PENDAHULUAN
Bahasa
merupakan sistem komunikasi yang sangat penting bagi manusia. Sebagai suatu
unsur yang dinamik, bahasa sentiasa dianalisis dan dikaji dengan menggunakan berbagai
pendekatan. Pendekatan yang dapat digunakan untuk mengkaji bahasa ialah pendekatan
makna. Semantik adalah ilmu yang
mempelajari tentang makna bahasa, perkembangan dan perubahannya. Makna adalah
pertautan yang ada diantara unsur-unsur bahasa itu sendiri (terutama kata-kata).
[1]Dalam
kajian semantik, terdapat berbagai aspek makna yang dapat dianalisis, seperti
permasalahan tentang makna, ragam makna, relasi makna, perubahan makna dan
penamaan. Permasalahan tersebut akan muncul ketika seseorang mulai untuk mempelajarinya
lebih dalam, hal objek yang dibahas adalah tentang ragam makna yang
jenis-jenisnya begitu banyak. Pada makalah
kali ini akan dibahas tentang makna dan definisi.
A.
MAKNA DAN
KAMUS
Makna adalah
bagian yang tidak terpisahkan dari semantik dan selalu melekat dari apa saja yang kita tuturkan. Menurut Aristoteles terdapat kedekatan yang sangat erat antara
makna dan definisi, karena definisi sangat berperan dalam memberikan konsep
teori pembentukan makna. Makna merupakan sarana penghubung antara bahasa dengan
dunia diluar bahasa yang telah disepakati para pemakainya sehingga mereka bisa
berkomunikasi. [2]
Contoh : Ketika
kita mendengar konsep kata ”Kuda” maka akan muncul beberapa preposisi
a. Jika X
adalah kuda, maka X adalah binatang
b. Jika X
adalah kuda, maka ia akan punya rambut
c. X adalah
ayam jago, sehingga X bukanlah kuda
d. Jika X
adalah kuda, maka ia adalah mamalia berkaki empat besar dan punya kuku serta
rambut.
Dari contoh di
atas, pemahaman tentang definisi sangat diperlukan untuk mengembangkan konsep
teori makna. Selama ini ketika orang berpikir tentang makna, maka akan
cenderung menghubungkan dengan definisi yang terdapat pada kamus.
Menurut teori
yang dikembangkan dari pandangan Ferdinand de Saussure, makna adalah
’pengertian’ atau ’konsep’ yang dimiliki atau terdapat pada sebuah
tanda-linguistik. Setiap tanda linguistik terdiri dari dua unsur, yaitu (1)
yang diartikan (Perancis: signifie, Inggris: signified) dan (2)
yang mengartikan (Perancis: signifiant, Inggris: signifier). Yang
diartikan (signifie, signified) sebenarnya tidak lain dari pada
konsep atau makna dari sesuatu tanda-bunyi. Sedangkan yang mengartikan
(signifiant atau signifier) adalah bunyi-bunyi yang terbentuk dari fonem-fonem
bahasa yang bersangkutan. Dengan kata lain, setiap tanda-linguistik terdiri
dari unsur bunyi dan unsur makna. Kedua unsur ini adalah
unsur dalam-bahasa
(intralingual) yang biasanya merujuk atau mengacu kepada sesuatu referen yang
merupakan unsur luar-bahasa
(ekstralingual). Bloomfied mengemukakan bahwa makna adalah suatu bentuk
kebahasaan yang harus dianalisis dalam batas-batas unsur-unsur penting situasi
di mana penutur mengujarnya. [3]
Contoh : Ayah saya pemandu.
Ayah saya
pemandu
manusia ganti
nama manusia
lelaki manusia
membawa kendaraan
dewasa orang
yang berkata Pintar berkomunikasi
bapa kepada anak
a.
Semantik dan Lexicography
Semantik merupakan bidang linguistik yang mempelajari
tentang tanda-tanda atau dapat diartikan sebagai ilmu tentang makna atau
tentang arti, yaitu salah satu dari tiga tataran analisis bahasa: fonologi,
gramatika, dan semantik. Menurut Saussure, bahasa itu terdiri dari kumpulan kesan/makna
seperti yang terdapat pada kamus, tersimpan di dalam otak dan dimiliki oleh
setiap orang sehingga bisa digunakan kapan saja sesuai dengan keinginan masing-masing.
Otak kita seperti gudang kata yang bisa menyimpan ingatan dalam jangka waktu
yang lama akan bentuk-bentuk pola kalimat, frase dan kalimat.[4]
Leksikon mental diibaratkan sebagai
gudang dimana kita menyimpan barang. Akan tetapi gudang ini bukan sembarang
gudang karena tidak hanya barangnya yang disimpan itu unik, yakni kata tetapi
cara pengaturannya juga sangat rumit. Kita bisa cari untuk permintaan barang
yang masuk, permintaan itu bisa berupa bunyi, wujud fisik, wujud grafik atau
hubungan antara satu ”barang” dengan barang yang lainnya. Leksikon mental
sering juga dinamakan kamus mental, mempunyai sistem yang memungkinkan kita
untuk meretrif kembali kata-kata secara cepat meskipun kata tersebut disimpan
secara acak dengan ribuan kata yang lain. Berbeda dengan kamus biasa yang hanya
menyimpan kata, leksikon mental menyimpan kata sekaligus menyediakan informasi
berkaitan dengan kata yang akan diucapkan yaitu berupa informasi tentang
fonologi, sintaksis, semantik, dan pengejaan kata. Dengan demikian dapat
kita simpulkan bahwa tugas utama linguistik semantik yaitu memberikan dan
mengumpulkan penjelasan dari arti masing-masing kata yang terdapat dalam
leksikon mental. Garman berpendapat bahwa bagi pembicara/penulis pencarian
kata-kata merupakan bagaimana pemetaan ide atau arti kata dalam leksikon mental
yang dituangkan dalam bentuk kata- kata yang sesuai untuk diimplementasikan
dalam bahasa lisan/tulisan. Sedangkan bagi pendengar/pembaca proses tersebut
lebih menekankan kepada pemetaan porsi sinyal yang akan diteruskan ke saraf
sensorik untuk memberikan arti/makna kata.[5]
Adapun leksikografi merupakan ilmu tentang cara
penyusunan kamus. Dalam menyusun kamus diperlukan ilmu-ilmu lainnya yang
berhubungan seperti: fonologi, morfologi, sintaksis, semantik. Pembentukan
kamus yang melibatkan leksikon mental lebih memberikan informasi secara rinci terhadap
suatu kata baik secara gramatikal maupun phonologinya. Contohnya adalah kata ”Pour” yang terdapat pada Concise Oxford Dictionary. Kamus merupakan alat
yang sangat popular, jika kita melihat sejarah munculnya kamus maka kamus
bilingual lebih dahulu diciptakan dibandingkan dengan kamus monolingual. Kamus bilingual
bahasa Latin-Vernacular sangat terkenal di Eropa ketika pertengahan dan akhir
dari abad 14 dan akhir abad 15 (Auroux
1994-119). Setelah itu baru muncullah kamus monolingual yang bertujuan untuk jadi
petunjuk bagi orang yang ingin mengkaji lebih dalam tentang kegunaan bahasa
lisan.
Salah satu ilmu yang diperlukan dalam penyusunan kamus
yaitu semantik. Makna yang terdapat dalam semantik yaitu leksikal, gramatikal,
kontekstual, idiomatikal, dan sebagainya. Makna leksikal adalah makna yang
sesuai dengan referennya, makna yang sesuai dengan hasil observasi alat indera,
atau makna yang sungguh-sungguh nyata dalam kehidupan kita. Makna leksikal
ini merupakan kata yang masih berdiri
sendiri baik berupa leksem . Contoh : kuda, meja, buku, dan lain-lain. Menurut
John I Saeed tujuan dari makna leksikal ini adalah : untuk memberikan arti dari
masing-masing kata dalam bahasa serta untuk menunjukkan bagaimana hubungan atau
keterkaitan dari makna atau arti kata tersebut.[6]
Makna lain dari semantik yaitu makna gramatikal, yaitu makna yang timbul dalam
suatu proses gramatika baik proses afiksasi, reduplikasi maupun komposisi. Berbicara
makna maka ada beberapa aspek yang terlibat, seperti pengertian (sense), perasaan (feeling), nada (tone)
serta maksud (intention).[7]
Sejauh ini kata yang tertulis dalam kamus jarang disertai dengan pengertian (sense) yang jelas, misalnya dijelaskan
dengan frase kata yang mengikutinya sehingga sering terjadi kesalahan
penggunaan kata. Contohnya utuk kata ”Pour”
yang memiliki banyak arti bila kata tersebut diikuti dengan frase kata lainnya:
1.
I was pouring
the rainwater when the phone rang.
2.
I was pouring
the mud when the phone rang.
3.
I was pouring
the rainwater over the ground when the phone rang.
4.
I was pouring
the mud down the hole when the phone rang.
Kalimat 1 dan 2 masih dipertanyakan kejelasannya karena
tidak adanya frase yang mengikuti kata tersebut unuk lebih memperjelas makna
kalimat, sedangkan kalimat 3 dan 4 lebih jelas dan maknanya pun dapat diterima
secara jelas juga.
Perlu kita ketahui bahwa definisi yang terdapat dalam
kamus merupakan definisi yang berdasarkan kata atau semasiological yang
mengarah pada makna. Pendekatan ini biasanya dimulai dengan menentukan
leksemnya terlebih dahulu, setelah itu baru mengartikan maknanya masing-masing.
Berbeda dengan pendekatan onomasiological yang memulai dari makna tertentu
kemudian mengurutkan beberapa bentuk variasi yang memungkinkan mempunyai
kesamaan dari makna kata tersebut. Semasiological menyebutkan beberapa
kata : scare, terrify, frighten, startle,
spook, panic. Onomasiological menyebutkan kata : Frighten
B.
SATUAN MAKNA
a.
Kata dan
Morfem
Kata Merupakan satuan terbesar dalam morfologi dan satuan
terkecil dalam sintaksis. Menurut Bloomfield ”Word is
a minimum free form, i.e the minimal unit which may appear on its own without
any additional grammatical material, is clearly insufficient : many canonical
words like the, of, or my do not usually appear alone, but must presumably
considered as fully fledged words.” Kata merupakan satuan terkecil yang belum mendapatkan
proses gramatikal, beberapa kata resmi seperti like, the, of tidak muncul
sendiri biasanya diikuti dengan kata dasar/baku.[8]
Istilah kata didefinisikan sebagai satuan bahasa yang
dapat berdiri sendiri yang dapat terjadi dari morfem tunggal atau gabungan
morfem. Sebagai contohnya; Satuan tanda
merupakan sebuah bentuk bebas karena tidak dapat dibagi menjadi satuan-satuan
bebas lainnya. Satuan menandai bukan bentuk bebas.
Tetapi perhatikan bentuk atau satuan tanda
tangan dapat dibagi menjadi dua satuan yakni tanda dan tangan. Namun
kalau diteliti lebih jauh, sebenarnya satuan tanda tangan memiliki satu kesatuan yang utuh atau padu.
Dengan perkataan lain, tanda tangan memiliki sifat sebuah kata yang membedakan dirinya
dari frase. Bentuk-bentuk atau satuan-satuan yang setipe itu tidak
mungkin dipisahkan atau dibalikkan menjadi tangan
tanda atau dipisahkan satuan lain tanda itu tangan. Satuan itu bukan
merupakan bentuk bebas seperti contoh lainnya di, ke, daripada- tetapi secara gramatis memiliki sifat bebas.
Satuan-satuan seperti contoh di atas di sebut kata. Berdasarkan
penjelasan di atas, nyatalah bahwa kata dapat terdiri atas satu morfem atau
lebih. Kata-kata seperti: duduk, makan,
tidur, meja masing-masing terdiri atas sebuah morfem, sedangkan penduduk, makanan, meja makan, kaki tangan
masing-masing terdiri atas dua buah morfem. Kata-kata yang terdiri atas satu
morfem disebut kata bermorfem tunggal atau kata
monomorfemis (monomorphemic word) dan kata-kata yang terdiri atas dua
morfem atau lebih disebut kata bermorfem jamak atau kata polimorfemis .[9]
Bloomfield (1933 :
161) mendefinisikan morfem sebagai “ a
linguistic from wich bears no partial phonetic-semantic resemblance to any
other form, is a simple form or morpheme. (Maksud pernyataan itu, “satu
bentuk lingual yang sebagiannya tidak mirip dengan bentuk lain mana pun secara
bunyi maupun arti adalah bentuk tunggal atau morfem).
Morphemes are
the smallest individually meaningfull element is the utterances of a language (Hockett, 1958
: 123). Maksudnya, morfem adalah unsur-unsur yang masing-masing mempunyai makna
dalam tutur sebuah bahasa.
Pada dasarnya, morfem merupakan satuan gramatik terkecil
baik bebas maupun ikat yang memiliki arti, baik secara leksikal maupun
gramatikal. Sebagai contoh bentuk sakit
adalah sebuah morfem karena tidak dapat dibagi menjadi bentuk-bentuk terkecil
lainnya serta mengandung makna atau arti leksis. Bentuk meN- juga merupakan sebuah morfem, karena merupakan bentuk terkecil
bahasa Indonesia, walau tidak mempunyai makna leksikal, tetapi mempunyai makna
gramatikal. Jadi jelas, bahwa morfem itu bisa berbentuk bebas (seperti: ke-,
ter-, peN-, di-, per-an, peN-an). Oleh karena itu, morfem dapat
diklasifikasikan menjadi morfem bebas
dan morfem terikat. Morfem bebas
mempunyai potensi untuk berdiri sendiri (jadi secara sintaksis bisa langsung
menjadi kata), sedangkan morfem terikat tidak dapat. Dalam kata terangkat terdapat morfem bebas angkat dan morfem terikat ter.
Di dalam buku Introduction
Semantics dijelaskan selain kata tunggal ada juga frase kata kerja yang
biasa diikuti oleh partikel atau kata majemuk yang terdiri dari beberapa kata
yang membentuk arti/makna baru. Contohnya
: Phrasal Verb : dispose of (membuang),
touch down (mendarat), play around (bermain-main), call off (membatalkan), set
up (mempersiapkan), break down (merobohkan), put up with (menahan), get on with
(meneruskan),look down on (merendahkan), …
Noun
Compound : tree house (tipe rumah yang
terdiri dari 3 rumah) ,zebra crossing (penyebrangan jalan yang bergaris putih
seperti Zebra), junk food (makanan siap saji), instruction book (buku panduan).
b.
Simbol Suara
(Onomatopoeia)
Onomatopoeia adalah kata-kata yang
diambil dengan cara menirukan bunyi sumbernya. Onomatopoeia merupakan kosakata yang
dibentuk berdasarkan ‘bunyi’ atau ‘suara’ yang dikeluarkan oleh kata yang
bersangkutan. Kosakata ini bisa berbentuk kata benda, kata kerja, kata sifat
dan sebagainya. Contoh
sederhananya adalah "mengeong" yang diambil dari bunyi kucing. Contoh
lainnya dalam bahasa Inggris, berikut ini suara yang sering ditemukan yang ada
hubungannya dengan suara air : Karasakas
(suara daun), karasikis (suara
bambu), saraisi (suara air), barasabas (suara hujan lebat), dissuor (suara ombak)
c.
Idiom
Idiom merupakan
satuan-satuan bahasa bisa berupa kata, frase, maupun kalimat yang maknanya
tidak sama dari makna leksikal unsur-unsurnya maupun makna gramatikal satuan-satuan
tersebut. Contohnya ; membanting tulang, jantung hati dan lain sebagainya. Makna
idiomatikal adalah makna sebuah satuan bahasa (kata, frase atau kalimat) yang
“menyimpang” dari makna leksikal atau makna gramatikal unsur-unsur pembentuknya.
Dalam buku Introduction Semantics contoh
idiom seperti “ To scoop the pool”
yang berarti “untuk meraih atau memenangkan sesuatu”. Bila diartikan secara terpisah masing-masing kata
tersebut maka, “scoop adalah memindahkan sesuatu dalam jumlah besar dengan
cepat dalam sekali gerakan”. Sedangkan ”pool adalah pusat berkumpulnya barang”.
Jelas sekali berbeda antara makna secara terpisah dari masing-masing kata
tersebut dengan makna idiom setelah dua kata tersebut bergabung. Dimana ketika
dua kata tersebut bergabung maka akan menimbulkan arti baru.
d.
Makna
Kontekstual
Makna kontekstual adalah makna sebuah kata atau gabungan
kata atau suatu ujaran di dalam konteks pemakaiannya.Makna ini muncul sebagai
akibat antara ujaran dan konteks. Banyak faktor yang mempengaruhi konteks ini,
yaitu : konteks pembicara, kebahasaan, waktu, tujuan, situasi atau suasana hati
si pembicara/pendengar, objek pembicaraan, dan lain-lain. Makna kontekstual ini
berkaitan erat dengan kolokasi. Definisi kolokasi dijelaskan oleh Baker sebagai
kecenderungan sejumlah kata untuk bergabung secara teratur dalam suatu bahasa,
tetapi kata yang mana dapat berkolokasi dengan kata apa tidak ada hubungannya
secara logis.[10] Shei
dan Pain menegaskan bahwa kolokasi ialah sekelompok kata yang sering muncul
bersama.[11] Sejalan
dengan itu, dalam Oxford Collocations Dictionary dijelaskan bahwa
kolokasi adalah ”the way words combine in a language to produce a
natural-sounding speech and writing”. Kolokasi berbeda dengan idiom. Idiom adalah ungkapan yang
kalau diterjemahkan secara harfiah tidak masuk akal atau ungkapan yang maknanya
tidak dapat ditelusuri melalui kata per kata dan membentuk kata baru.[12]
Misalnya, idiom ‘cuci tangan’ dalam kalimat ‘Mereka cuci tangan atas masalah
itu’. Idiom ‘cuci tangan’ tidak bisa dipahami melalui kata ‘cuci’ dan kata
‘tangan’, tetapi harus dipahami sebagai satu kesatuan. Sebaliknya, kolokasi
adalah gabungan kata yang maknanya dapat ditelusuri melalui kata per kata,
tetapi tidak membentuk kata baru. Misalnya, gabungan kata ‘memanjat pohon’
dapat dipahami maknanya melalui kata ‘memanjat’ dan kata ‘pohon’. Dengan
demikian, kolokasi adalah kecenderungan sejumlah kata atau sekelompok kata
untuk bergabung secara teratur guna menghasilkan bicara dan atau tulisan yang terdengar
lazim dan berterima dalam suatu bahasa.
Contohnya adalah kata ”cut” yang memiliki banyak padanan
kata yang mengikutinya, seperti :
cut a cake
cut someones’s hair
cut a wood
cut a diamond
cut a deck of cards
cut a disc
cut a notch
|
compositional
meaning
(arti kata= kata majemuk)
non compositional meaning
(arti bukan kata majemuk)
|
Cut has same vague /general
meaning in every collocation
(arti tidak jelas/umum)
Cut has different meaning in
every collocation
(artinya berbeda-beda)
|
Untuk contoh kata “cut” ini, secara umum mempunyai arti (general meaning) memotong dengan menggunakan
benda tajam. Dalam kata majemuk kata ”cut”
diikuti dengan kata benda lainnya. Namun pada kenyataannya tidak semua arti ”cut” memotong ini dilakukan dengan benda
tajam, misalkan cut a deck of cards
(membagikan kartu), cut in (menerobos
antrian) atau cut butter (memotong
mentega) karena bisa juga memotong mentega ini tidak menggunakan benda tajam.
Dengan demikian maka arti ”cut”
secara umum menjadi tidak sesuai dengan konteksnya, karena tidak jelas atau
ambigu. Inilah yang menjadi masalah dalam Hipotesis arti kata ”cut” secara umum. Menyikapi hal
tersebut, maka timbullah arti kata ”cut”
dalam arti yang berbeda-beda sesuai dengan konteks kalimatnya, namun masalahnya
arti kata ”cut” ini menjadi banyak
sehingga tidak efisien dan membingungkan makna leksikalnya.
Bila kita lihat arti ”cut”
ini secara bukan kata majemuk maka artinya menjadi satu kesatuan, tanpa harus
per kata dan memiliki arti yang jelas. Contohnya:
Cutting the grass (memotong rumput), cutting a disc (mendengarkan musik).
C.
BERBAGAI CARA MENDEFINISIKAN MAKNA
Definisi adalah keterangan yang merupakan penjelasan atau
uraian tentang arti suatu kata atau uangkapan yang membatasi makna kata ataupun
ungkapan tersebut. Kata atau ungkapan yang hendak dijelaskan disebut definiendum
sedangkan bagian yang dijelaskan definiendum itu disebut definiens.
a.
Definisi Real dan Nominal
Definisi Real yaitu mendefinisikan kata yang sudah umum
digunakan. Definisi ini biasanya mengacu pada kata referennya. Contohnya
menggunakan kata garam dibanding dengan NacL.
Definisi
Nominal merupakan suatu jenis definisi yang baru sama sekali atau memberikan
suatu arti baru pada kata yang sudah lama ada. Dan definisi ini merupakan suatu
cara untuk menjelaskan sesuatu dengan menguraikan arti katanya. Dalam Definisi
Nominal dapat dinyatakan dalam 3 cara, yaitu :
1)
Definisi dapat diuraikan dari asal-usulnya
(etimologi), contoh : Filsafat, yaitu dari Philos yang berarti pencinta dan
sophia yang berarti kebijaksanaan jadi arti Filsafat adalah Pencinta
Kebijaksanaan
2)
Namun tidak semua bisa dilakukan dengan
cara etimologi, maka supaya jelas definisi nominal ini harus dilengkapi
keterangan tentang bagaimana definisi ini telah digunakan dalam masyarakat.
3)
Dapat dinyatakan dengan menggunakan
sinonim
b.
Definisi dengan menyebutkan salah satu katanya (Ostension)
Definisi
dengan menyebutkan salah satu katanya atau definisi dengan Ostension merupakan
cara mendefinisikan makna kata dengan lebih jelas dan sederhana, dengan
menunjuk langsung benda yang mewakili makna kata yang dimaksud.
Adapun kesulitan
mendefinisikan makna dengan ostention adalah kata kerja “verb”, kata sifat adjectives”
dan kata sambung”prepositions”tidak
bisa di definisikan dengan cara ini, hanya kata yang termasuk ke dalam kategori
leksikal dapat di definisikan dengan cara ini.
contoh: seorang wanita
berada di toko kacamata di Prancis dan hanya berbicara sedikit bahasa Perancis,
wanita tersebut ingin membeli kacamata, tetapi pelayan toko tidak mengerti yang
wanita maksud, apakah hanya ingin membeli lensa kacamata atau membeli kacamata
secara utuh.
Mendefinisikan
makna dengan ostension memang terlihat mudah, hanya dengan menunjuk bendanya
secara langsung, tetapi pada kenyataan cara ini juga menimbulkan makna ambigu.
Cara untuk mengatasi berbagai permasalahan yang terjadi ketika mendefinisikan
makna dengan ostension adalah menggunakan bahasa itu sendiri sebagai media
untuk mendefinisikan makna sesuai dengan yang diharapkan.
c.
Definisi dengan Sinonim
Mendefinisikan
makna dengan cara memberikan sinonim dari kata yang dimaksud baik itu dengan
bahasa yang sama atau dengan bahasa yang berbeda.
Contoh : Bahasa
Indonesia laki-laki < Pria
Bahasa Inggris mad and furious
< angry
Definisi
dengan sinonim memiliki kekurangan yaitu adanya kemungkinan menantang identitas
antara definiens ( hal/kata/ungkapan yang menjelaskan sesuatu) dan definiendum
(hal/kata/ungkpan yang
didefinisikan)
d.
Definisi dengan konteks atau contoh khas
Mendefinisikan
makna kata dengan cara menghubungkan kata dengan peristiwa yang sesuai dengan
konteks yang dimaksud.
Dalam buku Riemer dicontohkan : scratch
dan Itchy
Scratch
diartikan dalam bahasa Indonesia menggaruk.
Itchy
diartikan dalam bahasa Indonesia gatal
Kata scratch
dihubungkan dengan suatu peristiwa yang sesuai konteks yaitu kapan kita akan
melakukan kegiatan ini “scrach” menggaruk,
yaitu dalam keadaan kita “itchy” gatal.
e.
Definisi oleh Genus (Jenis) dan Differentia (Pembeda)
Definisi yang memperhatikan genus atau jenis dan differentia
atau pembeda. Aristotle dalam Riemer menjelaskan tentang definisi oleh jenis (genus) dan pembeda (differentia).
“ definition
involves specifying the broader class to which the definiendum belongs (often
called the definiendum’s genus), and then showing the distinguishing feature of
the definiendum (the differentia) which distinguishes it from the other members
of this broder class.”
Definisi
termasuk menentukan kelas yang lebih luas lagi yang dimiliki oleh suatu kata
atau ungkapan yang akan didefinisikan (definiendum) (disebut jenis definiendum)
serta menunjukan ciri-ciri, perbedaan dari definiendum (pembeda) yang
membedakan dari kelas yang luas. Contoh
: a
man as rational animal
Man
adalah manusia/mahluk hidup
Man
termasuk ke dalam animal
Yang membedakan
man dengan animal adalah rationality
Ada
banyak permasalahan apabila mendefinisikan melalui jenis dan pembeda, bisa jadi
menggunakan cara ini pemaknaan menjadi tidak efektif atau tidak mungkin.
Apalagi definisi melalui jenis (genus)
dan pembeda (differentia) diharapkan sebagai definisi kognitif. Hal ini dikarenakan definisi melalui jenis dan sifat
pembeda mensyaratkan dengan sistem kategori (genera) dari hal yang akan di definisikan (definienda). Sebagai contoh yang telah disebutkan sebelumnya yaitu
mendefinisikan “man as rational animal”
, makna dari keduanya harus sudah di ketahui sebelumnya. Tetapi
tidak banyak jenis (genus) dan
pembeda (differentia) yang dapat
digunakan, untuk beberapa kata banyak jenis yang kurang relevan serta
menghasilkan makna yang tidak dapat dimengerti. Oleh sebab itu definisi melalui
jenis dan pembeda bukan strategi efektif untuk menghasilkan definisi kognitif.
C.
Definisi dan Subtitusionalitas
Subtitusi definiens bagi definiendum harus tepat dan
sesuai dalam segala konteks. Sebagai
contoh dalam bahasa Inggris “keep in equilibrum” dapat diterima sebagai
definisi dari kata “balance“ , apabila hal ini memungkinkan untuk mensubtitusi
kata “ balance” dalam berbagai macam konteks dan tidak ada kesalahan ketika
menterjemahkannya. Contoh :
I balanced the plank on my head.
She balanced the ball on the end of the bat
Now, children, you have to balance the egg on the spoon.
I’ve never managed to balance the demands of work and play.
Kebenaran
dari definisi bukan satu-satunya kriteria dalam mendefinisikan, makna juga
mempunyai peran dalam mendefinisikan suatu kata atau ungkapan. Suatu definisi
dapat diterima apabila dapat di subtitusi untuk hal yang akan dijelaskan.
Selama tidak menjadi makna baru atau menghilangkan makna yang sebenarnya dari
hal yang akan di jelaskan.
D.
Primitif Semantik
Sangat memungkinkan memberi definisi untuk setiap kata
dalam setiap bahasa dengan menggunakan kata yang lain dari bahasa yang sama,
seperti halnya sebuah rangkaian definisi dari awal hingga akhir. Dikarenakan
kosakata dari bahasa sangat terbatas, maka dengan metalanguage dapat digunakan untuk menjelaskan objek yang akan
dijelaskan, dengan cara ini sehingga tidak akan meninggalkan definisi yang
sebenarnya.
Kata yang tidak bisa di definisikan atau dipecah-pecah
menjadi sesuatu yang lebih sederhana, ini dinamakan primitif semantik. Fodor
dalam Riemer berpendapat bahwa setiap leksikon mempunyai butir leksikal, ini di
sebut primitif semantik atau bagian kecil yang tidak dapat di definisikan.
I take
semantic facts with full ontological seriousness, and i can’t think of a better
way to say what ‘keep’ means than to say that it means keep.
If, i suppose, the concept KEEP is an atom, it’s hardly
surprising that there’s no better way to say what ‘keep’ means than to say it
means keep.
I know of no reason,
empirical or a priori, tu suppose that the expressive power English can be
captured in a language whose stock of morphologically primitive expressions is
interestingly smaller than the lexicon of english. (Fodor
1998: 55)
Konsep
teori makna dalam bidang linguistik didukung oleh kepercayaan bahwa makna
setiap kata tidak selalu tidak dapat di jelaskan atau primitif, tetapi
merupakan gabungan dari konsep primitif semantik. Primitif semantik merupakan
landasan dasar dalam pembentukan makna. Teori
linguistik modern yang sedang berkembang saat ini adalah Natural Semantik Metalanguage (NSM) yang diungkapkan oleh
Wierzbicka dan Goddard. Berikut adalah daftar primitif
semantik yang digunakan dalam pendekatan NSM untuk mendefinisikan makna :
I, you, someone, people, something/thing, body; this, the
same, other, one, two, some, all, much/many; good, bad, big, small, think,
know, want, feel, see, hear, say, words, true, do happen, move, there is, have,
live, die, when/time, now, before, after a long time, a short time, for some
time, where/place, here, above, below, far, near, side, inside, not, maybe,
can, because, if, very, more, kind of, part of, like. (Goddard 2002;14).
Lima puluh delapan contoh tersebut mewakili atom makna
yang telah dipastikan tidak bisa didefinisikan dan dapat digunakan untuk
mendefinisikan makna kata yang lebih luas.
Definisi
dalam NSM adalah parafrase reduktif (reductive
paraphrase) dari makna hal/kata atau ungkapan yang akan dijelaskan(definiendum). Reduktif maksudnya
memasukan makna komponen primitif sedangkan parafrase berisi tentang penjelasan
tekstual makna yang tidak semudah hanya dengan mendefinisikan melalui sinonim
atau mendefinisikan melalui jenis dan pembeda, meskipun di dalamnya nanti
terdapat dua struktur ini tetapi berisi kalimat yang akan menjelaskan makna. Contoh
:
Sun
Something
People can often see this something in the sky
When this something is in the sky
People can see other things because of this
When this something is in the sky
People often feel something because of this (Wierzbicka
1996: 220)
X was watching Y =
For some time X was doing something
Because X thought:
When something happens in this place
I want to see it
Because X was doing this, X could see Y during this time. (Goddard
2002: 7; cf Wierzbicka 1996: 251)
Walaupun primitif semantik dapat digunakan untuk
mendefinisikan kosakata dalam bahasa tetapi dia sendiri tidak mungkin
didefinisikan menjadi lebih sederhana lagi.
Dalam analisis semantik menurut NSM yang berisi
penjelasan hal/kata atau ungkapan yang akan dijelaskan supaya lebih sederhana
serta dapat dipahami dari hal yang akan didefinisikan. Lima puluh delapan
primitif semantik yang telah disebutkan seharusnya bisa menjadi perwakilan
untuk mendefinisikan hal yang akan didefinisikan, sementara primitif semantik
sudah tidak bisa didefinisikan lagi. Berbeda dengan NSM yang masih memberikan
kemungkinan semantik primitif untuk didefinisikan melalui metalinguistik
menjadi lebih sederhana. Teori NSM mengklaim sesuatu
yang tidak bisa didefinisikan karena status mereka sebagai primitif konseptual,
dimana primitif sebagai sebuah hipotesis untuk mengekspresikan hal-hal yang
lebih mendasar yang bersifat umum. Setiap natural
language mempunyai konsep primitif semantik yang identik dengan konsep
leksikal bahasa itu tumbuh dan berkembang.
Natural Semantic Matalanguage sangat
universal dan bisa diterapkan dalam bahasa apapun, teori ini mencoba mencari
tahu apakah setiap bahasa memiliki unsur primitif.
Sifat
universal dari teori NSM, sehingga teori ini dapat dipakai dalam penelitian
lintas linguistik, ketelitian merupakan keuntungan teori ini sebagai teori yang
digunakan dalam mendefinisikan makna. Teori NSM memiliki seperangkat alat untuk
menjelaskan makna baik itu makna kata sulit, lintas linguistik ataupun kata
yang berisi informasi budaya.
Pada
kenyataannya beberapa ahli linguistik menemukan teori NSM sangat bermanfaat
sebagai alat untuk menganalisis serta menginterpretasikan aspek makna, metode
ini pun sangat tepat guna atau praktis. (Riemer: 2006)
E.
Masalah Definisi
Sejauh ini kita semua dapat mengasumsikan bahawa sangat
memungkinkan memberi definisi pada kata dalam segala kasus. Tetapi
pemberian definisi bukan berarti tidak menemui kendala ataupun pertentangan di
kalangan masyarakat linguistik.
Kritik
yang sering muncul terhadap teori definisi dalam semantik yaitu kurang
memuaskan definisi kata yang dihasilkan atau di formulasikan. Sikap skeptis
tentang eksistensi definisi yang muncul sangat luas, pada kenyataan para
peneliti dari berbagai disiplin yang masih ada hubungannya dengan bidang
linguistik mengabaikan teori definisi. Sikap skeptis ini muncul, karena mereka
beranggapan teori definisi yang dikembangkan dalam bidang linguistik lalu
diterapkan dalam bidang lain akan memunculkan makna yang menyesatkan. Penolakan
terhadap teori definisi yang dilakukan oleh ahli dari bidang non linguistik ini
dilatarbelakangi oleh berbagai motivasi, ini adalah sikap pertahanan untuk
menolak teori definisi. Permasalahan yang muncul karena mereka menganggap
definisi juga harus memperhatikan dari segi psikologistik yang
mencerminkan struktur dari konsep
definisi.
Sebagai contoh kata Bachelor dalam bahasa Inggris merupakan gabungan dari
konsep tidak menikah”unmarried” dan
laki-laki “man”, secara bersamaan
kata “Bachelor” dapat di definisikan
laki-laki yang tidak menikah “unmarried
man”
Kasus klasik dalam memberikan definisi seperti yang telah
dicontohkan dengan kata “bachelor
yang di definisikan sebagai laki-laki yang tidak menikah, ini merupakan
definisi yang terdapat di dalam kamus. Permasalahannya adalah banyak tipe laki-laki
yang tidak menikah. Alhasil kata”unmarried
man” tidak bisa disubtitusi dengan kata “bachelor”, dalam hal ini pemberian definisi pun telah gagal. Wierzbicka
dalam Riemer manyebutkan bahwa definisi yang tepat adalah dengan menggunakan
kata-kata yang biasa dan umum dipakai tidak seperti sebuah pernyataan yang kita
baca di kamus. Salah satu respon terhadap
kritik konsep definisi adalah definisi hanya menangkap bagian dari inti “core”,
pusat “central”, dan bentuk asli “prototypical” dari makna hal yang akan
dijelaskan dan apabila pemberian definisi mengalami kegagalan, maka akan
melibatkan semua aspek yang terkait dengan definisi.
F.
Definisi, Pemahaman, dan Penggunaan
Dalam kehidupan dan aktifitas manusia, fungsi
definisi adalah sebagai penjamin bahwa bahasa itu digunakan secara konsisten. Di
dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, hukum definisi merupakan hal yang sangat
penting dan utama ini adalah suatu hal yang khusus. Contoh kasus yang sering
ditemui ketika menggunakan bahasa bisa mirip ataupun berbeda. Biasanya beberapa contoh percakapan dalam bahasa
memerlukan definisi eksplisit, ini diperlukan ketika menemui kebingungan. Ketika kita bertanya untuk mengklarifikasi bagaimana
penggunaan kata yang tepat, dan definisi nominal makna kata tidak selalu
tersedia. Definisi menempati posisi utama dalam berbahasa, apabila kita
menganggap bahwa konsep sangat penting dalam memberi definisi dan mengasumsikan
bahwa konsep ada di dalam makna kata. Jika konsep berhubungan dengan makna kata
dan makna kata dapat di tangkap oleh definisi, lalu definisi inilah yang akan
mengaktifkan sense selama bahasa
dipakai. Untuk menanyakan apakah definisi selalu terlibat dalam penggunaan
bahasa maka jawabannya adalah sangat terlibat. Mungkin banyak dari kita yang sering menggunakan
kata kurang tepat, serta tidak bisa mendefinisikan dengan tepat, secara tidak
sadar pengetahuan membuat kita menggunakan kata dengan benar tetapi tidak
memiliki kemampuan untuk mendefinisikan secara eksplisit. Maka dapat dikatakan
konsep atau fungsi definisi sangat berbeda dengan definisi yang ada di dalam
kamus.
[1] Fatimah Djajasudarma. Semantik 1 Pengantar Ke
Arah Ilmu Makna. Bandung: Eresco.1993
[2] Nick Riemer. Introducing
Semantics. Cambridge
Universty Press. 2010
[3] Abdul Wahab. Teori
Semantik. Surabaya: Airlangga University
Press. 1995
[4] Ibid. 2
[5] Ibid.2. h. 47
[6] John I Saeed. Semantics
(Second Editions). Blackwell Publishing. 2003. h.54
[7] John Lyons. Semantics
I. Cambridge
University Press. 1977.
[8]
Ibid. 2
[9] Alan
Cruse. Meaning in Language (An introduction to Semantics and Pragmatics). Oxford University
Press
[10] Baker, M. In Other Words: a
CourseBook on Translation. London:Routledge.
1992
[11] Shei, C. C. & Pain, H. 2000. “An
ELS Writer’s Collocational Aid”. ComputerAssisted Language Learning,
13(2), 167-182.
[12] Oxford Collocation Dictionary for Students of English. 2002. New York: Oxford University
Press.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar