yang berprestasi di SMU."
Aku katakan, "Maha benar Alloh yang berfirman, 'Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan, "Rabb kami ialah Alloh" kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan), "Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu sedih dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) Surga yang telah dijanjikan kepadamu" Kamilah pelindung-pelindungmu dalam kehidupan dunia dan di akhirat; di dalamnya kamu memperoleh apa yang kamu inginkan dan memperoleh (pula) di dalamnya apa yang kamu minta. Sebagai hidangan (bagimu) dari (Rabb) Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang'." (QS. Fushshilat [41] : 30-32)
(Serial Kisah Teladan; Muhammad bin Shalih Al-Qahthan

SAATNYA ORANG BAIK TERPOJOK

إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. يَا أَيُّهَا النَّاسُ أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِيْ تَسَآءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا. يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا.
أَمَّا بَعْدُ؛ فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللهَ، وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَشَّرَ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ.
Jama’ah Jum’ah rahimakumullah, marilah kita bersyukur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala yang telah berkenan memberikan berbagai keni’matan bahkan hidayah kepada kita.
Shalawat dan salam semoga Allah tetapkan untuk Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarganya, para sahabatnya, dan para pengikutnya yang setia dengan baik sampai akhir zaman.
Jama’ah Jum’ah rahimakumullah, mari kita senantiasa bertaqwa kepada Allah dengan sebenar-benar taqwa, menjalani perintah-perintah Allah sekuat kemampuan kita, dan menjauhi larangan-laranganNya.
Jama’ah Jum’ah rahimakumullah, dalam kesempatan yang mulia ini akan kami kemukakan tentang adanya gejala menjadikan orang baik-baik justru terpojok.
Dalam al-Qur’an dikisahkan, ketika Nabi Luth ‘alaihissalam dalam keadaan perasaannya sangat terpojok, ia berucap krepada kaumnya yang memang jahat-jahat:
أَلَيْسَ مِنْكُمْ رَجُلٌ رَشِيدٌ
"Tidak adakah di antara kamu sekalian itu seorang laki-laki yang berakal?” Demikianlah keluhan Nabi Luth ‘alaihis salam (dalam Al-Qur’an Surat Huud [11] : 78) terhadap kaumnya yang tidak tahu diri, yang mendatangi rumah Nabi Luth dengan maksud ingin menghomoseks tamu-tamu Nabi Luth. Padahal sebenarnya tamu-tamu itu adalah para malaikat yang mengabarkan akan datangnya adzab Allah SWT terhadap kaum Nabi Luth as. Karena kaum itu menantang aturan Allah SWT dan mengerjakan perbuatan-perbuatan yang keji yaitu liwath atau homoseks atau sodomi.
Sejak dulu memang mereka mengerjakan perbuatan keji dan sangat dicela oleh tabi’at manusia yang wajar, dicela oleh syari’at-syari’at dan agama. Yaitu mereka suka mengadakan homoseksual, mengadakan hubungan kelamin sesama lelaki tidak dengan wanita, dan mereka secara terang-terangan mengadakan berbagai kemunkaran di balai pertemuan mereka, seperti diterangkan dalam firman Allah Ta’ala,
{ أَئِنَّكُمْ لَتَأْتُونَ الرِّجَالَ وَتَقْطَعُونَ السَّبِيلَ وَتَأْتُونَ فِي نَادِيكُمُ الْمُنْكَرَ فَمَا كَانَ جَوَابَ قَوْمِهِ إِلا أَنْ قَالُوا ائْتِنَا بِعَذَابِ اللَّهِ إِنْ كُنْتَ مِنَ الصَّادِقِينَ (29) }
Artinya: “Apakah sesungguhnya patut kalian mendatangi laki-laki, menyamun/ membegal, dan kalian mengerjakan kemunkaran di tempat-tempat pertemuan kalian?” (QS Al-’Ankabuut [29] : 29)
Adzab yang ditimpakan kepada kaum yang jahat itu dijelaskan oleh Allah SWT:
فَلَمَّا جَاءَ أَمْرُنَا جَعَلْنَا عَالِيَهَا سَافِلَهَا وَأَمْطَرْنَا عَلَيْهَا حِجَارَةً مِنْ سِجِّيلٍ مَنْضُودٍ (82) مُسَوَّمَةً عِنْدَ رَبِّكَ وَمَا هِيَ مِنَ الظَّالِمِينَ بِبَعِيدٍ (83)
“Maka tatkala datang adzab Kami, Kami jadikan negeri kaum Luth itu yang di atas ke bawah (Kami balikkan), dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang terbakar dengan bertubi-tubi, yang diberi tanda oleh Tuhanmu, dan siksaan itu tiadalah jauh dari orang-orang yang dzalim.” (terjemah QS. Huud [11] : 82-83)
Menurut firman Allah dalam Surat Adz-Dzariyaat, batu-batu itu adalah tanah liat yang terbakar sehingga menjadi batu yang diberi tanda oleh Allah Ta’ala dengan nama orang-orang yang akan ditimpanya, dan batu-batu itu dijatuhkan di tempat-tempat yang sering dilalui orang musyrik Quraisy yang dzalim, ketika mereka berdagang ke negeri Syam, supaya menjadi peringatan bagi mereka agar jangan memusuhi Nabi Muhammad saw, supaya jangan ditimpa adzab seperti yang menimpa kaum Nabi Luth as yang ingkar kepada Nabinya. Memang tempat-tempat itu sering dilalui oleh mereka (musyrikin Quraisy) bila mereka berdagang di musim panas ke negeri Syam seperti diterangkan dalam firman Allah, yang artinya:
وَإِنَّكُمْ لَتَمُرُّونَ عَلَيْهِمْ مُصْبِحِينَ (137)
"Dan sesungguhnya kamu (wahai penduduk Makkah) akan melalui bekas-bekas mereka di waktu pagi.” (QS. As-Shaffat [37] : 137)
Peristiwa adzab yang sangat mengerikan atas kaum yang lakonnya jahat (di samping menyembah berhala, mengingkari ajaran-ajaran Nabinya, masih pula berhomoseks, menyamun/membegal, dan berbuat kekejian di tempat-tempat perkumpulan mereka) itu agar menjadi pelajaran nyata bagi para penentang seperti musyrikin Makkah dan manusia pada umumnya.
Kejahatan memojokkan orang baik-baik
Lakon jahat, brutal, bahkan keji, ketika dilakukan beramai-ramai dan tanpa tedeng aling-aling, tanpa malu-malu lagi, maka menjadikan orang-orang yang baik jadi sangat terpojok posisinya, bahkan sangat dipermalukan. Bagaimana malunya Nabi Luth yang kedatangan tamu, tahu-tahu “diserbu” oleh kaumnya yang jahat-jahat itu dan akan memperkosa tamu-tamunya itu dengan ingin menyodominya. Hingga keluar kata-kata:
أَلَيْسَ مِنْكُمْ رَجُلٌ رَشِيدٌ
"Tidak adakah di antara kalian itu seorang laki-laki yang berakal?"
Ungkapan Nabi Luth as ini adalah ungkapan yang pas, ketika keadaan sangat memuncak, ketika menghadapi keadaan yang sangat memuakkan, brengsek, tak tahu diri, tak tahu aturan, dan tidak ada keuntungan yang akan didapatkan.
Mungkin orang bisa melontarkan kata-kata yang sama, misalnya di suatu desa mengalami kondisi yang sangat memuakkan. Warga di satu belahan dunia misalnya mengangkat orang yang diberi amanah untuk memimpin dan mengurus warga. Tetapi kemudian aneka macam keburukan dibiarkan.
Kejahatan merajalela, perusakan iman justru seolah dipelihara dengan dalih macam-macam, misalnya melestarikan budaya nenek moyang, meningkatkan daya tarik pariwisata dan sebagainya. Padahal berupa kemusyrikan yang sangat dimurkai Allah ta’ala, misalnya larung sesaji ke laut ke gunung, ke telaga dan sebagainya.
Yang diberi amanah mengurus warga itu selain membiarkan kemusyrikan, membiarkan pula orang-orang lemah semakin terpojok, yang miskin pun tidak tertolong lagi karena masing-masing orang hanya mementingkan dirinya sendiri, bahkan seperti meniru orang-orang yang dipandang sebagai orang terpandang namun aman-aman saja ketika berbuat jahat, curang, mementingkan diri dan kelompoknya sendiri dan sebagainya. Sehingga aneka keburukan merajalela.
Orang-orang yang baik justru terpojok. Bila mengingatkan agar berhenti dari perbuatan buruk, justru dipermalukan dan disoroti ramai-ramai. Kalau yang terpojok itu seorang Nabi seperti Nabi Luth ‘alaihis salam pun kata-kata yang pantas untuk diucapkan adalah:
أَلَيْسَ مِنْكُمْ رَجُلٌ رَشِيدٌ
"Tidak adakah di antara kalian itu seorang laki-laki yang berakal?"
Ditanya seperti itu, jawabannya lebih gila lagi, sebagaimana jawaban kaum Nabi Luth as yang dikisahkan dalam Al-Qur’an:
قَالُوا لَقَدْ عَلِمْتَ مَا لَنَا فِي بَنَاتِكَ مِنْ حَقٍّ وَإِنَّكَ لَتَعْلَمُ مَا نُرِيدُ (79)
“Mereka menjawab, 'Sesungguhnya kamu telah tahu bahwa kami tidak mempunyai keinginan (maksudnya, mereka tidak punya syahwat terhadap wanita, tetapi terhadap sesama lelaki) terhadap puteri-puterimu; dan sesungguhnya kamu tentu mengetahui apa yang sebenarnya kami kehendaki'.” (QS Huud [11] :79)
Seolah-olah orang-orang itu memukul balik, kamu dari semula kan sudah tahu. Kami-kami ini kan keadaan dan kemauan kami seperti ini. Kami ini tidak ada kemauan seperti apa yang kamu inginkan itu. Tapi kami punya gaya dan kebiasaan serta selera tersendiri yang kamu semua sudah tahu. Bukankah kamu sudah tahu tentang diri kami yang seperti ini. Kenapa kamu masih menginginkan kami untuk mengikuti aturanmu. Ora sudi aku yen kok atur-atur. (Aku tak mau menggubris kalau kamu atur dengan aturan-aturanmu). Tetapi kalau itu sesuai dengan keserakahanku dan doyananku maka apapun ya saya datangi, sekalipun ngisin-isini (memalukan) dan melanggar pernatan (syari’at dan aturan).
Kejahatan yang sudah merajalela bahkan menjadikan terpojoknya orang baik-baik itu masih pula ditingkahi dengan upaya-upaya untuk merugikan orang baik-baik. Misalnya berunding dengan orang yang terpidana, atau meng-ghibah Muslimin di pertemuan orang-orang kafir, bekerjasama secara rahasia untuk mencelakakan orang baik-baik yakni Muslimin dan sebagainya.
Memang, tidak gampang menghadapi orang-orang yang sebenarnya jahat, tetapi mereka tidak mengakui bahwa diri mereka itu jahat, dan kejahatannya itu bekerjasama dengan orang kafir. Sehingga Ummat Islam diingatkan, ada jenis manusia-manusia yang difirmankan:
وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ لَا تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ قَالُوا إِنَّمَا نَحْنُ مُصْلِحُونَ (11) أَلَا إِنَّهُمْ هُمُ الْمُفْسِدُونَ وَلَكِنْ لَا يَشْعُرُونَ [البقرة/11، 12]
"Dan bila dikatakan kepada mereka, 'Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi'. [24] Mereka menjawab, 'Sesungguhnya Kami orang-orang yang Mengadakan perbaikan'. Ingatlah, sesungguhnya mereka Itulah orang-orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar." (QS. Al-Baqarah [2] : 11-12)
[24] Kerusakan yang mereka perbuat di muka bumi bukan berarti kerusakan benda, melainkan menghasut orang-orang kafir untuk memusuhi dan menentang orang-orang Islam.
Jenis kejahatan mereka
Dalam Al-Qur’an, mereka kaum Nabi Luth as itu dijelaskan, kejahatan yang nyata adalah:
  1. Menentang kebenaran.
  2. Melakukan perbuatan keji.
  3. Menyamun, yaitu membegal atau merampok orang di perjalanan, barang-barang musafir dirampok, sedang orangnya dibunuh.
  4. Perkataan mereka di perkumpulan-perkumpulan sangat menjijikkan.
Diriwayatkan dari Ummu Hani’ bin Abi Thalib yang menanyakan kepada Rasulullah arti ayat:
وَتَأْتُونَ فِي نَادِيكُمُ الْمُنْكَرَ
“Kamu berbuat munkar di tempat perkumpulan”. Beliau menjelaskan, bahwa perkataan tersebut berarti mereka senang duduk-duduk sambil ngobrol di pinggir jalan. Kalau ada seseorang lewat, segera mereka menuduh yang bukan-bukan serta mengejek dan menghinanya. (HR. Imam Ahmad, Turmudzi, Thabrani, dan Imam Al-Baihaqy, sebagaimana dikutip dalam Al-Qur’an dan Tafsirnya, Depag RI, 1985/1986, juz 20, hal. 465)
Penyimpangan-penyimpangannya begitu berat dan nyata, namun mereka tidak merasa bersalah, bahkan menentang keras orang yang menunjukinya.
Adakah kesamaan dengan sikap kaum Nabi Luth?
Menyimak kisah itu, kita mendapatkan kesan bahwa kaum Nabi Luth as yang membangkang itu benar-benar keterlaluan.
Dalam daftar kejahatan kaum Nabi Luth as ada 4 kejahatan, seperti tersebut di atas. Mari kita runtut, kejahatan itu dilakukan pula oleh orang-orang jahat sekarang.
Pertama, menentang aturan yang datangnya dari Allah dan Rasul-Nya. Kaum Nabi Luth as jelas-jelas menentang aturan agama. Sementara itu, para penjahat sekarang pun menentang aturan Allah Ta’ala, di antaranya mengandalkan ilmu kebal, entah pakai sihir, jimat, atau bantuan jin. Itu salah satu bentuk kemusyrikan, penentangan paling besar terhadap Allah SWT, hingga merupakan salah satu bentuk dosa terbesar. Jadi ada unsur kesamaan.
Mengenai kebiasaan buruk berupa ilmu kebal, sihir, santet, perdukunan, khurofat, takhayul dan bid’ah itu adalah pelanggaran-pelanggaran aqidah yang sangat besar dosanya. Karena sudah jelas larangan-larangannya.
Larangan sihir.
Nabi saw bersabda:
« اجْتَنِبُوا السَّبْعَ الْمُوبِقَاتِ » . قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا هُنَّ قَالَ « الشِّرْكُ بِاللَّهِ ، وَالسِّحْرُ ، وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِى حَرَّمَ اللَّهُ إِلاَّ بِالْحَقِّ ، وَأَكْلُ الرِّبَا ، وَأَكْلُ مَالِ الْيَتِيمِ ، وَالتَّوَلِّى يَوْمَ الزَّحْفِ ، وَقَذْفُ الْمُحْصَنَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ الْغَافِلاَتِ » .
“Jauhilah tujuh dosa besar yang merusak. Para sahabat bertanya, 'Ya Rasulallah, apakah tujuh dosa besar yang merusak itu?' Beliau menjawab, 'Menyekutukan Allah, sihir, membunuh jiwa yang oleh Allah diharamkan kecuali karena hak, makan harta anak yatim, makan riba, lari dari peperangan, menuduh (berzina) terhadap perempuan baik-baik yang terjaga lagi beriman'.” (HR. Al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, dan An-Nasaai, dari Abu Hurairah, shahih)
"مَنْ عَقَدَ عُقْدَةً، ثُمَّ نَفَثَ فِيهَا، فَقَدْ سَحَرَ، وَمَنْ سَحَرَ فَقَدْ أَشْرَكَ، وَمَنْ تَعَلَّقَ شَيْئًا وُكِلَ إِلَيْهِ"
“Barangsiapa mengikat suatu ikatan (simpul) kemudian meniupnya (suatu ikatan yang biasa ditiup dalam bersihir) maka sungguh ia telah bersihir. Dan barangsiapa bersihir maka sungguh ia telah syirik/ menyekutukan Allah, dan barangsiapa menggantungkan sesuatu (jimat dan sebagainya) maka dia diserahkan kepada (yang digantungkan) nya.” (HR. An-Nasaai dan At-Thabrani dengan dua sanad, salah satu dari dua rawi-rawinya terpercaya)
Larangan bertanya dan mempercayai tukang ramal dan tukang sihir ataupun dukun.
Nabi Saw bersabda:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ ، أَنَّهُ قَالَ : مَنْ أَتَى عَرَّافًا ، أَوْ سَاحِرًا ، أَوْ كَاهِنًا ، فَسَأَلَهُ فَصَدَّقَهُ بِمَا يَقُولُ ، فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ صلى الله عليه وسلم
Dari Abdullah bin Mas’ud, ia berkata, “Barangsiapa mendatangi tukang ramal, atau tukang sihir, atau tukang tenung/ dukun lalu ia menanyakan sesuatu kepadanya dan percaya terhadap apa yang dikatakannya, maka sungguh dia telah kufur terhadap wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw.” (HR Al-Bazzar dan Abu Ya’la dengan sanad jayyid)
Larangan pakai ilmu kebal, jimat, tangkal.
عَنْ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ الْجُهَنِيِّ ، أَنَّهُ جَاءَ فِي رَكْبِ عَشَرَةٍ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَبَايَعَ تِسْعَةً وَأَمْسَكَ عَنْ بَيْعَةِ رَجُلٍ مِنْهُمْ ، فَقَالُوا : مَا شَأْنُ هَذَا الرَّجُلِ لاَ تُبَايِعُهُ ؟ فَقَالَ : إِنَّ فِي عَضُدِهِ تَمِيمَةً فَقَطَعَ الرَّجُلُ التَّمِيمَةَ ، فَبَايَعَهُ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ قَالَ : مَنْ عَلَّقَ فَقَدْ أَشْرَكَ.
Uqbah bin Amir meriwayatkan bahwa ada sepuluh orang berkendaraan datang ke Rasulullah saw. Yang sembilan dibai’at, tetapi yang satu ditahan. Mereka bertanya: Kenapa dia? Lalu Nabi saw menjawab: Sesungguhnya di lengannya ada tamimah (jimat/tangkal)! Lalu laki-laki itu memotong jimatnya/tangkalnya, maka ia dibai’at oleh Rasulullah saw kemudian beliau bersabda:
مَنْ عَلَّقَ فَقَدْ أَشْرَكَ.
“Barangsiapa menggantungkan (tangkal/ jimat) maka sungguh ia telah syirik.” (HR. Ahmad dan Al-Hakim, dan lafadh itu bagi Al-Hakim, sedang periwayat-periwayat Ahmad terpercaya dishahihkan Al-Albani dalam سلسلة الصحيحة رقم 492 silsilah As-Shohihah nomor No. 492)
Larangan memakai aji-aji.
عَنِ الْحَسَنِ قَالَ أَخْبَرَنِى عِمْرَانُ بْنُ حُصَيْنٍ أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- أَبْصَرَ عَلَى عَضُدِ رَجُلٍ حَلْقَةً أُرَاهُ قَالَ مِنْ صُفْرٍ فَقَالَ « وَيْحَكَ مَا هَذِهِ ». قَالَ مِنَ الْوَاهِنَةِ قَالَ « أَمَا إِنَّهَا لاَ تَزِيدُكَ إِلاَّ وَهْناً انْبِذْهَا عَنْكَ فَإِنَّكَ لَوْ مِتَّ وَهِىَ عَلَيْكَ مَا أَفْلَحْتَ أَبَداً ».
Diriwayatkan dari Imran bin Hushain, sesungguhnya Rasulullah saw pernah melihat di lengan seorang lelaki ada gelang —yang saya lihat ia katakan dari (besi) kuningan— maka beliau berkata, “Celaka kamu, apa ini?” Lalu ia menjawab, “Ini adalah termasuk wahinah (aji-aji untuk melemahkan orang lain)”. Maka beliau berkata, “Adapun barang ini tidak akan menambahi kamu selain kelemahan; karena itu buanglah dia. Sebab kalau kamu mati sedang wahinah (aji-aji) itu masih ada pada kamu, maka kamu tidak akan bahagia selamanya”. (HR. Riwayat Ahmad, Ibnu Hibban dalam kitab shahihnya; dan Ibnu Majah tanpa lafal “buanglah dst...”)
Larangan tathoyyur/klenik.
Tathoyyur yaitu mempercayai adanya kesialan dikaitkan dengan alamat-alamat seperti suara burung, tempat, waktu, orang atau anggota badan yang bergera-gerak/kedutan dan sebagainya. Dianggapnya suara burung, hari-hari tertentu dan sebagainya itu sebagai alamat sial. Itu dikenal dengan istilah klenik, yaitu hitung-hitungan hari, alamat-alamat dari suara burung, barang jatuh, rumah menghadap ke arah ini atau di tanah itu dan sebagainya dipercayai sebagai pertanda sial ataupun keberuntungan.
Rasulullah saw bersabda:
"لَيْسَ مِنَّا مَنْ تَطَيَّرَ وَلا تُطُيِّرَ لَهُ، وَلا تَكَهَّنَ وَلا تُكُهِّنَ لَهُ"أَظُنُّهُ، قَالَ:"أَوْ سَحَرَ أَوْ سُحِرَ لَهُ".
“Laisa minnaa man tathoyyaro aw tuthuyyiro lahu aw takahhana aw tukuhhina lahu, aw saharo aw suhiro lahu.”
Bukan termasuk golongan kami, siapa saja yang bertathoyyur (merasa sial akibat suara burung dsb dikaitkan dengan klenik) atau minta diramalkan sial untuknya, atau berdukun/menenung atau minta ditenungkan, atau mensihir atau minta disihirkan.” (HR. At-Thabrani dari Ibnu Abbas dengan sanad hasan)
Kedua, kaum Nabi Luth as melakukan kekejian, yaitu homoseks. Gejala sekarang, orang-orang menyimpang seperti itu punya kelompok, bahkan mengadakan festival film segala.
Hanya anehnya, ketika ada tokoh-tokoh mereka yang lakonnya buruk seperti itu mereka diam saja, bahkan sebagian ada yang cenderung membela-bela dengan aneka dalih.
Ketiga, menyamun, membegal, merampok, ngecu, nggedor. Barangkali dalam hal ini agak berbeda. Tingkah kaum Nabi Luth as memang vulgar, kasar, dan benar-benar tampak sekali jahatnya. Sedang sekarang, penjahat itu ada yang kasar bahkan sampai membunuh dan merampok. Tetapi ada juga yang dengan cara “halus” yakni korupsi yang bahkan merajalela. Kemungkinan orang yang masih jujur dan jadi pemberantas korupsi akan terpojok bagai Nabi Luth ‘alaihis salam.
Keempat, perkataan dan perbuatannya di tempat-tempat perkumpulan mereka sangat menjijikkan.
Kasus ini, kaum Nabi Luth as suka ngumpul-ngumpul di pinggir jalan, menggoda dan mengejek orang lewat, dan menuduh yang bukan-bukan. Kalau sekarang ada juga yang sangat menjijikkan ada kelompok sesekali berkumpul untuk ronda menjaga kompleks pelacuran. Atau pemudanya tidak sedikit yang jadi centeng (tukang pukul) ketika orang lain lagi sibuk merayakan hari raya kekafiran mereka di rumah-rumah sesembahan mereka.
Atau mereka sekadar kumpul-kumpul dengan musuh-musuh Islam untuk ngrasani/ghibah kejelekan orang Islam yang dianggap berseberangan dengan kelompoknya. Atau kumpul-kumpul di kuburan untuk melakukan kemusyrikan, bid’ah, khurofat dan aneka pelanggaran aqidah yang menjadi kegemaran kelompok mereka, dan kalau dinasihati dengan ayat dan hadits malah lebih galakan mereka suaranya. Hingga orang baik-baik yang mau menasihatinya justru terpojok.
Semoga Allah Ta’ala member hidayah kepada kita dan orang-orang yang mau bersungguh-sungguh untuk mentaati syari’at-Nya. Dan semoga Allah Ta’ala menghindarkan Ummat Islam dari aneka fitnah yang kadang sampai memojokkan orang Muslim hingga orang baik-baik justru terpojok. Hanya Allah lah yang Maha menolong hamba-Nya.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْوَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرّحِيْمِ.
Khutbah Kedua
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا. قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. قَالَ تَعَالَى: {وَمَن يَتَّقِ اللهَ يَجْعَل لَّهُ مَخْرَجًا} وَقَالَ: {وَمَن يَتَّقِ اللهَ يُكَفِّرْ عَنْهُ سَيِّئَاتِهِ وَيُعْظِمْ لَهُ أَجْرًا}
ثُمَّ اعْلَمُوْا فَإِنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِالصَّلاَةِ وَالسَّلاَمِ عَلَى رَسُوْلِهِ فَقَالَ: {إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا}.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ. اَللَّهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ، وَأَرِنَا الْبَاطِلَ باَطِلاً وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا. سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ، وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.
وَصَلَّى اللهُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ. وَأَقِمِ الصَّلاَةَ.
(nahimunkar.com)

BAGAIMANA BILA AMAL DITOLAK?

إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. يَا أَيُّهَا النَّاسُ أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِيْ تَسَآءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا. يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا.
أَمَّا بَعْدُ؛ فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللهَ، وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَشَّرَ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ.
Jama’ah Jum’ah rahimakumullah, marilah kita bersyukur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala yang telah berkenan memberikan berbagai keni’matan bahkan hidayah kepada kita.
Shalawat dan salam semoga Allah tetapkan untuk Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarganya, para sahabatnya, dan para pengikutnya yang setia dengan baik sampai akhir zaman.
Jama’ah Jum’ah rahimakumullah, mari kita senantiasa bertaqwa kepada Allah dengan sebenar-benar taqwa, menjalani perintah-perintah Allah sekuat kemampuan kita, dan menjauhi larangan-laranganNya.
Jama’ah Jum’ah rahimakumullah, pada kesempatan yang insya Allah diberkahi Allah ini marilah kita renungkan, bagaimana kalau amaliah ditolak sebagaimana yang akan diuraikan ini.
Perlu kita camkan benar-benar, bahwa di dalam Islam, yang diterima amalnya itu hanya yang beragama Islam. Bahkan orang beragama Islam alias Muslim pun ketika beramal tanpa berlandaskan tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka amalnya tertolak. Apalagi yang beramal dengan memeluk agama selain Islam, maka lebih tidak diterima lagi. Marilah kita sadari, dan mari kita resapi dengan baik dalil-dalil berikut ini:
إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ وَمَا اخْتَلَفَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ إِلَّا مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًا بَيْنَهُمْ وَمَنْ يَكْفُرْ بِآيَاتِ اللَّهِ فَإِنَّ اللَّهَ سَرِيعُ الْحِسَابِ (19)
"Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya." (QS. Ali ‘Imran [3] : 19)
وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ (85)
"Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi." (QS. Ali ‘Imran [3] : 85)
فَإِنْ حَاجُّوكَ فَقُلْ أَسْلَمْتُ وَجْهِيَ لِلَّهِ وَمَنِ اتَّبَعَنِ وَقُلْ لِلَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ وَالْأُمِّيِّينَ ءَأَسْلَمْتُمْ فَإِنْ أَسْلَمُوا فَقَدِ اهْتَدَوْا وَإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنَّمَا عَلَيْكَ الْبَلَاغُ وَاللَّهُ بَصِيرٌ بِالْعِبَادِ (20)
"Kemudian jika mereka mendebat kamu (tentang kebenaran Islam), maka katakanlah, 'Aku menyerahkan diriku kepada Allah dan (demikian pula) orang-orang yang mengikutiku'. Dan katakanlah kepada orang-orang yang telah diberi Al Kitab dan kepada orang-orang yang Ummi, 'Apakah kamu (mau) masuk Islam?' Jika mereka masuk Islam, sesungguhnya mereka telah mendapat petunjuk, dan jika mereka berpaling, maka kewajiban kamu hanyalah menyampaikan (ayat-ayat Allah). Dan Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya." (QS. Ali ‘Imran [3] : 20)
فَإِنْ ءَامَنُوا بِمِثْلِ مَا ءَامَنْتُمْ بِهِ فَقَدِ اهْتَدَوْا وَإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنَّمَا هُمْ فِي شِقَاقٍ فَسَيَكْفِيكَهُمُ اللَّهُ وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ (137)
"Maka jika mereka beriman kepada apa yang kamu telah beriman kepadanya, sungguh mereka telah mendapat petunjuk; dan jika mereka berpaling, sesungguhnya mereka berada dalam permusuhan (dengan kamu). Maka Allah akan memelihara kamu dari mereka. Dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." (QS. Al-Baqarah [2] : 138)
Allah Menghapus Amal Mereka
Perhitungan diterimanya amal oleh Allah Ta’ala bukanlah menurut pandangan dan pendapat manusia. Karena yang telah memberikan wahyu tentang amal yang diterima dan ditolak itu hanyalah Allah Ta’ala, sehingga yang berhak menilai dan membalasnya hanyalah Allah Ta’ala. Ketika manusia beramal, untuk diterimanya oleh Allah Ta’ala mesti memenuhi persyaratan, yaitu:
1. Iman
فَمَنْ يَعْمَلْ مِنَ الصَّالِحَاتِ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَا كُفْرَانَ لِسَعْيِهِ وَإِنَّا لَهُ كَاتِبُونَ [الأنبياء94]
"Maka barang siapa yang mengerjakan amal saleh, sedang ia beriman, maka tidak ada pengingkaran terhadap amalannya itu dan sesungguhnya Kami menuliskan amalannya itu untuknya." (QS. Al-Anbiyaa’ [21] : 94)
Adapun orang kafir maka amalnya dihapus oleh Allah Ta’ala.
إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا وَصَدُّوا عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ وَشَاقُّوا الرَّسُولَ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمُ الْهُدَى لَنْ يَضُرُّوا اللَّهَ شَيْئًا وَسَيُحْبِطُ أَعْمَالَهُمْ (32)
"Sesungguhnya orang-orang kafir dan menghalangi (manusia) dari jalan Allah serta memusuhi rasul setelah petunjuk itu jelas bagi mereka, mereka tidak dapat memberi mudharat kepada Allah sedikitpun. Dan Allah akan menghapuskan (pahala) amal-amal mereka." (QS. Muhammad [47] : 32)
وَقَدِمْنَا إِلَى مَا عَمِلُوا مِنْ عَمَلٍ فَجَعَلْنَاهُ هَبَاءً مَنْثُورًا (23)
"Dan Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan." (QS. Al-Furqon [25] : 23)
{ إنَّ اللَّهَ تَعَالَى لَا يَظْلِمُ الْمُؤْمِنَ حَسَنَةً يُعْطَى عَلَيْهَا فِي الدُّنْيَا وَيُثَابُ عَلَيْهَا فِي الْآخِرَةِ , وَأَمَّا الْكَافِرُ فَيُعْطَى بِحَسَنَاتِهِ فِي الدُّنْيَا حَتَّى إذَا أَفْضَى إلَى الْآخِرَةِ لَمْ يَكُنْ لَهُ حَسَنَةٌ يُعْطَى بِهَا خَيْرًا }
"Sesungguhnya Allah ‘Azza wa Jalla tidak mendhalimi orang Mukmin satu kebaikan pun, maka orang Mukmin itu diberi atas perbuatan baiknya (berupa) rizki di Dunia, dan diganjar kebaikan-kebaikannya itu di Akherat. Adapun orang kafir maka diberi (balasan) kebaikan-kebaikannya di Dunia sehingga begitu habis (kebaikannya) lalu ke Akherat tidak ada kebaikan lagi baginya yang akan diberikan sebagai (balasan) kebaikan." (HR Muslim dan Ahmad)
2. Ikhlas hanya untuk Allah subhanahu wa Ta’ala.
3. Mengikuti apa yang telah dituntunkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Jadi, syarat diterimanya amal, selain iman adalah ikhlas hanya untuk Allah Ta’ala, dan mengikuti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salallam. Walaupun ikhlas untuk Allah, namun kalau tidak mengikuti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka tidak diterima oleh Allah Ta’ala. Sehingga para Rahib yakni ahli ibadah selain Muslim maka mereka tetap akan masuk Neraka. Keterangan dan dalilnya sebagai berikut.
Tafsir Ibnu Katsir, Para Rahib amalnya hapus dan masuk ke Neraka
وَقَالُوا لَنْ يَدْخُلَ الْجَنَّةَ إِلَّا مَنْ كَانَ هُودًا أَوْ نَصَارَى تِلْكَ أَمَانِيُّهُمْ قُلْ هَاتُوا بُرْهَانَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ (111) بَلَى مَنْ أَسْلَمَ وَجْهَهُ لِلَّهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ فَلَهُ أَجْرُهُ عِنْدَ رَبِّهِ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ (112)
"Dan mereka (Yahudi dan Nasrani) berkata, 'Sekali-kali tidak akan masuk Surga kecuali orang-orang (yang beragama) Yahudi atau Nasrani'. Demikian itu (hanya) angan-angan mereka yang kosong belaka. Katakanlah, 'Tunjukkanlah bukti kebenaranmu jika kamu adalah orang yang benar'. (Tidak demikian) bahkan barangsiapa yang menyerahkan diri kepada Allah, sedang ia berbuat kebajikan, maka baginya pahala pada sisi Tuhannya dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati." (QS. Al-Baqarah [2] : 111-112)
Ibnu Katsir menjelaskan dalam Kitab Tafsirnya:
Allah menjelaskan ketertipuan orang-orang Yahudi dan Nasrani oleh apa yang ada pada diri mereka, dimana setiap kelompok dari keduanya (Yahudi dan Nasrani) mengaku bahwasanya tidak akan ada yang masuk Surga kecuali mereka yang memeluk agama kelompok tersebut, sebagaimana yang diberitahukan Allah melalui firman-Nya dalam surat al-Maidah berikut ini, mereka menyatakan,
نَحْنُ أَبْنَاءُ اللَّهِ وَأَحِبَّاؤُهُ
“Kami adalah anak-anak Allah dan kekasih-kekasih-Nya.” (QS Al-Maidah: 18)
Kemudian Allah Ta’ala mendustakan pengakuan mereka itu melalui pemberitahuan yang disampaikan dalam firman-Nya bahwa Dia akan mengadzab mereka akibat dosa yang mereka perbuat. Seandainya mereka adalah seperti apa yang mereka akui, niscaya keadaannya tidak demikian. Sebagaimana pengakuan mereka sebelumnya yang menyatakan bahwa mereka tidak akan disentuh oleh api Neraka, kecuali beberapa hari saja. Kemudian mereka masuk ke Surga. Tetapi pengakuan mereka yang ini pun mendapat bantahan dari Allah. Berikut ini adalah bantahan Allah Ta’ala berkenaan dengan pengakuan mereka yang tidak berdasarkan dalil, hujjah, dan keterangan yang jelas, dimana Dia berfirman,
تِلْكَ أَمَانِيُّهُمْ
“Itulah angan-angan mereka.” Abul ‘Aliyah mengatakan, “Artinya, yaitu angan-angan yang mereka dambakan dari Allah tanpa alasan yang benar.” Hal senada juga dikemukakan oleh Qatadah dan ar-Rabi’ bin Anas.
Selanjutnya Allah berfirman, “Katakan,” hai Muhammad, “Kemukakanlah penjelasan kalian.” Abul ‘Aliyah, Mujahid, as-Suddi, dan ar-Rabi’ bin Anas mengatakan, “(Artinya) kemukakanlah hujjah kalian.” Sedangkan Qatadah mengatakan, “Berikanlah keterangan kalian mengenai pengakuan kalian itu, “jika kalian orang-orang yang benar, dalam pengakuan kalian itu.”
Setelah itu Allah berfirman, “Bahkan barangsiapa yang menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang ia berbuat baik.” Maksudnya, barangsiapa yang mengikhlaskan amalnya hanya untuk Allah semata, yang tiada sekutu bagi-Nya.
Berkaitan dengan firman Allah, “Bahkan barangsiapa yang menyerahkan dirinya kepada Allah,” Abu al-Aliyah dan ar-Rabi’ bin Anas mengatakan, “Yaitu, barangsiapa yang benar-benar tulus karena Allah.”
Said bin Jubair mengatakan, yaitu yang tulus ikhlas menyerahkan “agamanya” sedang “Ia berbuat baik”, artinya , mengikuti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena amal perbuatan yang diterima itu harus memenuhi dua syarat, pertama harus didasarkan ketulusan karena Allah Ta’ala semata, dan syarat kedua, harus benar dan sejalan dengan syari’at Allah. Jika suatu amalan itu sudah didasarkan pada keikhlasan hanya karena Allah, tetapi tidak benar dan tidak sesuai dengan syari’at, maka amalan tersebut tidak diterima. Oleh karena itu, Rasulullah bersabda,
مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ. (رواه مسلم).
Artinya, “Barangsiapa melakukan amalan, bukan atas perintah kami, maka amalan itu tertolak”. (HR Muslim, dari ‘Aisyah)
Dengan demikian, perbuatan para pendeta ahli ibadah dan yang semisalnya, meskipun mereka itu sangat tulus ikhlas dalam mengerjakannya karena Allah, namun perbuatan mereka itu tidak diterima sehingga mereka mengikuti ajaran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang diutus kepada mereka dan kepada seluruh umat manusia. Mengenai mereka dan orang yang semisalnya, Allah berfirman:
وَقَدِمْنَا إِلَى مَا عَمِلُوا مِنْ عَمَلٍ فَجَعَلْنَاهُ هَبَاءً مَنْثُورًا (23)
“Dan Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu bagaikan debu yang berterbangan.” (QS. Al-Furqan [25] : 23)
dan Firman Allah Ta’ala:
وَالَّذِينَ كَفَرُوا أَعْمَالُهُمْ كَسَرَابٍ بِقِيعَةٍ يَحْسَبُهُ الظَّمْآنُ مَاءً حَتَّى إِذَا جَاءَهُ لَمْ يَجِدْهُ شَيْئًا وَوَجَدَ اللَّهَ عِنْدَهُ فَوَفَّاهُ حِسَابَهُ وَاللَّهُ سَرِيعُ الْحِسَابِ (39)
"Dan orang-orang yang kafir amal-amal mereka adalah laksana fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga, tetapi bila didatanginya air itu dia tidak mendapatinya sesuatu apapun. Dan di dapatinya (ketetapan) Allah di sisinya, lalu Allah memberikan kepadanya perhitungan amal-amal dengan cukup dan Allah adalah sangat cepat perhitungan-Nya." (QS. An-Nur [24]  : 39)
وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ خَاشِعَةٌ (2) عَامِلَةٌ نَاصِبَةٌ (3) تَصْلَى نَارًا حَامِيَةً (4) تُسْقَى مِنْ عَيْنٍ ءَانِيَةٍ (5)
"Banyak muka pada hari itu tunduk terhina, bekerja keras lagi kepayahan, memasuki api yang sangat panas (Neraka), diberi minum (dengan air) dari sumber yang sangat panas." (QS. Al-Ghasyiyah [88] : 2-5)
وروي عن أمير المؤمنين عمر رضي الله عنه أنه تأولها في الرهبان
Diriwayatkan dari Amirul Mukminin ‘Umar radhiyallahu ‘anhu bahwa dia menafsiri ayat-ayat tersebut mengenai para Rahib/Pendeta (ahli ibadah non Muslim).
Sedangkan amal yang secara lahiriyah sejalan dengan syariat tetapi pelakunya tidak mendasarinya dengan tulus ikhlas karena Allah Ta’ala, maka amal perbuatan seperti itu ditolak. Demikian itulah keadaan orang-orang yang riya’ dan orang-orang munafik, sebagaimana firman Allah Ta’ala:
إِنَّ الْمُنَافِقِينَ يُخَادِعُونَ اللَّهَ وَهُوَ خَادِعُهُمْ وَإِذَا قَامُوا إِلَى الصَّلَاةِ قَامُوا كُسَالَى يُرَاءُونَ النَّاسَ وَلَا يَذْكُرُونَ اللَّهَ إِلَّا قَلِيلًا (142)
"Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali." (QS. An-Nisa’ [4] : 142)
Dan Allah Ta’ala berfirman:
فَوَيْلٌ لِلْمُصَلِّينَ (4) الَّذِينَ هُمْ عَنْ صَلَاتِهِمْ سَاهُونَ (5) الَّذِينَ هُمْ يُرَاءُونَ (6) وَيَمْنَعُونَ الْمَاعُونَ (7)
“Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, yaitu orang-orang yang lalai dari shalatnya, orang-orang yang berbuat riya’ dan enggan menolong dengan barang berguna.” (QS. Al-Maa’un [107] : 4-7). (Tafsir Ibnu Katsir, Juz 1 halaman 214)
Semoga Allah menjadikan kita ini orang-orang yang benar-benar beriman, ikhlas, dan mengikuti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan istiqomah alias konsisten dan keonsekuen. Karena tanpa tiga unsur pokok itu (iman, ikhlas, dan mengikuti tatacara ibadah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam) atau hilang salah satunya, maka amal kita tidak akan diterima oleh Allah Ta’ala. Sebagaimana ahli-ahli ibadah yang non Muslim tersebut, betapa ruginya. Na’udzubillahi min dzalik, kami berlindung kepada Allah dari hal yang demikian.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْوَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرّحِيْمِ.
Khutbah Kedua
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا. قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. قَالَ تَعَالَى: {وَمَن يَتَّقِ اللهَ يَجْعَل لَّهُ مَخْرَجًا} وَقَالَ: {وَمَن يَتَّقِ اللهَ يُكَفِّرْ عَنْهُ سَيِّئَاتِهِ وَيُعْظِمْ لَهُ أَجْرًا}
ثُمَّ اعْلَمُوْا فَإِنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِالصَّلاَةِ وَالسَّلاَمِ عَلَى رَسُوْلِهِ فَقَالَ: {إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا}.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ. اَللَّهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ، وَأَرِنَا الْبَاطِلَ باَطِلاً وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا. سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ، وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.
وَصَلَّى اللهُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ. وَأَقِمِ الصَّلاَةَ..