Kata deiksis (yunani : deiktikos) yang berarti hal penunjukan secara
langsung, dalam linguistik sekarang digunakan sebagai kata ganti
persona, kata ganti demonstratif, fungsi waktu dan bermacam-macam ciri
gramatikal dan leksikal lainya yang menghubungkan ujaran dengan jalinan
ruang dan waktu dalam tindak ujaran (Lyons 1977:636).
Deiksis
adalah gejala semantis yang terdapat pada kata yang hanya dapat
ditafsirkan acuannya dengan memperhatikan situasi pembicaraan.
Sebuah kata dikatakan bersifat deiksis apabila referenya
berpindah-pindah atau berganti-ganti, tergantung pada siapa yang menjadi
si pembicara dan tergantung pada saat dan tempat dituturkanya kata itu.
Dalam deiksis yang dipersoalkan adalah unsur yang referennya dapat
diidentifikasi hanya dengan memperhatikan identitas si pembicara serta
saat dan tempat diutarakannya tuturan yang mengandung unsur yang
bersangkutan.
Tuturan atau kata yang merupakan unsur yang
mengandung arti dapat dibedakan antara yang referensial dan yang tidak
referensial (dan, atau, tetapi, walaupun). Kata yang tidak referensial
ini tidak terlalu diperhatikan sedangkan untuk kata yang referensial
dibedakan menjadi deiksis dan tidak deiksis. Dari sebagian besar kata
yang memiliki arti adalah tidak deiksis dan referennya tidak
berpindah-pindah menurut yang mengutarakanya.
Dalam pemakaian
leksem dapat pula terjadi perpindahan referen karena digunakan secara
tidak lazim. Misalnya, kata anjing. Dalam keadaan marah, kata anjing ini
ketika dituturkan pada lawan bicara pemakaianya bukan ditujukan pada
binatang berkaki empat melaikan pada lawan bicara yang sedang dikenai
marah. Namun perpidahan referen tersebut bukanlah merupakan deiksis
karena perpindahan referen tersebut disebabkan oleh maksud si pembicara
sedangkan dalam deiksis perpindahan leksem disebabkan oleh pengutaraan
leksem tersebut oleh si pembicara bukan oleh yang dimaksudkan pembicara.
Deiksis
dibagi menjadi dua yaitu deiksis eksofora (Luar tuturan) dan deiksis
endofora (Dalam tuturan). Deiksis eksofora terdiri terdiri atas deiksis
persona, deiksis ruang, dan deiksis waktu. Sedangkan deiksis endofora
terdiri atas anafora dan katafora.
Deiksis Luar-Tuturan Eksofora
1)
Deiksis persona dibagi menjadi tiga yaitu deiksis persona pertama,
deiksis persona kedua dan deiksis persona ketiga. Masing-masing deiksis
tersebui memiliki bentuk tunggal dan jamak.
Deiksis persona
pertama tunggal meliputi bentuk aku, inyong/enyong/nyong dan dhewek
(Indonesia : saya, aku), deiksis persona pertama jamak dhewek (Indonesia
: kami, kita).
Deiksis persona kedua tunggal yaitu kowen,
sampean, njenengan (Indonesia : engkau, kamu, anda dll). Dalam bentuk
jamak yaitu memiliki bentuk deiksis yang sama pada bentuk deiksis
persona kedua tunggal hanya saja kata-kata tersebut ditambahi dengan
kata kabeh (Indonesia : kamu semua).
Deiksis persona ketiga pada
bentuk tunggal yaitu dheweke (Indonesia : dia. Ia, beliau). Deiksis
persona ketiga jamak yaitu kata deiksis persona ketiga tunggal ditambahi
dengan kata kabeh (Indonesia : mereka).
2) Deiksis ruang
Pronomina demonstratif yang terdiri atas ini dan itu (Jawa : kiye, kuwe, dan kae). Contoh : Ini orangnya.
Pronomina penunjuk tempat terdiri atas sini, situ, sana (Jawa : kene, kono, dan kana). Contoh : Dia adalah orang sini asli.
Pronomina lokatif yang terdiri atas sini, situ dan sana yang
dipergunakan sebagai kata ganti persona pertama (sini) ; persona kedua
(situ) ; dan persona ketiga (situ). Contoh : Sini sudah setuju, tinggal situ bagaimana. Tentang pendapat sana nanti bagaimana, itu terserah mereka.
3) Deiksis waktu
leksem
waktu bersifat deiksis apabila yang menjadi patokan adalah adalah si
pembicara, bukan hal lain misalnya pagi, siang, sore bukan merupakan
deiksis karena leksem tersebut berpatok pada posisi bumi terhadap
matahari, bukan patokan pembicara. Deiksis waktu meliputi :
Leksem
waktu yang berdasarkan ukuran kalender, misalnya sekarang, kemarin,
besok, kemarin dulu, lusa dll. Contoh : Besok saya akan pergi ke
Jakarta.
Waktu yang perhitunganya tidak tentu dan relatif misalnya tadi, dulu, nanti dan kelak. Contoh : Kelak setelah kamu besar mau jadi apa?.
Dieksis Dalam-Tuturan (Endofora)
Pemarkah Anafora dan Katafora Bentuk Persona
Di
antara bentuk-bentuk persona hanya persona ketiga yang bisa eksoforis
dan endoforis. Persona ketiga dapat dipakai sebagi pemarkah anafora dan
katafora. Dalam bahasa Indonesia tidak mengenal pemarkahan katafora
dalam klausa bawahan. –nya dapat mengacu pada nomina bukan insan.
Contoh : -nya, ( Dalam sambutannya, Rektor Unnes menyampaikan maksud dari terselenggarakannya acara tersebut).
Pemarkah Anafora dan Katafora yang Bukan Persona
Contoh
: lulusan SMA yang mau ambil bagian, diuji dulu untuk menetukan tingkat
pengetahuanya. Berdasarkan itu ia ditempatkan ditingkat mana.
Pemarkah Anafora dan Katafora yang Berupa Konstituen Nol ( )
Contoh : Sebelum berangkat, mereka mengunci pintu rumah.
Verba Reflektif
Lehmann
(1978:407) menyatakan bahwa dalam bahasa-bahasa Indo-Eropa, verba
reflektif merupakan bentuk baru hasil proses perkembangan ”verba pulang
diri” (middle verba).verba yang menggambarkan suatu perbuatan yang
dilakukan subjek mengenai dirinya.
Contoh : ‘Saya mencuci tangan saya’.
Kata yang Dalam Bahasa Indonesia
Hadidjaja
(1965:71-72) dan Alisjahbana (1950:91-92) menyebutkan kata yang sebagai
kata ganti penghubung karena menjadi pengganti nomina yang disebutkan
sebelumnya dan menghubungkan klausa sesudahnya dengan klausa sebelumnya.
Conoh : Yang buta dipimpin, yang lumpuh diusung.
Referensi
Purwo, Bambang Kaswanti. 1984. Deiksis Dalam Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka. 1984.
Atun, Eni. 2004. Deiksis Bahasa Jawa Dialek Tegal. digilub.umm.ac.id.htm
Kushartanti, dan Yuwono, Untung. Pesona Bahasa Langkah Awal Memahami Linguistik. Book.google.co.id.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar