Halaman

Jumat, 25 Mei 2012

KESALAHAN BERBAHASA INDONESIA


Kesalahan-kesalahan Berbahasa Indonesia
Pembelajar Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Asing:
Sebuah Penelitian Pendahuluan

Setya Tri Nugraha
Universitas Sanata Dharma

Abstract


Indonesian as second or foreign language  has been developing well both in Indonesia and a broad. This  development should be accompanied by research in any area, methodology, material development, and error in learning.

This research aims to describe the error of Indonesian learners and proposed the alternative remedial programs in order to eliminate the error. The writer hopes that the research finding would became a contribution to the Indonesian language teachers to achieve the learning objectives.

This research result is a description of the learner’s error on effectiveness of sentences, choice of words, affixes, conjunctions, words order, usage of “yang” , words pluralize, and usage of prepositions.

Remedial program suggested to anticipate the error are: (1) limiting the domain of the problems and deciding on teaching point; (2) giving clear examples and (3) giving enough chance for the learners to use the appropriate form in different situations.

________________


I. PENDAHULUAN


1.  Latar Belakang Masalah

Dewasa ini, bahasa Indonesia  semakin diminati oleh orang-orang asing atau orang luar negeri. Hal ini dapat dilihat dengan banyak dibukanya lembaga-lembaga yang mengajarkan bahasa Indonesia sebagai bahasa asing baik di Indonesia maupun di luar negeri. Di Indonesia, ada beberapa perguruan Tinggi yang mempunyai program pembelajaran bahasa Indonesia sebagai bahasa asing, antara lain: Universitas Indonesia, Jakarta, Universitas Atma Jaya Jakarta, IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, IKIP Bandung, IKIP Padang, Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, IKIP Malang, dan Universitas Gajah Mada. Selain itu banyak pula lembaga-lembaga kursus yang menyelenggarakan program ini. Beberapa contoh yang ada di Yogyakarta antara lain, Wisma Bahasa, Puri Bahasa Plus, Realia, dan Colorado.
Sementara itu,  di luar negeri pun banyak berdiri lembaga-lembaga yang menyelenggarakan pembelajaran, pelatihan dan kursus bahasa Indonesia. Sebagai contoh, di Italia terdapat beberapa lembaga dan universitas yang menyelenggarakan kursus dan studi bahasa Indonesia antara lain, Instituto Universitario  Orientale Napoli , Lembaga Ilmiah IsMEO/IsAo di Roma dan Milona, Lembaga Kebudayaan Istituto per l’Oriente di Roma, CELSO (Centro Lombardia Studi Orientele di Genova, dan Lembaga Tinggi Keagamaan milik Vatikan, Ponrificia Universita Gregoriana (Soenoto, 1998: 1-2)
Sementara itu, di Thailand ada 5 universitas yang menawarkan program studi Bahasa Indonesia/ Bahasa Melayu yaitu, Universitas Chulalongkorn, Universitas Mahidol, Universitas, Prince Songkhlanakkharin, dan Universitas Ramkhamhaeng (Nimmanupap, 1998: 1).
 Pembelajaran Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA) ini dimaksudkan untuk memperkenalkan bahasa Indonesia kepada para penutur asing  untuk berbagai kepentingan baik pengajaran atau pun komunikasi praktis.
Selain itu, pembelajaran bahasa Indonesia sebagai bahasa asing, sebagaimana pula bahasa lain sebagai bahasa asing, bertujuan memberikan penguasaan lisan dan tertulis kepada para pembelajar. Hal ini mengandung maksud bahwa mereka diharapkan mampu mempergunakan bahasa Indonesia untuk berbicara dengan lancar dan sekaligus dapat mengerti bahasa yang diujarkan penutur aslinya (Wojowasito, 1977: 1-2).
Tujuan pembelajaran bahasa Indonesia (dan atau bahasa-bahasa lainnya) sebagai bahasa asing tidak mudah dicapai karena dalam proses pembelajarannya pastilah dijumpai banyak permasalahan. Salah satu permasalahan itu berupa kesalahan-kesalahan berbahasa oleh para pembelajar yang bila tidak segera diidentifikasi akan mengakibatkan kendala berkelanjutan dalam proses pembelajaran bahasa. Apabila hal ini terjadi –belum diidentifikasikannya kesalahan berbahasa secara tepat dan sistematis—dikhawatirkan terjadi ketidaktepatan dalam pemilihan strategi pembelajaran  yang mengakibatkan tidak tercapainya tujuan pembelajaran bahasa tersebut.
 Kita harus tahu jenis kesalahan yang dilakukan oleh pembelajar terlebih dahulu sebelum melakukan analisis lanjutan. Ada dua jenis kesalahan berbahasa yakni,  (1)  kesalahan terbuka dan (2) kesalahan tertutup. Kesalahan terbuka adalah kesalahan berbahasa pada tingkat ketatabahasaan yang terlihat dalam kalimat-kalimat yang dihasilkan pembelajar. Kesalahan tertutup merupakan kesalahan yang tersembunyi di balik kalimat yang tersusun secara benar menurut tata bahasa; secara benar menurut kaidah ketatabahasaan tetapi tidak benar dari sudut semantiknya. Lebih lanjut dikatakan  bahwa kesalahan-kesalahan terjadi karena adanya kesulitan dari pembelajar mempunyai arti yang penting bagi peneliti yaitu mereka dapat bukti tentang cara bahasa itu dipelajari terlebih dapat diketahui strategi atau metode yang tepat untuk pembelajarannya (Soenardji, 1989: 143-144).
Mengingat adanya masalah dalam pembelajaran bahasa Indonesia sebagai bahasa asing karena terjadinya kesalahan berbahasa pembelajar, peneliti tertarik untuk mengkaji lebih lanjut permasalahan kesalahan-kesalahan berbahasa Indonesia yang dilakukan oleh para pembelajar bahasa Indonesia sebagai bahasa  asing dan mencoba mengajukan alternatif pengajaran remedi agar kesalahan-kesalahan itu berkurang. Orientasi idealis penelitian ini adalah dengan diidentifikasinya kesalahan-kesalahan berbahasa mereka, sekaligus klasifikasinya  dapat ditentukan tahapan-tahapan pembelajarannya sehingga dapat memberikan sumbangan berarti pada program pembelajaran bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA).

2.  Rumusan Masalah

            Berdasarkan latar belakang  di atas, permasalahan penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.   Apa sajakah  kesalahan berbahasa Indonesia yang dilakukan oleh para pembelajar Bahasa Indonesia sebagai bahasa asing?
2.   Bagaimanakah alternatif strategi pengajaran remedi untuk mereduksi kesalahan-kesalahan berbahasa tersebut?

3. Tujuan Penelitian

            Tujuan – tujuan penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.    Mendeskripsikan kesalahan-kesalahan berbahasa Indonesia oleh para pembelajar Bahasa Indonesia sebagai bahasa asing setelah adanya tahapan pengenalan atas kesalahan, identifikasi, dan klasifikasi kesalahan-kesalahan tersebut.
2.    Mengajukan alternatif pengajaran remedi agar kesalahan-kesalahan tersebut tereduksi dan tidak terulang lagi pada pembelajaran selanjutnya.

4. Manfaat penelitian
Hasil-hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu pembelajar bahasa Indonesia sebagai bahasa asing agar tidak melakukan kesalahan-kesalahan berbahasa Indonesia, dan memberi sumbangan pada para pengajar dalam menentukan strategi pembelajaran bahasa Indonesia sebagai bahasa asing dengan tepat sehingga tujuan pembelajaran bahasa tersebut dapat tercapai.
Selain itu, hasil  penelitian ini diharapkan juga dapat memberi sumbangan pemikiran kepada para perencana kurikulum  --dalam arti luas—pembelajaran Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA) sehingga dapat memberikan penekanan-penekanan yang tepat pada aspek-aspek bahasa yang hendak di ajarkan atau direncanakan bagi para penutur asing yang belajar Bahasa Indonesia sehingga proses pembelajarannya dapat berlangsung dengan efektif dan efisien.

5. Tinjauan Pustaka dan Landasan Teori

a. Tinjauan Pustaka

            Beberapa amatan mengenai kesalahan atau kesulitan berbahasa Indonesia para pembelajar asing antara lain ditulis oleh Spillane (1993), Dardjowidjojo (1995), dan  Munawarah (1996).
            Spillane (1993: 1-4), dalam makalahnya yang berjudul “Kesulitan Orang Asing Belajar Bahasa Indonesia”, menguraikan hasil refleksi  pengalaman pribadinya sebagai orang Amerika  selama belajar bahasa Indonesia. Ia menyatakan bahwa kebiasaan belajar yang terlalu visual mengakibatkan kemampuan menangkap ujaran yang dituturkan orang lain tidak terlalu baik. Jadi, masalah yang dialami lebih pada menangkap tuturan lisan dari mitra bicaranya. Beberapa kesalahan yang dialaminya antara lain, pemilihan afiks yang tepat,  penentuan  asimilasi bunyi,  penentuan makna kata setelah mendapat imbuhan, pembentukan konstruksi pasif - aktif, pengucapan bunyi-bunyi sengau, pemakaian kata depan, pemakaian penggolong nomina, dan penerjemahan nomina yang disertai lebih dari satu ajektiva, serta kesalahan dalam memilih kata yang tepat untuk ujaran tertentu.
Dardjowidjojo (1995: 1-10) secara umum memaparkan  masalah-masalah yang dialami oleh pembelajar asing dalam pembelajaran bahasa Indonesia. Pertama, bentuk kelas individual dan kelas klasikal sering menimbulkan masalah bagi pembelajar. Hal ini disebabkan kemampuan awal bahasa target/bahasa tujuan  yang dimiliki pembelajar tidak sama sehingga ada ketimpangan kemampuan di kelas. Kedua, bahan pembelajaran  yang tidak sesuai dengan tingkat penguasaan bahasa dan latar belakang pembelajar menimbulkan kesulitan tersendiri dalam pemahamnnya. Ketiga, metode pengajaran  yang dipakai dalam pembelajaran tidak tepat. Keempat, kualifikasi pengajar yang relatif rendah, dan masalah kelima adalah  penyelenggaraan kursus yang tidak “well-organized”. Kelima masalah tersebut mengakibatkan pembelajaran bahasa Indonesia kurang efektif dan pencapaian tujuannya kurang optimal.
            Sementara itu, Munawarah (1996: 1-6) mencatat tiga jenis kesalahan penulisan yang dilakukan pembelajar asing ketika mereka membuat karangan. Kesalahan tersebut meliputi (1) kesalahan memilih kata untuk mewakili konsep-konsep, (2) kesalahan di bidang ejaan, dan (3) kesalahan tata bahasa yang terdiri atas kesalahan imbuhan, kesalahan aktif-pasif, kesalahan konjungsi dan preposisi, serta kesalahan susunan kalimat. Dia mengajukan  dua langkah pemecahan masalah, (1) mendiskusikan kesalahan itu bersama-masa, dan (2) memberi latihan mencari kesalahan dalam suatu paragraf. Namun demikian pengamatan ini belum mengarah pada latar belakang pembelajar dan pemecahan masalah yang komprehensif.

b. Landasan Teori
Beberapa referensi yang berguna bagi landasan berpijak untuk penelitian ini antara lain: Norish (1983) tentang pembelajar bahasa dan kesalahan-kesalahannya, termasuk di dalamnya kesalahan pembelajar dalam menulis; H.V. George (1972)  mengenai kesalahan-kesalahan umum yang dilakukan oleh pembelajar, beberapa penyebab kesalahan berbahasa, dan cara mengatasi  kesalahan berbahasa; O’Grady, et.al. (1989) tentang kesalahan berbahasa yang dihubungankan dengan masalah interlanguage dan interference dalam  perolehan bahasa kedua (L2); Tarigan (1988) mengenai teori kesalahan berbahasa dan langkah-langkah dalam melakukan analisis kesalahan berbahasa; Tarigan (1989) yang membahas secara rinci pengajaran remedi bahasa sebagai tindak lanjut ditemukannya berbagai kesalahan berbahasa agar kesalahan-kesalahan tersebut tidak terjadi lagi dalam proses pembelajaran bahasa asing/kedua; Lightbown dan Nina Spada (1999) mengenai pembelajaran bahasa kedua dan berbagai aspeknya. Referensi-referensi tentang tata bahasa Indonesia dan aspek-aspeknya dapat dirunut dari  Alieva et. Al (1991), Moeliono (1993), Dardjowidjoyo (1984).
Norish (1983: 6-8) memandang perlunya membedakan tiga tipe penyimpangan berbahasa yang berbeda . Tiga hal itu meliputi error, mistake, dan lapse. Error , kesalahan, merupakan penyimpangan berbahasa secara sistematis dan terus-menerus sebagai akibat belum dikuasainya kaidah-kaidah atau norma-norma bahasa target. Mistake, kekeliruan,  terjadi ketika seorang pembelajar  tidak secara konsisten melakukan penyimpanagn dalam berbahasa. Kadang-kadang pembelajar dapat mempergunakan kaidah/norma yang benar tetapi kadang-kadang mereka membuat kekeliruan  dengan mempergunakan kaidah/norma dan bentuk-bentuk yang keliru. Lapse, selip lidah, diartikan sebagai bentuk penyimpangan  yang diakibatkan karena pembelajar kurang konsentrasi, rendahnya daya ingat atau sebab-sebab lain yang dapat terjadi kapan saja dan pada siapa pun.
Selain membedakan berbagai bentuk penyimpangan berbahasa, Norish juga menyatakan bahwa kesalahan-kesalahan berbahasa pembelajar dapat dijadikan alat bantu yang positif dalam pembelajaran karena dapat dipergunkan oleh pembelajar  maupun pengajar dalam mencapai tujuan pembelajaran bahasa...” some good pedagogical reasons have been suggested for regarding errors made bay learners of  foreign language leniently but the most important reason is that the error itself may actually be a necessary part of learning a language “(Norish, 1983: 6).
Berkaitan dengan kesalahan dalam menulis, Norish berpendapat bahwa penting untuk mendorong pembelajar dapat menyusun kalimat-kalimat mereka secara tertulis sehingga kesalahan-kesalahan yang dibuat hendaknya direduksi bahkan dihilangkan sama sekali....”it was vital that people should be educated to construct grammatically acceptable sentence and be able to spell correctly...because of this, a great deal of attention has traditionally been given to writing and error in the medium  tend to be regarded as indicative of some type of failure”(Norrish, 1983: 65).
 Untuk itu,  Norish mengajukan beberapa alternatif koreksi kesalahan dalam menulis antara lain, (1) memeriksa pekerjaan dalam  kelompok atau secara berpasangan, (2) melakukan aktivitas dengan keahlian terpadu, (3) mempergunakan kode-kode koreksi untuk menandai pembetulan atas kesalahan-kesalahan yang dibuat pembelajar.
George (1972: 2)  berpendapat bahwa ...an error is an “unwanted form”, specifically, a form which a particular course designer or teacher does not want, --kesalahan adalah sebuah bentuk yang tidak diinginkan, khususnya, bentuk yang tidak diinginkan oleh para perancang kursus dan para guru. Hal ini berkaitan erat dengan adanya standar-standar tertentu yang telah digariskan oleh guru dan penyusun kurikulum. Penyimpangan atas standar-standar tersebut berarti melakukan kesalahan dan harus segera diantisipasi dan diatasi.
Sebagai langkah antisipasi, ia mengajukan dua alternatif, (1) memberi waktu khusus untuk melakukan koreksi atas kesalahan-kesalahan, (2) mengarahkan sikap dan perasaan  pembelajar pada bentuk-bentuk standar bahasa target. Apabila langkah antisipasi gagal dan terjadi kesalahan berbahasa, maka diperlukan langkah-langkah remedi yang meliputi: (1) mengidentifikasi dan mendaftar bentuk-bentuk yang tidak diinginkan, (2) menyeleksi sejumlah bentuk yang tidak diinginkan tersebut untuk proses remedi, (3) mempelajari setiap kesalahan yang sudah diseleksi  sebagai bahan pertimbangan penyiapan bahan untuk pembelajaran ulang dengan pendekatan yang berbeda terhadap bentuk-bentuk yang diinginkan, (4) menentukan organisasi dan strategi pembelajaran dalam kelas sehingga hasil remedi ini dapat diaplikasikan, (5)  memilih dan membuat materi remedi untuk kesalahan-kesalahan khusus, dan (6) menerapkan hasil-hasil tersebut dalam proses pembelajaran dan aktivitas kelas secara terus-menerus dengan tetap memperhatikan kesalahan-kesalahan yang terjadi (Norrish, 1972: 80).
Sementara itu O’Grady menghubungkan ‘errors analysis´ dengan ’contrastive analysis’  dengan asumsi bahwa kesalahan-kesalahan berbahasa yang diproduksi oleh pembelajar akan terjadi pada titik-titik di mana dua bahasa tidak ada kemiripannya...’it was claimed that the error produced by the learner would occur at those points at which the two languages were dissimilar’. Dengan pembandingan dua bahasa ini (L1 dan L2), masalah-masalah potensial (kesalahan-kesalahan) dapat diprediksi dan difokuskan dalam pembelajaran bahasa target (O’Grady, 1989:      ).
O’Grady juga menyatakan bahwa...’ an approach known as error analysis saw errors as indicator of the learner’s current underlying knowledge of the second language, or as a clues to the hypothesis that a learner my be testing about the second language....’   yang erat hubungannya dengan adanya  interlanguage” dan ‘interference’  dalam pembelajaran bahasa kedua (L2), termasuk-kesalahan-kesalahan berbahasanya.
Mengenai klasifikasi kesalahan berbahasa, ia mengklasifikan kesalahan menurut sistem gramatikal yang meliputi: fonologi, sintaksis, morfologi, dan semantik, dan klasifikasi kesalahan karena adanya penghilangan, penambahan, dan penggantian bentuk-bentuk tertentu.
Senada dengan O’Grady, Tarigan menyatakan bahwa kesalahan berbahasa sering dijumpai dalam pembelajaran bahasa, baik pembelajaran bahasa kedua atau juga dalam pembelajaran bahasa pertama. Untuk itu, diperlukan suatu prosedur untuk mengurangi atau bahkan menghilangkan sama sekali kesalahan-kesalahan tersebut.
Tarigan mengajukan langkah-langkah prosedur tersebut yang merupakan modifikasi langkah-langkah analisis  kesalahan  yang diajukan Ellis (1986)  dan Sidhar (1985).  Langkah-langkah tersebut dijelaskan sebagai berikut: (1) mengumpulkan data yang berupa kesalahan-kesalahan berbahasa yang dibuat pembelajar, (2) mengidentifikasi dan mengklasifikasi kesalahan; tahap  pengenalan dan pemilah-milahan kesalahan berdasarkan kategori ketatabahasaan, (3) membuat peringkat kesalahan yang berarti membuat urutan kesalahan berdasarkan keseringan kesalahan-kesalahan itu muncul, (4) menjelaskan kesalahan dengan mendeskripsikan letak kesalahan, sebab-sebabnya dan pemberian contoh yang benar, (5) membuat perkiraan daerah atau butir kebahasaan yang rawan menyebabkan kesalahan, dan (6) mengoreksi kesalahan berupa pembetulan dan penghilangan kesalahan berupa penyusunan bahan yang tepat dan penentuan strategi pembelajaran yang serasi (Tarigan, 1988: 71-72).
Langkah-langkah di atas tidaklah terlalu jauh berbeda dengan langkah-langkah yang diajukan oleh  George sebagaimana telah diuraikan di depan. Langkah-langkah inilah yang akan diikuti/dipakai dalam penelitian ini.
Selain langkah-langkah yang diajukan di atas, Tarigan juga mengajukan tahap-tahap pembelajaran remedi sebagai tindak lanjut dari identifikasi dan analisis kesalahan-kesalahan berbahasa. Tahap-tahap itu meliputi, diagnosis kesalahan, perawatan/penyembuhan kesalahan, penanggulangan kesalahan dan perbaikan kesalahan. Pembelajaran remedi ini hendaknya didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan (1) frekuensi kesalahan, (2) kesalahan insidental atau kesalahan abadi/terus-menerus, (3) dampak kesalahan tersebut terhadap performansi berbahasa pembelajar, (4) dampak kesalahan tersebut terhadap pemaknaan bahasa,  (5) peluang keberhasilan dalam  pengurangan kesalahan, (6) dampak pada pembelajar itu sendiri (Tarigan, 1988: 50-56).
Mengenai metode pembelajaran remedi, diusulkan beberapa tahap antara lain:
1.   membatasi ranah masalah dan menentukan ‘teaching point’,
2.   memberi contoh-contoh yang jelas mengenai bentuk-bentuk yang benar dari kesalahan-kesalahan yang mereka buat,
3.   memberi kesempatan yang cukup dalam penggunaan bentuk-bentuk yang tepat dalam berbagai konteks bahasa.
Sementara itu, Lightbown dan Nina Spada memberikan alternatif usulan pembelajaran bahasa kedua/asing yang memungkinkan tereduksinya kesalahan-kesalahan berbahasa. Usulan itu dirumuskan dalam kalimat-kalimat imperatif sebagai berikut:
1.   Get it right from beginning, betul/benar sejak awal,
2.   Say what you mean and mean what you say, katakanlah apa yang Anda maksudkan, dan artikan apa yang Anda katakan,
3.   Just listen...and read, dengarkanlah dan baca,
4.   Teach what is teachable, ajarkanlah apa yang bisa diajarkan,
5.   Get it right in the end, betul/benar di akhir (Lightbown,1999: 117-152)
Rumusan-rumusan di atas diajukan untuk melokalisir atau mengeliminir kesalahan-kesalahan yang mungkin muncul dalam kelas pembelajaran bahasa kedua atau bahasa asing.

 

6. Metode Penelitian

a. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang membuat gambaran secara jelas mengenai suatu hal/fenomena dan sekaligus menerangkan hubungan, menentukan prediksi serta mendapatkan makna dan implikasi dari suatu masalah yang ingin dipecahkan.
b. Populasi Penelitian
Johnson (1992: 110-111) mendefinisikan populasi sebagai ...the entire group of entities or persons to which the results of a  study are intended to apply. In addition to entities and persons, a population of interest may be a set of instances of language use, such as conversation or written texts . Sesuai dengan definisi di atas, populasi penelitian ini adalah kesalahan yang ada dalam  karangan/komposisi dan tes tertulis yang dihasilkan pembelajar asing yang belajar bahasa Indonesia di Indonesian Language and Culture Intensive Course (ILCIC)  tahun 1999-2000. Karangan yang dianalisis sejumlah 70 buah karangan. Ketujuh puluh karangan tersebut kemudian dibaca ulang dan kesalahan-kesalahannya dicatat dalam suatu tabel. Dari hasil pembedaan dan pencatatan tersebut terdapat 423 pernyataan yang mengandung kesalahan. Setelah itu, proses selanjutnya adalah klasifikasi kesalahan dalam berbagai  tataran linguistik.

c. Sumber dan Analisis Data

Data-data penelitian di ambil dari  komposisi  para pembelajar/penutur asing yang mempelajari bahasa Indonesia sebagai bahasa asing yang dikumpulkan dan mencatat kesalahan-kesalahan yang  ada dalam komposisi dan dicatat dalam sebuah tabel untuk selanjutnya diklasifkasikan. Komposisi  ini dijadikan data penelitian  karena data ini dapat diamati  secara langsung dalam bentuk tertulis  sehingga memudahkan proses identifikasi dan klasifikasi kesalahan .
Analisis data dilakukan dengan identifikasi kesalahan-kesalahan berbahasa. Setelah diidentifikasi, kesalahan-kesalahan berbahasa tersebut diklasifikasikan dalam kelompok-kelompok tertentu sehingga akan terlihat kesalahan-kesalahan berbahasa yang sering dilakukan oleh pembelajar.    Apabila  langkah-langkah di atas sudah dilakukan, penentuan alternatif pembelajaran remedinya dapat dilakukan dengan tetap memperhatikan tingkat kesalahan yang dibuat oleh pembelajar untuk menentukan prioritas pembelajarannya.

d. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Pusat Pengembangan dan Pelatihan Bahasa (P3 Bahasa) Universitas Sanata Dharma Yogyakarta pada devisi  Indonesian Language and Culture Intensive Course (ILCIC).


II. KESALAHAN-KESALAHAN BERBAHASA INDONESIA
PEMBELAJAR BIPA

Pada bab ini, akan dipaparkan hasil analisis atas kesalahan-kesalahan berbahasa Indonesia para pembelajar BIPA  di ILCIC, P3 Bahasa, Universitas Sanata Dharma, periode 1999-2000 beserta contoh-contoh kesalahannya.
Kesalahan-kesalahan tersebut meliputi: (1) ketidakefektifan kalimat (2) kesalahan pemilihan kata (3) kesalahan penggunaan afiks (4) tidak lengkapnya fungsi-fungsi kalimat (5) kesalahan pemakaian preposisi (6) pembalikan urutan kata (7)  kesalahan penggunaan konstruksi pasif (8) kesalahan pemakaian konjungsi (9) ketidaktepatan pemakaian  yang  (10) kesalahan dalam pembentukan jamak dan. .Gambaran lengkap mengenai kesalahan-kesalahan tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 2.1.  Persebaran kesalahan-kesalahan berbahasa Indonesia

                                                                                               
Jenis Kesalahan
Jumlah Kesalahan
Keterangan
1.      Keefektifan kalimat
422
Kalimat-kalimat yang ada sebagian besar tidak mempunyai kesatuan informasi atau ide.
2.      Diksi
228
Kesalahan pemakaian ada   dengan  adalah sebanyak 28;  ada juga kesalahan penggunaan kita  dengan  kami; berangkat dengan meninggalkan; cara  dengan secara; tidak  dengan  bukan; ada  dengan mempunyai
3.      Afiksasi
203
Lihat tabel 2 .2
4.      Tidak lengkapnya fungsi Kalimat
113
Ketidaklengkapan fungsi kalimat meliputi tidak adanya subjek, predikat yang tidak jelas, penghilangan objek  pada verba transitif
5.      Urutan kata
74
Kesalahan urutan kata berupa pembalikan urutan frasa yang berpola D - M menjadi M – D

6.      Preposisi
52
Pemakaian preposisi di sering rancu dengan pemakaian dalam
7.      Konstruksi pasif
37
Kalimat-kalimat yang seharusnya menggunakan bentuk pasif masih menggunakan bentuk aktif dan sebaliknya.
8.      Konjungsi
25

9.      Pemakaian “yang”
17
Bentuk ‘yang’  kadang hadir ketika kalimat/pernyataan tidak menuntut kehadiran  yang  dan sebaliknya, tidak digunakan ketika sebuah ujaran menghendaki pemakaian yang.
10.    Penjamakan
9

Kesalahan dilakukan dengan  dipergunakannya bentuk ulang yang berarti jamak walaupun sudah ada penanda jamak lainnya.
Jumlah
1180


Kesepuluh bentuk kesalahan di atas akan diuraikan satu per satu dan disertai dengan contoh-contoh seperlunya.

1. Kesalahan Keefektifan Kalimat
Kalimat-kalimat yang dibuat pembelajar tidak efektif karena tidak adanya kesatuan informasi/arti dan bentuk. Kalimat yang dibuat mengandung lebih dari satu kesatuan informasi sehingga sering menimbulkan kerancuan dan ketidaktepatan arti.  Bahkan, ada banyak pernyataan yang hanya berisi jajaran kata-kata saja tanpa arti yang jelas sehingga tidak membentuk sebuah kalimat yang utuh dari segi bentuk dan maknanya. Ada 422 kalimat dengan tipe ini. berikut ini beberapa contoh pernyataan-pernyataan tersebut beserta alternatif pembenarannya.

Contoh-contoh  kesalahan keefektifan kalimat:
(1)    Sering keluarga yang dari daerah pedalaman tinggal di luar kota lama dan banyak adalah petani.
(2)    Setelah itu, kendi adalah sedia untuk membakar dengan teknik ada primitiv sekali.
(3)    Menduduki dalam lingkaran tertawa, makanan, menyanyikan dengan ibu, tutor-tutor dan temannya beristirahat nanti hari ini mengunjungi tempat-tempat lain di cuaca panas.
(4)    Kami juga mengunjungi orang Jawa di pabrik batik ialah pengalaman lain yang saya mau itu paling baik supaya melihat-lihat jenis berbeda batik.
(5)    Bagaimanapun dewasa ini pemerintah saya mempunyai dana perwalian  dan suatu doktor bisa pekerjaan banyak alternatif ke obat yang modern, misalnya chiropractice, acupunture, aromatherapy, ahli pengobat dengan menggunakan kebatinan (faith healing) reflexology dan hypnotherapy.

Alternatif pembenarannya:
(1)    Keluarga dari daerah pedalaman, yang sebagaian besar adalah petani,  sering tinggal di luar kota untuk waktu yang lama.
(2)    Setelah itu, kendi tersebut siap untuk dibakar dengan teknik tradisional.
(3)    Setelah mengunjungi beberapa tempat, kami dan para tutor beristirahat dengan duduk  melingkar sambil menyanyi, bercanda, dan makan makanan yang disiapkan oleh ibu itu.
(4)    Kami  mengunjungi orang Jawa di pabrik batik untuk melihat jenis-jenis batik yang berbeda. Kegiatan itu merupakan  pengalaman lain yang paling baik bagi kami.
(5)    Dewasa ini, pemerintah saya mempunyai dana perwalian yang memungkinkan seorang dokter bisa memadukan pengobatan  alternatif dengan  obat yang modern seperti,  chiropractice, acupunture, aromatherapy, faith healing, eflexology dan hypnotherapy.

2. Kesalahan Pemilihan Kata
Sebuah kata mengemban peran yang penting dalam sebuah kalimat/tuturan karena  arti atau makna sebuah kalimat dapat dibangun dengan pemilihan kata yang tepat. Apabila terjadi kesalahan pemilihan kata  maka akan terjadi pergeseran  arti/ makna kalimat, tidak sebagaimana diinginkan oleh penulisnya.  Bagi pembaca, kesalahan tersebut akan menimbulkan kesalahpaham atas arti/makna yang dimaksudkan penulis.
 Penelitian ini memberi gambaran yang jelas bahwa para pembelajar BIPA banyak melakukan        kesalahan dalam pemilihan kata ketika mereka menyusun kalimat-kalimat dan atau paragraf. Dari analisis data, terdapat 228 kesalahan dalam pemilihan kata. Kesalahan yang mereka lakukan meliputi (1) penggunaan kata yang benar-benar tidak tepat  untuk suatu konteks kalimat tertentu (2) penggunaan kata yang tidak lazim dalam konteks masyrakat Indonesia (3) pengunaan sinonim kata yang tidak tidak benar-benar tepat sebagaimana dituntut konteks kalimat tertentu (4) kerancuan dalam penggunaan kata-kata yang mirip, seperti penggunaan ada dan adalah , mudah dan murah, dsb. (5) penggunaan kata-kata yang merupakan hasil terjemahan secara harafiah dan (6) kesalahan penggunaan kata  terjemahan  yang bersinonim, seperti kata to leave yang terjemahan bahasa Indonesianya meninggalkan  dan berangkat. Pasangan kata seperti inilah yang sering dikacaukan dalam penggunaannya.
Beberapa kata yang  kesalahan pemakaiannya cukup sering adalah kata ada   yang dikacaukan dengan kata  adalah; penggunaan pronomina kita  dengan  kami (yang dalam bahasa Inggris ‘us’); kata  berangkat dengan kata meninggalkan; kata cara dengan kata secara;  kata tidak  dengan kata  bukan; kata ada  dengan kata mempunyi. Beberapa contoh kesalahan pembelajar dalam memilih kata di paparkan di bawah ini.

Contoh kesalahan pemilihan kata:
(1)    Situasi ini pusing untuk anak-anak dan bisa sangat mempengaruhi mereka.
(2)    Saya berbicara dengan sopir sambil naik. Dia ada sopir untuk enam tahun.
(3)    Adalah banyak penjual dan pembeli dalam pasar.
(4)    Kami berangkat SMA 3 kira-kira pada jam sepuluh malam.
(5)    Jam empat kami berangkat Hotel Radisson pergi ke Prambanan Temple.
(6)    Setelah itu bis mengambilkan kami ke tempat yang ramai.
(7)    Di Inggris masalah-masalah dengan disiplin sedang lebih jelek, misalnya kemangkiran dari sekolah, kedatangan yang terlambat dan kekerasan.
(8)    Menurut tradisi, orang Batak adalah petani nasi tetapi pada waktu sekarang ekonomi Batak sangat beruntung pada karet dan kopi. A

Alternatif pembenarannya:
(1)    Situasi ini membingungkan anak-anak dan  sangat mempengaruhi mereka.
(2)    Saya berbicara dengan sopir ketika sudah di dalam taksi. Dia sudah menjadi sopir selama enam tahun.
(3)    Ada banyak penjual dan pembeli di dalam pasar itu.
(4)    Kami meningglkan SMA 3 kira-kira pada jam sepuluh malam.
(5)    Pada jam empat, kami berangkat dari  Hotel Radisson dan  pergi ke Candi Prambanan.
(6)    Setelah itu, sopir bis mengantar kami ke tempat yang ramai.
(7)    Di Inggris, masalah disiplin  lebih jelek, misalnya ketidakhadiran ke sekolah,  keterlambatan masuk sekolah  dan  kekerasan.
(8)    Menurut tradisi, orang Batak adalah petani padi, tetapi  sekarang ekonomi masyrakat Batak lebih baik dengan perkebunan karet dan kopi. 

3. Kesalahan Penggunaan Afiks
Kesalahan penggunaan afiks yang ditemukan cukup beragam. Ada banyak ketidaktepatan dalam menentukan afiks yang akan digunakan dalam proses verbalisasi maupun nominalisasi. Afiks - afiks tersebut sering digunakan terbalik-balik, misalnya seharusnya memakai afiks me- tetapi menggunakan afiks ber- dan demikian pula sebaliknya. Ketidaktepatan tersebut akan berakibat tidak tepatnya sense  kalimat yang dibentuk dan bergesernya arti kalimat tersebut. Persebaran kesalahan pemakaian afiks tergambar jelas dalam tabel 2.2 berikut ini.







Tabel 2.2 Persebaran kesalahan penggunaan afiks.




me-
ber-
-an
per-
me-.-kan
per-an
ter-
dasar(i)
di
ke-an
-kan
pe-
me-i
ber--an
pe--an
me-i
-
1
1
-
-
1
-
1
7
-
-
-
-
-
-
1
me-
-
-
12
1
-
8
-
4
11
25
2
-
-
1
-
-
ber-
3
1
-
-
1
1
1
1
5
2
-
1
-
-
-
-
-an
-
-
1
-
-
-
1
-
7
-
2
-
-
2
-
--
per-
1

1
-
-
-
-
-
1
-
-
1
-
-
-
-
me-kan
1
4
8
-
-
-
-
-
2
-
1
-
-
-
-
1
per--an
-
-
3
-
-
-
-
-
1
-
-
-
1
-
-
1
ter-
-
1
-
-
-
-
-
-
1
2
-
-
-
1
-
-
dasar
-
4
8
2
-
2
2
1
-
-
2
5
-
-
-
1
di-
2
6
4
-
-
-
-
2
-
-
-
2
-
-
-
-
ke--an
-
-
-
-
-
1
-
1
4
-
-
-
-
-
-
-
-kan
-
-
-
-
-
-
-
-
2
-
-
-
-
-
-
-
pe-
-
-
2
-
-

-
-
-
-
-
-
-
-
-
1
ber--an
-
1
-
-
-
-
1
-
2
-
-
-
-
-
-
-
pe--an
1
3
1
1

1
1
-
-
-
-
-
-
-
-
-


Dari data di atas, dapat diketahui bahwa kesalahan penggunaan afiks me-, yang dikacaukan dengan penggunaan afiks di-  cukup banyak yaitu 25 kali dan ini merupakan kesalahan terbanyak. Hal ini juga berkaitan dengan bentuk aktif dan pasif yang akan diuraikan tersendiri. Kesalahan lain yang intensitasnya cukup sering dilakukan adalah penggunaan afiks me- yang dikacaukan pemakaiannya dengan afiks ber- sejumlah 12 kesalahan. Jumlah ini selisih satu kesalahan dibandingkan dengan kesalahan penggunaan afiks me- yang dikacaukan dengan penggunaan verba bentuk dasar dan verba bentuk dasar + -i. Kesalahan lain yang intensitas terjadinya relatif sering adalah penggunaan afiks me- yang dikacaukan dengan afiks me-....-kan, afiks me-....-kan yang dikacaukan penggunaannya dengan afiks ber-, dan penggunaan verba bentuk dasar yang dikacaukan pemakaiannya dengan afiks ber-. Kesalahan teresebut masing-masing sebanyak 8 buah. Kesalahan-kesalahan lain yang berjumlah 5-7 buah tersebar dalam beberapa afiks sebagaimana terdapat dalam tabel 2.2.

 Contoh kesalahan-kesalahan penggunaan afiks:
(1)    Saya nikmat perjalan di Indonesia.
(2)    Kalau orang tua perceraian, anaknya sering tinggal dengan ibunya.
(3)    Ketika saya membaca tentang perkelahian pelajar, saya mengherankan.
(4)    Kain batik paling terkenal di Australia dan sekarang saya tahu bagaimana batik membuat menggunakan dua cara, batik cap dan batik tulis tangan.
(5)    Di Inggris guru-guru harus beruniversitas untuk tiga tahun kemudian mereka harus pergi ke mengajar TCC (teacher training college) untuk satu tahun.
(6)    Lebih dari itu, Soeharto memperlihatkan menarik di Agama Islam.
(7)    Untuk menulis presentasi ini, saya dibicara dengan tiga orang.
(8)    Mungkin mayoritas orang Indonesia merasa kecemburuan kepada orang asing.
(9)    Dia menyuruh Kunto menyanyakan polisi.
(10)    Dalam karangan ini saya akan membicara tentang perbedaan keluarga di Yogyakarta atau Jaaawa dan di Inggris.
Alternatif pembenarannya:
(1)          Saya menikmati perjalanan  di Indonesia.
(2)          Kalau orang tua bercerai, anak-anaknya sering tinggal bersama ibunya.
(3)          Ketika saya membaca berita tentang perkelahian pelajar, saya heran.
(4)          Kain batik paling terkenal di Australia dan sekarang saya mengetahui cara membuat  batik yang menghasilkan dua jenis batik,  batik cap dan batik tulis tangan.
(5)          Di Inggris, guru-guru harus belajar di universitas selama tiga tahun kemudian mereka harus belajar di  TCC (Teacher Training College) selama satu tahun.
(6)          Lebih dari itu, Soeharto memperlihatkan ketertarikannya pada Agama Islam.
(7)          Untuk menulis presentasi ini, saya berbicara dengan tiga orang.
(8)          Mayoritas orang Indonesia merasa cemburu kepada orang asing.
(9)          Dia menyuruh Kunto bertanya kepada polisi.
(10)      Dalam karangan ini, saya akan membicarakan perbedaan keluarga di Yogyakarta atau Jawa dengan keluarga di Inggris.

4. Kesalahan karena Tidak Lengkapnya Fungsi Kalimat
Kesalahan-kesalahan ini berupa ketidaklengkapan fungsi kalimat yang meliputi tidak adanya subjek, predikat yang tidak jelas, dan penghilangan objek  pada predikat berverba transitif. Kesalahan tipe ini berjumlah 113 buah. Kesalahan tersebut terbagi atas 49 kesalahan karena tidak bersubjek, 45 kesalahan karena predikat yang tidak jelas, dan 19 kesalahan karena tidak adanya objek pada predikat yang berverba transitif. Berikut ini akan disajikan contoh kesalahan-kesalahan tersebut.
Contoh kesalahan karena tidak bersubjek: 
(1)          Di keraton menarik dan indah tetapi cuaca lembab dan panas.
(2)          Menurut  orang wawancara di Indonesia ada yang bermacam-macam di dapatkan daerah ke daerah.
(3)          Untuk saya mengerti bagaimana mahasiswa mahasiswa tentang pendidikan Indonesia dan khususnya pengajaran Bahasa Inggris.
(4)          Salah satu utama kebaikan  ialah rata-rata guru, saya mengerti bahwa in bagus, semua mahasiswa dikesan.
(5)          Sementara adalah orang yang mau belajar, untuk menjadi guru ide bagus!

Alternatif pembenarannya,
(1)          Keraton Yogyakarta  menarik dan indah tetapi cuaca hari ini  lembab dan panas.
(2)           Menurut  orang yang saya wawancarai,   Indonesia mempunyai  bermacam-macam kesenian yang berbeda di setiap  daerah.
(3)          Saya mengerti pendapat para mahasiswa tentang pendidikan di Indonesia,  khususnya sistem pengajaran Bahasa Inggris.
(4)          Salah satu keunggulan utama ialah kualitas rata-rata guru. Saya mengerti bahwa ini yang membuat  semua siswa terkesan.
(5)          Ada banyak orang yang  mau belajar untuk menjadi guru. Ini ide bagus!

Contoh kesalahan karena predikat kalimat yang tidak jelas
(1)          Lebih dari itu, Aromatheraphy ini untuk ketegangan dan kesantaian, ini lebih baik membakar minyak di dalam kamar.
(2)          Umumnya kenakalan remaja dari rumah atau keluarga rusak.
(3)          Dulu sebagian besar guru di Tim-tim dari pulau-pulau di Indonesia, tetapi sekarang mereka berangkat dari Tim Tim dan tidak cukup guru untuk sekolah di sana.
(4)          Di Indonesia ada banyak upacara adat, setiap suku aturan-aturan yang  harus dilakukan sebelum upacara pernikahan.
(5)          Orang-orang yang tinggal di kota berbedaan.

Alternatif pembenarannya:
(1)          Lebih dari itu, Aromatheraphy ini berfungsi untuk menghilangkan ketegangan dan menciptakan rasa santai. Ini dilakukan dengan membakar minyak wangi  di dalam kamar.
(2)          Umumnya, kenakalan remaja bermula dari keluarga yang tidak harmonis.
(3)          Dulu, sebagian besar guru di Tim-Tim berasal dari berbagai pulau di Indonesia, tetapi sekarang mereka meninggalkan  Tim-Tim sehingga tidak ada cukup banyak guru untuk sekolah-sekolah  di sana.
(4)          Di Indonesia, ada banyak upacara adat.  Setiap suku memiliki aturan-aturan yang  harus dilakukan sebelum upacara pernikahan.
(5)          Orang-orang yang tinggal di kota berbeda mempunyai kebiasaan yang berneda pula.

Contoh-contoh  kesalahan karena tidak adanya objek dalam kalimat yang berpredikat verba transitif.
(1)          Saya menikmati banyak sekali.
(2)          Seorang anak jalanan berbicara kepada saya kalau orang tua angkat mengusir ketika dia berumur sepuluh.
(3)          Upacara ini menunda sampai kelurga bisa mempunyai kadang-kdang ada beberapa bulan.
(4)          Bagaimanapun, mereka menjual terbang onderdil  kemudian British aerospace pegawai bepergian dari Inggris ke Indonesia.
(5)          Hidup suku Dani tidak rusah merubah tetapi saya pikir ubah akan menjadi tak dapat dielakkan.

Alternatif pembenarannya:
(1)    Saya sangat menikmati perjalanan ini.
(2)    Seorang anak jalanan berbicara kepada saya bahwa orang tua angkatnya mengusir dia  ketika dia berumur sepuluh tahun.
(3)    Upacara ini ditunda beberapa bulan sampai keluarga mempunyai cukup banyak uang.
(4)    Mereka menjual onderdil pesawat terbang itu. Kemudian, Pegawai British Aerospace datang  ke Indonesia untuk merakitnya.
(5)    Kehidupan Suku Dani tidak perlu diubah tetapi saya berpikir bahwa perubahan akan terjadi dan itu  tak dapat dielakkan.

5. Kesalahan karena Penggunaan Preposisi yang Tidak Tepat
Kesalahan penggunaan preposisi ini berupa pemakaian preposisi yang tidak tepat dalam kalimat, tidak dipakainya preposisi dalam kalimat yang menuntut adanya preposisi, dan pemakaian preposisi yang tidak perlu dalam suatu kalimat. Dari analisis data, terungkap ada 52 kesalahan dalam hal penggunaan preposisi. Kesalahan tersebut terbagi atas 29 kesalahan pada pemakaian preposisi yang tidak tepat, 14 kesalahan karena tidak adanya preposisi dalam kalimat yang menuntut adanya preposisi, dan 9 kesalahan penggunaan preposisi yang tidak perlu. Berikut ini akan disajikan beberapa contoh kesalahan-kesalahan  penggunaan preposisi tersebut.

Contoh kesalahan penggunaan preposisi yang tidak tepat:
(1)               Banyak barang-barang dibeli oleh toko-toko pakaian, makanan, tas, dan lain-lain.
(2)               Sebelum makan siang saya menjadi kuat oleh minum jamu yang “sehat pria”.
(3)               Saya kembali di hotel Radisson naik bis kecil.
(4)               Sesudah pertunjukkan kami membeli oleh-oleh kemudian kami pulang kepada Hotel Radisson.
(5)               Mereka hanya boleh tidur untuk tiga jam sesudah itu mereka harus mengganti dengan lain orang.

Contoh kesalahan karena tidak adanya preposisi:
(6)    Kami pergi Pabrik Batik untuk mengerti tentang proses batik.
(7)    Kemudian, kami berjalan kaki terus Jl. Malioboro ke supermarket.
(8)    Hari ini kelompok semua pergi Sultan Palace naik bis besar.
(9)    Soeharto akan selalu diingatkan orang terkenal dan juga orang jago.
(10)    Penyakit gawat seperti penyakit kuning bisa disembuhkan jamu.

Contoh kesalahan penggunaan preposisi yang tidak perlu:
(11)           Kehidupan di guru-guru tidak mudah ataukah Anda bekerja di Indonesia atau Skotlandia di mana saya tinggal.
(12)           Saya hanya harap, dengan semua Indonesia penduduk ingat dia dalam sejarah seorang yang membantu Indonesia menang kemerdekaan dari dua-duanya pemerintah Jepang dan pemerintah Belanda.
(13)           Mereka harus ada ‘catalytic conventer’ dalam juga supaya gas yang beracun akan mengurangi.
(14)           Dalam hal di atas, banyak orang mengadakan tekanan terhadap oleh anaknya supaya mereka membeli mainan dan gula-gula.
(15)           Itu punya partai di politik yang bernama Golkar.

Alternatif pembenarannya:
(1)               Banyak barang dapat dibeli di toko-toko itu seperti,  pakaian, makanan, tas, dan lain-lain.
(2)               Sebelum makan siang, saya menjadi kuat karena minum jamu  “sehat pria”.
(3)               Saya kembali ke hotel Radisson naik bis kecil.
(4)               Sesudah pertunjukan, kami membeli oleh-oleh kemudian kami kembali ke  Hotel Radisson.
(5)               Mereka hanya boleh tidur selama tiga jam. Sesudah itu, mereka harus bergantian dengan orang lain.
(6)               Kami pergi ke pabrik Batik untuk mengerti  proses membuat batik.
(7)               Kemudian, kami berjalan kaki terus ke  Jl. Malioboro dan masuk ke supermarket.
(8)               Hari ini, semua kelompok  pergi ke  ‘Sultan Palace’ dengan  naik bis besar.
(9)               Soeharto akan selalu diingat sebagai orang terkenal dan juga seorang pahlawan.
(10)           Penyakit gawat, seperti penyakit kuning, bisa disembuhkan dengan jamu.
(11)           Kehidupan  guru-guru tidak mudah baik Anda bekerja di Indonesia ataupun di Skotlandia  tempat saya tinggal.
(12)           Saya hanya berharap semua penduduk Indonesia mengingat dia dalam sejarah sebagai orang yang membantu Indonesia mencapai kemerdekaan dari kedua penjajah, pemerintah Jepan dan pemerintah Belanda.
(13)           Mereka harus mempunyai ‘catalytic conventer’  supaya gas yang beracun dapat dikurangi.
(14)           Dalam hal di atas, banyak orang mengadakan tekanan terhadap anak-anaknya supaya mereka membeli mainan dan gula-gula.
(15)           Itu milik  partai politik yang bernama Golkar.

6. Kesalahan Urutan Kata
Urutan kata dimaksudkan sebagai susunan kata untuk membentuk tataran yang lebih tinggi. Dalam bahasa Indonesia, pada umumnya, sesuatu yang diterangkan berada di depan yang menerangkan. Namun demikian, sering terjadi kesalahan dalam urutan ini. Dari hasil analisis data penelitian ini, ada 74 kesalahan dalam hal urutan kata. Para pembelajar melakukan pembalikan atas urutan kata sebagaimana terlihat dalam beberapa contoh di bawah ini.

Contoh kesalahan dalam urutan kata:
(1)    Hari ini, menarik hari.
(2)    Keluarga adalah sosial  kesatuan yang paling penting bagi orang Batak Toba.
(3)    Bernama ini ‘Ngelangkahi’.
(4)    Kadang-kadang orang yang datang baru menjadi terkejut, mereka harap memenuhi mimpi mereka.
(5)    Jamu saset belum komplit harus dicampur dengan lain bahan-bahan seperti beras kencur, anggur merah, madu, dll.
(6)    Pada tanggal 16 September setulisan di halaman sembilan memberi kesan bahwa musik pendidikan memerlukan sebagai dasar baik sekali untuk humaniora.
(7)    Bentuk kedua di polusi datang dari industri.
(8)    Mayoritas orang-orang saya dengan berbicara adalah sopir taksi dan juga tetangga saya di desa saya.
(9)    Terbang itu dipasang oleh British Aerospace pegawai dari onderdil dari Indonesia.
(10)    Dia diajarkan SMA curikulum yang sama-sama di semua sekolah.

Alternatif pembenarannya:
(1)    Hari ini adalah hari yang menarik.
(2)    Keluarga adalah  kesatuan sosial  yang paling penting bagi orang Batak Toba.
(3)    Ini bernama ‘Ngelangkahi’.
(4)    Kadang-kadang, orang yang baru datang menjadi terkejut karena mereka berharap mimpi mereka terpenuhi.
(5)    Jamu saset yang belum komplit harus dicampur dengan bahan-bahan lain seperti beras kencur, anggur merah, madu, dll.
(6)    Pada tanggal 16 September, sebuah tulisan di halaman sembilan memberi kesan bahwa pendidikan musik  diperlukan sebagai dasar yang  baik untuk pendidikan humaniora.
(7)    Kedua bentuk polusi ini berasal dari industri.
(8)    Mayoritas orang-orang yang berbicara dengan saya adalah sopir taksi dan juga tetangga saya di desa.
(9)    Pesawat terbang itu dirakit oleh pegawai British Aerospace dengan onderdil dari Indonesia.
(10)      Dia mengajar sesuai dengan Kurikulum SMA yang sama di setiap sekolah.

7. Kesalahan Penggunaan Konstruksi Pasif
Konstruksi pasif bahasa Indonesia dapat dibentuk dengan pronomina orang pertama, kedua, dan ketiga  yang mempunyai dua pola yang berbeda. Pola pertama dapat dibentuk dari pola aktif S + me- bentuk asal - (sufiks) + O menjadi pola pasif O + S + bentuk asal- (suifks) untuk pronomina orang pertama, kedua, dan ketiga. Pola kedua dapat dibentuk dari pola aktif  S + me- bentuk asal- (sufiks) + O menjadi pola pasif O + di - bentuk asal- (sufiks) + (oleh) +  S  hanya untuk pronomina orang ketiga.
Kesalahan penggunaan konstruksi pasif yang terungkap dari penelitian ini relatif banyak, 37 konstruksi. Kesalahan ini terdiri atas tujuh  kesalahan penggunaan konstruksi pasif pola pertama, dan 30 kesalahan penggunaan konstruksi pasif pola kedua.  Kesalahan penggunaan konstruksi pasif bentuk kedua ini terjadi karena kesalahan penggunaan afiks-afiks pembentuk konstruksi aktif-pasif. Di bawah ini beberapa contoh kesalahan-kesalahan tersebut.

Contoh kesalahan penggunaan konstruksi pasif:
(1)               Mesjid ini membuat untuk Sultan pertama.
(2)               Di dalam  temple ada banyak kemenyan juga membakar.
(3)               Tempat pemujaan ketiga kami mengunjungi adalah mesjid.
(4)               Duduk di rumah ibu merasa beristirahat  jug dan makanan membuat oleh ibu enak sekali.
(5)               Dia diajarkan SMA kurikulum yang sama-sama di semua sekolah.
(6)               Dua golongan yang saya mau melihati untuk soal karangan ini adalaf suku Kubu yang berasal dari Sumatra Selatan dan Suku Bali Aga yang berasal dari Bali.

(7)               Contohnya, ada beberapa LSM khusus untuk menolong wanita-wanita yang diperkosa, atau untuk menolong orang-orang yang hilang rumahnya karena banjir atau untuk membangkitkan kesadaran tentu suatu hal.
(8)               Mungkin kebenaran terlalu dasyat untuk mengakui.
(9)               Mungkin kesenian tradisional bisa mengubah dan mengguna teknik yang modern sehingga pelukisan bisa membuat lebih cepat.
(10)           Pulau-pulau seperti Bali dan Jawa ada jumlah penduduk tertinggi, jadi banyak orang dimindahkan ke pulau lain khususnya Kalimantan dan Sulawesi.

Alternatif pembenarannya:
(1)               Mesjid ini dibuat untuk Sultan pertama.
(2)               Di dalam  temple, ada banyak kemenyan dibakar.
(3)               Tempat pemujaan ketiga yang kami kunjungi adalah mesjid.
(4)               Kenyamanan kami rasakan ketika duduk di rumah ibu itu dan makanan yang di buatnya enak sekali.
(5)               Kurikulum SMA diajarkan sama di semua sekolah atau Kurikulum SMA dia ajarkan secara sama di semua sekolah.
(6)               Dua golongan yang ingin saya lihat sebagai topik karangan ini adalah suku Kubu yang berasal dari Sumatra Selatan dan Suku Bali Aga yang berasal dari Bali.
(7)               Ada beberapa LSM khusus didirikan untuk menolong wanita-wanita yang diperkosa, atau untuk menolong orang-orang yang kehilangan rumahnya karena banjir atau untuk membangkitkan kesadaran tentang suatu hal.
(8)               Mungkin, kebenaran terlalu dasyat untuk diakui.
(9)               Mungkin, kesenian tradisional bisa diubah dengan penggunaan teknik yang modern sehingga lukisan bisa dibuat lebih cepat.
(10)           Pulau-pulau seperti Bali dan Jawa mempunyai  jumlah penduduk yang   banyak sehingga banyak orang dipindahkan ke pulau lain khususnya Kalimantan dan Sulawesi.

8. Kesalahan Penggunaan Konjungsi
Konjungsi berfungsi sebagai penghubung frasa dan klausa dalam kalimat. Selain itu, konjungsi juga berfungsi sebagai penghubung antarkalimat dalam suatu paragraf. Kesalahan penggunaan konjungsi ini akan berakibat tidak jelasnya makna kalimat karena hubungan antarfrasa dan antarklausa tidak jelas. Ada 25 kesalahan penggunaan konjungsi yang terungkap dalam penelitian ini.  Kesalah yang cukup menonjol adalah penggunaan konjungsi bahwa  dan  walaupun , masing-masing 9 dan 5 kesalahan. Kesalahan-kesalah yang lain tersebar untuk konjungsi-konjungsi yang lain. Contoh kesalahan-kesalahan tersebut dipaparkan di bawah ini.

Contoh kesalahan penggunaan konjungsi:
(1)    Guru-guru ada perteman sambil semua murid berjalan-jalan dan berbicara dengan teman di sekolahnya.
(2)    Gereja ini membagun dengan uang dari orang-orang bahwa menghadiri gereja ini.
(3)    Oleh sebabnya, apabila dihadapkan pada praktek di lapangan kerja, didikan kurang memuaskan.
(4)    Menurut saya dan juga semua orang bahwa saya dibuat wawancara, Indonesia masih memerlukan tenaga kerja asing di dalam negara itu.
(5)    Banyak  orang Indonesia rasa bahwa ibu kota Jakarta adalah tempat yang mana  mimpi mereka akan menjadi penuhi.
(6)    Walaupun bahkan adalah memberi haparan bahwa setiap hari sesudah sampah terkumpul, sampah-sampah itu dipisahkan menurut jenis bahannya.
(7)    ABRI mempunyai banyak pengaruh daripada dulu dari masyarakat.
(8)    Maupun mereka ada rencana-rencana. misalnya, untuk mengatasi masalah-masalah pemerintah Indonesia mencoba transmigrasi.

Alternatif pembenarannnya:
(1)    Guru-guru sedang mengadakan perteman ketika semua murid berjalan-jalan dan berbicara dengan teman di halaman sekolah.
(2)    Gereja ini membagun dengan uang dari orang-orang yang menghadiri gereja ini.
(3)    Apabila dihadapkan pada praktek di lapangan kerja, anak didik kurang memuaskan.
(4)    Menurut saya dan juga semua orang yang  saya  wawancarai, Indonesia masih memerlukan tenaga kerja asing.
(5)    Banyak  orang Indonesia merasa bahwa ibu kota Jakarta adalah tempat mimipi-mimpi mereka akan terpenuhi.
(6)    Sesudah sampah terkumpul, sampah-sampah itu dipisahkan menurut jenis bahannya.
(7)    ABRI mempunyai banyak pengaruh terhadap  masyarakat sejak dulu.
(8)    Walaupun demikian mereka mempunyai rencana-rencana. Misalnya, untuk mengatasi masalah-masalah kependudukan, pemerintah Indonesia menggalakan program transmigrasi.


9. Kesalahan Penggunaan  yang’
Kesalahan pemakaian ‘yang’  yang dilakukan pembelajar BIPA relatif banyak yaitu 15 kesalahan. Kesalahan yang dilakukan berupa penggunaan yang  dalam kalimat yang tidak memerlukan  yang’  dan sebaliknya ‘yang’  tidak digunakan ketika kalimat-kalimat memerlukan yang untuk memperjelas makna kalimat tersebut.

Contoh kesalahan penggunaan’ yang’:
(1)    Menurut teman saya, TKA mempunyai peran yang pentiing sekali di dalam bisnis dan proyek-proyek karena bisa membantukan masyarakat dan prasarana lokal
(2)    Hampir semua segi bahwa saya mencari bisa yang dihubungan dengan seluruh Indonesia.
(3)    Saluran TV ini swasta dan mereka bisa menunjuk apa saja mereka mau.
(4)    Oleh karena itu, pers Inggris tidak diperoleh  melaporkan satupun yang dikenai buku ini.
(5)    Suku Dani masih hidup secara yang primitif.

Alternatif pembenarannya:
(1)    Menurut teman saya, TKA mempunyai peran penting sekali di dalam bisnis dan proyek-proyek karena bisa membantu masyarakat dan prasarana lokal.
(2)    Hampir semua segi yang  saya temukan bisa dihubungan dengan seluruh Indonesia.
(3)    Saluran TV ini adalah saluran swasta dan mereka bisa mempertunkukan semua hal yang merek mau.
(4)    Oleh karena itu, pers Inggris tidak diperbolehkan  melaporkan satupun tentang  buku ini.
(5)    Suku Dani masih hidup secara primitif.

10. Kesalahan Pembentuk Jamak
Bentuk jamak dalam bahasa Indonesia dapat dibentuk dengan mengulang nomina, penggunaan numeralia,  dan penggunaan penanda jamak seperti, beberapa, sejumlah, para, banyak, sedikit, dsb. Apabila bentuk-bentuk itu digunakan nomina yang bersangkutan harus dalam bentuk tunggal. Contohnya, buku-buku, 125 buku, beberapa buku.
Kesalahan dalam hal ini adalah pemakaian bentuk beruntun ketika mereka membuat bentuk jamak. Mereka memakai penanda jamak tetapi nomina tetap diulang atau sebaliknya ada penanda tunggal tetapi nominanya jamak. Berikut ini beberapa contoh untuk mendukung penjelasan di atas.

Contoh kesalahan penggunaan bentuk jamak:
(1)    Kami didampingi oleh guru pribadi naik bis ke bermacam-macam trmpat-tempat wisata seperti Keraton, Taman Sari, pasar burung yang terletal di belakang Taman Sari.
(2)    Saya membicarakan dengan beberapa mahasiswa yang keluarganya tidak mampu untuk mengirimi semua anak-anakny ke universitas.
(3)    Di Inggris, guru-guru merasa bahwa mereka menerima gajinya yang rendah dan banyak guru-guru berangkat untuk pekerjaan yang lain.
(4)    Contohnya , kalau sesuatu suku-suku ingin pendidikan atau gereja, dan dokter, mereka seharusnya diberikan itu.
(5)    Banyak pabrik-pabrik sudah ditutup karena ada lebih murah  untuk membuat barang-barang di negeri asing seperti negeri-negeri Timur karena alasan penggangguran ada lebih kejahatan daripada banyak tahhun yang lalu.

Alternatif pembenarannya:
(1)    Kami didampingi oleh guru pribadi naik bis ke bermacam-macam tempat wisata seperti,  Keraton, Taman Sari, dan pasar burung yang terletak di belakang Taman Sari.
(2)    Saya berbicara dengan beberapa mahasiswa yang keluarganya tidak mampu menyekolahkan  semua anaknya ke universitas.
(3)    Di Inggris, guru-guru merasa bahwa mereka menerima gaji yang rendah dan banyak guru meninggalkan profesi itu untuk mencari pekerjaan yang lain.
(4)    Contohnya , kalau sesuatu suku menginginkan fasilitas pendidikan, gereja, dan dokter, mereka seharusnya mendapatkannya.
(5)    Pabrik-pabrik sudah ditutup karena pembuatan barang-barang di negeri asing seperti negara-negera Timur lebih murah karena alasan banyak penggangguran.


III. ALTERNATIF STRATEGI PEMBELAJARAN REMEDI


1. Hakekat Pembelajaran Remedi
Pembelajaran remedi dimaksudkan sebagai suatu proses memperbaiki berbagai kesalahan berbahasa atau proses membantu pembelajar yang mengalami kesulitan dalam memahami berbagai kaidah berbahasa. Pembelajaran ini juga dimaksudkan sebagai proses penyadaran atas berbagai kesalahan yang dilakukan pembelajar untuk kemudian dilakukan berbagai upaya penanggulangan agar kesalahan-kesalahan tersebut tidak terjadi lagi ( Richard, 1987: 244; George, 1972: 79-80; Norrish, 1983: 79; Suratminto, 1996: 4)

2. Langkah-Langkah Pembelajaran Remedi
Kesalahan-kesalahan berbahasa yang telah dikemukakan pada bab II dapat digunakan sebagai pijakan untuk menentukan langkah-langkah lanjutan  yang harus diambil. Hal penting yang perlu dilakukan adalah menginformasikan berbagai kesalahan tersebut kepada pembelajar agar mereka mengetahui kesalahan-kesalahan yang mereka lakukan. Langkah ini sangat penting dilakukan agar mereka tidak mengulangi kesalahan-kesalahan yang sama. Kesalahan terbanyak yang terungkap dalam penelitian ini adalah kalimat yang  tidak efektif karena hanya berupa jajaran kata yang tidak membentuk satu kesatuan arti/informasi. Kesalahan lain yang perlu diketahui pelh mereka adalah pemakaian afiks dan pilihan kata. Dua hal ini sangat penting untuk menyususn kalimat dan paragraf sehingga mereka hendaknya diminta untuk benar-benar memperhatikannya.
Setelah mereka mengetahi kesalahan yang mereka lakukan perlu diupayakan koreksi atas kesalahan-kesalahan tersebut. Koreksi in dapat dilakukan bersama-sama  di dalam kelas, ataupun secara individual dengan mempertimbangkan karakteristik pembelajar dan kesalahan yang mereka lakukan. Teknik pertama dapat dilakukan bila pembelajar dapat saling terbuka menerima kesalahan-kesalahan yang mereka lakukan dan terbuka menerima koreksi dari pembelajar lain. Keuntungan teknik ini adalah penghematan waktu belajar dan komunikasi antarpembelajar dapat terjalin. selain itu masing-masing pembelajar mengetahui beragamnya kesalahan yang dilakukan pembelajar-pembelajar lain sehingga secara otomatis mereka tidak melakukan kesalahan yang sama. Proses koreksi itu sendiri, membantu pembelajar untuk belajar kaidah-kaidah berbahasa secara aplikatif. Teknik bimbingan individual memang lebih efektif dari segi pendekatan personal. Pengajar mengatahui benar-benar karakteristik pembelajar dan kesalahan yang dilakukannya sehingga dapat memberikan alternatif pembenarannya secara tepat.  Selain itu, pembelajar tidak meresa malu dengan diketahuinya kesalahan-kesalahan yang telah dilakukan. Akan tetapi ini memerlukan waktu tersendiri yang lebih banyak dan tidak ada sharing  antarpembelajar.

Langkah  ketiga yang dapat dilakukan adalah memberikan contoh-contoh yang benar atas kesalahan-kesalahan tersebut sehingga pembelajar dapat membandingkan antara bentuk-bentuk yang salah dengan bentuk-bentuk yang benar. Dengan contoh-contoh ini, pembelajar diharapkan untuk “menangkap” pola-pola yang benar sehingga dapat membuat bentuk-bentuk yang benar. Selain itu, perlu juga disajikan berbagai bentuk bersaing yang sangat mungkin menimbulkan kesalahan. Sebagai contoh, pemberian deretan morfologis dalam suatu konteks yang tepat untuk menjelaskan berbagai perbedaan pemakaian afiks. Untuk memperjelas pernyataan di atas, cermatilah contoh di bawah ini.


Deretan morfologis kata jalan :  menjalankan, perjalanan, jalanan, berjalan, menjalani, dijalani, pejalan (kaki).

 Contoh dalam konteks kalimat:
(1)    Petani itu menjalankan traktornya dengan hati-hati.
(2)    Perjalanan ini memerlukan biaya banyak dan persiapan mental yang baik pula.
(3)    Anak - anak jalanan itu juga memerlukan  sentuhan kemanusiaan kita.
(4)    Berjalanlah pelan-pelan ke arah sumber suara itu!
(5)    Kamu harus menjalani semua cobaan hidup ini dengan tabah dan penuh kesabaran!
(6)    Semua cobaan hidup dijalani dengan tabah dan sabar sehingga sekarang dia dapat hidup bahagia.
(7)    Sekarang ini, ruang-ruang publik untuk pejalan kaki semakin sempit.
(8)    Pemerintah daerah Jawa Tengan sedang mengadakan pelebaran jalan utama di jalur Pantai Utara.  
Langkah di atas dapat pula digunakan dalam mengantisipasi kesalahan pemilihan kata. Perlu disajikan pada pembelajar berbagai sinomim kata lengkap dengan pemakaiannya dalam konteks yang tepat sehingga mereka dapat memilih suatu kata yang tepat untuk mewakili ide mereka dalam konteks yang tepat pula.
Langkah lain yang dapat ditempuh dalam pembelajaran remidial ini adalah diskusi dengan pembelajar mengenai kesalahan berbahasa yang mereka lakukan untuk mendapat gambaran yang lengkap alasan terjadinya kesalahan. Langkah ini saya kira sangat tepat karena secara langsung kita dapat mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kesalahan sehingga langkah antisipasinya juga langsung ditentukan dan kegunaan lainnya berupa keterampilan berbicara yang semakin meningkat.
Langkah-langkah di atas kiranya dapat diterapkan dalam proses pembelajaran BIPA sehingga tujuan yang dikehendaki dapat dicapai atas tereduksinya kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh pembelajar. Namun, ada hal penting yang perlu diperhatikan yaitu ketepatan pengajar menemukan peta kesalahan pembelajar sehingga selanjutnya dapat menentukan teaching point  yang tepat pula.


IV. P E N U T U P


Kesalahan-kesalahan berbahasa Indonesia para pembelajar BIPA di Indonesian Language and Culture Intensive Course (ILCIC), P3 Bahasa kurun waktu 1999-2000 telah teridentifikasi. Kesalahan-kesalahan tersebut meliputi:  ketidakefektifan kalimat sebanyak 422 kesalahan,  kesalahan pemilihan kata sebanyak 228, kesalahan penggunaan afiks sebanyak 203 kesalahan, tidak lengkapnya fungsi-fungsi kalimat sebanyak 113, kesalahan pemakaian preposisi sebanyak 52,  pembalikan urutan kata sebanyak 74 kesalahan, penggunaan konstruksi pasif  sebanyak 37, kesalahan pemakaian konjungsi sebanyak 25, ketidaktepatan pemakaian  yang  ada 17 kesalahan, dan  kesalahan dalam pembentukan jamak  sebanyak 9 kesalahan. Jadi kesalahan mencolok terjadi pada pembuatan kalimat yang efektif disusul kesalahan pemilihan kata, pemakaian afiks, dan tidak lengkapnya fungsi-fungsi dalam kalimat.
Kesalahan-kesalahan tersebut diharapkan dapat tereduksi dengan beberapa langkah pembelajaran remedi yang berupa pemberian informasi tentang kesalahan-kesalahan berbahasa yang dilakukan pembelajar, koreksi secara berpasangan dan koreksi individual, pemberian contoh-contoh yang benar atas kesalahan-kesalahan yang terjadi, pemberian deretan-deretan morfologis dan kata-kata bersinonim dalam konteks, serta diskusi bersama pembelajar tentang penyebab kesalahan berbahasa yang mereka lakukan.
            Penelitian ini masih memerlukan pemetaan penyebab kesalahan secara empiris. Untuk itu, masih diperlukan penelitian lapangan untuk mengetahui sumber kesalahan dari pembelajar yang berbeda latar belakang bahasa pertama dan budayanya.

                                                           

Daftar Pustaka



Brindley, Geoff (Ed). 1990. The Second Language Curriculum in Action. Sydney NSW : Macquarie University Press.

Dardjowidjodjo, Soenjono. 1995. “Masalah dalam Pengajaran Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Asing di Indonesia”. Kongres Internasional Pengajaran Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing , 28-30 Agustus 1995 di Universitas Indonesia, Jakarta.

Ellis, Rod. 1986. Classroom Second Language Development. Oxford : Pergamon Press.

George, H.V. 1972. Common Errors in Language Learning ; Insight From English. Massachusetts : Newbury House Publisher.

Johnson, Donna M. 1992. Approaches to Research in Second Language Learning. New York: Longman Publishing Group.

Lightbown, Patsy M dan Nina Spada. 1999. How Languages Are Learned (Revised Edition). Oxford : Oxford University Press

Munawarah, Sri. 1996. “Kesalahan Penulisan yang Dilakukan Penutur Asing dalam Belajar Bahasa Indonesia”. Konferensi Internasional II Pengajaran Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (KIPBIPA II). 29 Mei - 1 Juni 1996 di Padang.

Nimmanupap, Sumalee. 1998. “Pengajaran Bahasa Indonesia untuk pembelajar Asing di Thailand”, Makalah Kongres Bahasa Indonesia VII, Jakarta, 26-30 Oktober 1998.

Norissh, John. 1983. Language Learners and Theirs Errors. London : The Macmillan Press.

O’Grady, William dan Michael Dobrovolsky. 1989. Contemporary Linguistics : An Introduction. New York : St. Martin’s Press.

Rivai, S. Faizah Soenoto. 1998. “Pengajaran Bahasa Indonesia untuk Pembelajar Asing di Italia” Makalah Kongres Bahasa Indonesia VII, Jakarta, 26-30 Oktober 1998.

Soenardji, 1989, Sendi-Sendi Linguistika bagi Kepentingan Pembelajaran Bahasa. Jakarta:

Spillane, James. 1993. “Kesulitan Orang Asing Belajar Bahasa Indonesia”. Makalah Seminar Sehari Pengajaran Bahasa Indonesia Sebagai Bahasa Asing, 16 Maret 1993 di Yogyakarta.

Suratminto, Lilie, 1996. “Remedial Class untuk Mahasiswa BIPA Tingkat Tengah dan Lanjutan”. Makalah Konferensi Internasional II Pengajaran Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (KIPBIPA II) 29 Mei - 1 Juni 1996 di IKIP  Padang.

Tarigan, Henry Guntur. 1988. Pengajaran Analisis Kesalahan Berbahasa. Bandung : Penerbit Angkasa.

______________________. 1989. Pengajaran Remedi Bahasa: Suatu Penelitian Kepustakaan. Jakarta: Depdikbud.

Wojowasito, 1977, Pengajaran Bahasa Kedua (Bahasa Asing, Bukan Bahasa  Ibu), Bandung: Shinta Dharma