PENDEKATAN HOLISTIK DALAM KONSELING
PENDEKATAN HOLISTIK DALAM KONSELING
A. Latar Belakang
Pendidikan
adalah salah satu bentuk perwujudan kebudayaan yang dinamis dan sarat
perkembangan, perubahan atau perkembangan pendidikan adalah hal yang
memang seharusnya terjadi sejalan dengan budaya kehidupan.
Di
dalam pendidikan untuk mencapai tujuan dari pendidikan itu sendiri maka
adanya bimbingan dan konseling, secara umum tujuan penyelenggaraan
bantuan layanan bimbingan konseling adalah berupaya membantu peserta
didik menemukan pribadinya dalam hal mengenai kekuatan dan kelemahan
eirinya serta menerima dirinya secara dinamis sebagai modal perkembangan
diri lebih lanjut.
Secara
khusus konseling bertujuan membantu klien membuat pilihan yang tepat
untuk memperbaiki pergaulan atau hubungan di dunia sekitar dan
teman-temannya. Banyak secara konseling seperti humanistic, pendekatan
gestalt dan salah satunya konseling holistic yang mendekati 4 aspek,
aspek fisik, mental, dan spiritual oleh sebab itu penulis akan
menjelaskan makalah tentang pendekatan holistic konseling.
B. Holistic Terapy dan Konseling
Holistic
terapy adalah (current Trend of Person Centered). Menunjukkan kepada
kecendrungan mutakhir konseling atau psikoterapy berpusat pada pribadi
untuk berpandangan lebih bebas mengenai manusia, upaya pemahaman dimensi
sosial dan komunikasi pemikiran, tingkah laku.
Person-centered therapy dikembangkan terutama oleh Carl Rogers, terapi yang bepusat pada orang atau klien ini di
dasari pada kepercayaan bahwa klien memiliki kemampuan untuk maju dan
membatasi permasalahan-permasalahannya. Secara konstruktif, jika
terdapat kondisi-kondisi yang mendorong terjadinya pertumbuhan.[1]
Kepercayaan
terhadap kapasitas klien untuk mengembangkan dirinya sendiri bertolak
belakang dengan banyak teori yang memandang bahwa tehnik terapy
merupakan faktor yang menentukan dalam proses perkembangan klien.
Menurut rogers, terdapat 3 atribut terapis yang diperlukan agar tercipta iklim yang mendorong pertumbuhan individual:
1. Kongruensi atau kesejatian diri terapis
2. Penerimaan positif yang tidak bersyarat
3. Empati yang akurat
Menurut
Rogers apabila terapis mengkomunikasikan atribut-atribut tersebut. Maka
klien akan menurunkan tingkat pertahanan dirinya lebih terbuka terhadap
diri dan dunia di sekelilingnya dan akan menunjukkan perilaku yang
konstruktif dan pro sosial. Tujuan konseling adalah untuk membebaskan
klien dari pandangan dirinya yang mengekang dan menciptakan kondisi
sehingga klien mampu untuk terlibat dalam pencaharian diri yang lebih
bermakna.
Kecendrungan
yang merealisasikan diri (Actualiting Tendency) merupakan proses kearah
tertentu sehingga terciptanya pemenuhan diri, antonomi, self
determination dan kesempurnaan.
Dorongan
untuk tumbuh yang berasal dari dalam diri merupakan kekuatan internal
untuk penyembuhan diri bersama-sama dengan faktor-faktor lingkungan
interdependensi dan sosialisasi. Karena adanya kapasitas inheren untuk
mengatasi maladjustment.
C. Tujuan dari Terapy
Yang
berpusat pada orang adalah mempertinggi pusat independensi dan
integrasi dari individu. Focus terapy adalah pada orang bukan pada
masalah yang sedang dihadapi orang tersebut.
Rogers
percaya bahwa tujuan terapy bukanlah untuk memecahkan masalah tertentu,
namun untuk membantu klien dalam menjalani proses pertumbuhan sehingga
klien dapat menghadapi masalah yang sedang dihadapi maupun permasalahan
dimasa depan. Dengan demikian, terapy bertujuan untuk memberikan
lingkungan yang kondusif untuk membantu seseorang berfungsi secara
penuh.
Sebelum
seorang klien mampu untuk mengejar tujuan tertentu, kien harus
melepaskan topeng yang mereka pakai yang tercipta dan berkembang melalui
proses sosialisasi. Klien kemudian akan mengenali bahwa ia telah
kehilangan kontak dengan dirinya sendiri. Rogers menggambarkan bahwa
seseorang yang aktualisasi dirinya meningkat akan menunjukkan sikap :
a. Terbuka terhadap pengalaman
b. Percaya terhadap diri mereka sendiri
c. Mampu untuk melakukan evalusi internal
d. Memiliki keinginan untuk terus menerus tumbuh
D. HOLISTIK KONSELING
Holistik adalah saduran kata dari bahasa inggris yaitu “Holistik” yang menkankan pentingnya keseluruhan dan saling keterkaitan. Jika kata holistik ini dipakai
dalam rangka pelayanan kepada orang lain yang membutuhkan mak mempunyai
arti layanan yang diberikan kepada sesama atau manusia secara utuh baik
secara fisik, mental, sosial dan spiritual mendapat perhatian yang
seimbang[2].
Kembali
pada hakikat penciptaan, tuhan menciptakan manusia itu tidak hanya
memperhatikan fisiknya saja, mentalnya saja, sosialnya saja atau bahkan
hanya memperhatikan spiritualnya saja tetapi utuh, keutuhan ciptaan
Allah kepada manusia. Demikian pula jika kita ingin memberikan layanan
kepada orang lain yang membutuhkan, kita perlu mendasarkan pelayanan
kita kepada keutuhan tersebut aspek fisik, mental, sosial dan spiritual.
Secara sosial holistik perkembangan sebagai proses holistik yaitu
perkembangan terjadi tidak hanya dalam aspek tertentu melainakn
keseluruhan aspek yang saling terjalin satu sama lain. 3 Proses
perkembangan individu:
1. Proses biologi
2. Proses kognitif
3. Proses psikososial
1. Definisi pelayanan holistic
Pelayanan holistik merupakan
pelayanan yang mencerminkan komitmen terhadap pelayanan kepada seluruh
manusia, yaitu secara jasmani, sosio-ekonomis, sosio-hubungan, mental
dan spiritual. Berarti pelayanan itu luas. Kalau semua tipe pelayanan
iotu dilaksanakan secara lengkap belum tentu pelayanan itu dianggap “holistik” kalau tidak di integrasikan secara kreatif dan sistematis.
2. Definisi kebudayaan
Kebudayaan
pada umumnya dipelajari oleh ahli antropologi yang boleh
disebut”Cultual atau Sosial antropologi”. Beberapa macam kebudayaan :
a. Kebudayaan suku
Indonesia sangat kaya dari segi budaya dan adat namun dalam pengertian holistik an konseling, perbedaan kebudayaan tidak begitu penting yang bermakna adalah keadaran bahwa Indonesia adalah pluralistic.
b. Kebudayaan agama
Clifford Geertz menjelaskan bahwa agama merupakan sebagian dari kebudayaan.
c. Kebudayaan antar agama
Ketika
dari wakil-wakil agama berkumpul, bisa saja muncuk gejala-gejala budaya
yang lain antara islam dan Kristen. Ada perbedaan tafsiran dari
kelompok masing-masing.
E. KONSELING “TRAIT DAN FACTOR”
Beberapa
tokoh utama teori sifat dan faktor adalah Walter bingham, Jhon Darley,
G. Paterson, dan E. G. Williamson, karena pandangan dan konsepnya telah banyak dipublikasikan dalam berbagai artikel dalam jurnal, dab buku-buku.
1. Konsep Utama
Menurut teori ini,
keperibadian merupakan suatu system sifat atau faktor yang saling
berkaitan satu dengan lainnya seperti kecakapan, minat, sikap dan
temperamen. Perkembangan kemajuan individu muali dari masa bayi hingga
dewasa diperkuat oleh interaksi sifat dan faktor. Telah banyak
diusahakan untuk membuat kategori orang-orang atas dasar dimensi
macam-macam sifat.
Maksud
konseling menurut Williamson adalah untuk membantu perkembangan
kesempurnaan berbagai aspek kehidupan manusia. Membantu individu dalam
memperoleh kemajuan memahami dan mengelola diri dengan cara membantunya
menilai kekuatan dan kelemahan diri dalam kegiatan dengan perubahan
kemajuan tujaun-tujuan hidup dan karir (shertzer & Stone, 1980,
171).
Asumsi pokok yang mendasari teori konseling sifat dan faktor adalah :
1) Karena
setiap individu sebagai suatu pola kecakapan dan kemampuan yang
terorganisasikan secara unik, dank arena kemampuan kualitasnya relatif
stabil setelah remaja, maka tes objektif dapat dugunakan untuk
mengidentifikasi karakteristik-karakteristik tersebut.
2) Pola-pola
kepribadian dan minat berkorelasi dengan perilaku kerja tertentu. Oleh
karena itu, maka identifikasi karakteristik para pekerja yang berhasil
merupakan suatu informasi yang berguna dalam membantu individu memilih
karir.
2. Proses konseling
Menurut
Williamson, hubungan konseling merupakan hubungan yang sangat akrab,
sangat bersifat pribadi dalam hubungan tatap muka, kemudian konselor
bukan hanya membantu individu atas apa saja yang sesuai dengan
potensinya, tetapi konselor harus mempengaruhi klien berkembang ke satu
arah yang terbaik baginya. Konselor memang tidak menetapkan, tetapi
memberikan pengaruh untuk mendapatkan cara yang baik dalam ,membuat
keputusan. Karena itu pula aliran ini disebut konseling yang direktif.
3. Tehnik konseling
Tehnik-tehnik yang digunakan dalam proses konseling ialah :
a) Penggunaan hubungan intim (rapport).
Konselor harus menerima konseli dalam hubungan yang hangat, intim,
bersifat pribadi, penuh pemahaman dan terhindar dari hal-hal yang
mengancam konseli.
b) Memperbaiki
pemahaman diri. Konseli harus memahami kekuatan dan kelemahan dirinya,
dan dibantu untuk menggunakan kekuatannya dalam upaay mengatasi
kelemahannya.
c) Pemberian nasihat dan perencanaan program kegiatan.
d) Menunjukkan kepada petugas lain atau referral.
4. Kritik dan kontribusi
Beberapa kritik yang pada umumnya disampaikan kepada teori sifat dan faktor adalah antara lain :
a) Pandangannya
dikembangkan dalam situasi pendidikan dan kliennya dibatasi terutama
kepada siswa-siswa yang memiliki keragaman derajat kemantapan dan
tanggung jawab sendiri.
b) Pendangannya
terlalu menekankan kepada pengendalian konselor dan hasil dicapai pada
diri klien lebih banyak tergantung kepada keunggulan konselor dalam
mengarahkan dan membatasi konseli.
c) Banyak meminimalkan atau mengabaikan aspek afektif koseli yang justru seharusnya menjadi kepedulian utama konselor.
F. KONSELING “RATIONAL EMOTIVE”
Tokoh teori ini adalah Albert Ellis.
1. Konsep pokok
Ellis
memandang bahwa manusia itu bersifat rasional dan juga irasional. Orang
berprilaku dalam cara-cara tertentu karena ia percaya bahwa ia harus
bertindak dalam cara itu. Unsur pokok terapi rasional-emotif adalah asumsi bahwa berfikir dan emosi bukan dua proses yang terpisah.
Pandangan yang penting dari teori rasional-emotif adalah konsep bahwa banyak perilaku emosional individu yang berpangkal pada “selftalk”
atau “omong diri” atau internalisasi kalimat-kalimat, yaitu orang yang
bersifat negatif. Adanya orang-orang yang seperti itu, menurut Ellis
adalah karena: a). terlalu bodoh untuk berfikir secara jelas, b).
orangnya cerdas tetapi tidak tahu bagaimana berfikir secara cerdas, dan
tidak tahu berfikir secara dalam hubungannya dengan keadaan emosi, c).
orangnya cerdas dan cukup berpengetahuan tetapi terlalu neurotik untuk
menggunakan kecerdasan dan pengetahuan secara memadai.
2. Proses konseling
Tugas
konselor menurut Ellis ialah membantu individu yang tidak bahagia dan
menghadapi hambatan, untuk menunjukkan bahwa: a). kesulitannya
disebabkan oleh persepsi yang terganggu dan pikiran-pikiran yang tidak
logis, b). usaha memperbaikinya adalah harus kembali kepada sebab-sebab
permulaan.
3. Tujuan konseling Rasional-Emotif
a) Memperbaiki
dan merubah sikap, persepsi, cara berfikir, keyakinan serta
pandangan-pandangan klien yang irasional dan logis menjadi rasional dan
logis agar klien dapat mengembangkan diri, meningkatkan self actualizationnya seoptimal mungkin melalui perilaku kognitif dan efektif yang positif.
b) Menghilangkan gangguan-gangguan emosional yang merusak diri sendiri.
Sebagai suatu bentuk hubungan yang bersifat membantu (helping relationship), terapi rasional-emotif mempunyai karakteristik sebagai berikut:
a) Aktif-direktif,
artinya bahwa dalam hubungan konseling atau terapeutik, terapi atau
konselor lebih aktif membantu mengarahkan klien dalam menghadapi dan
memecahkan masalahnya.
b) Kognitif-eksperiensial, artinya
bahwa hubungan yang dibentuk harus berfokus pada aspek kognitif dari
klien dan berintikan pemecahan masalah yang rasional.
c) Emotif- eksperiensial, artinya
bahwa hubungan yang dibentuk juga harus melihat aspek emotif klien
dengan mempelajari sumber-sumber gangguan emosional, sekaligus
membongkar akar-akar keyakinan yang keliru yang mendasari gangguan
tersebut.
d) Behavioristik, artinya bahwa hubungan yang dibentuk harus menyentuh dan mendorong terjadinya perubahan perilaku dalam diri klien.
e) Kondisional, artinya
bahwa hubungan dalam terapi rasional-emotif dilakukan dengan membuat
kondisi-kondisi tertentu terhadap klien melalui berbagai tehnik
kondisioning untuk mencapai tujuan terapi konseling.
4. Tehnik-tehnik terapi
Tehnik-tehnik Emotif (efetif):
a) Tehnik Assertive Training, yaitu
tehnik yang digunakan untuk melatih, mendorong dan membiasakan klien
untuk secara terus-menerus menyesuaikan dirinya dengan perilaku tertentu
yang diinginka.
b) Tehnik Sosiodrama,
yang digunakan untuk mengekspresikan berbagai jenis perasaan yang
menekan (perasaan-perasaan negatif) melalui suatu suasana yang
didramatisasikan sedemikian rupa sehingga klien dapat secar bebas
mengungkapkan dirinya sendiri secara lisan, tulisan ataupun melalui
gerakan-gerakan dramatis.
c) Tehnik ‘self modeling’ atau “diri sebagai model”,
yakni tehnik yang digunakan untuk meminta klien agar “berjanji” atau
mengadakan “komitment” dengan konselor untuk menghilangkan perasaan atau
perilaku tertentu.
d) Tehnik imitasi,
yakni tehnik yang digunakan diman klien diminta untuk menirukan secara
terus menerus suatu model perilaku tertentu dengan maksud menghadapi dan
menghilangkan perilakunya sendiri yang negatif.
Tehnik-tehnik Behavioristik
Beberapa tehnik yang tergolong behavioristik adalah:
1) Tehnik Reinforcement (Penguatan),
yakni tehnik yang digunakan untuk mendorong klien kearah perilaku yang
lebih rasional dan logis dengan jalan memberikan pujian verbal (reward) ataupun punishment (hukuman).
2) Tehnik Social Modeling (pemodelan social), yakni tehnik yang digunakan untuk memberikan perilaku-perilaku baru pada klien.
3) Tehnik Live Models (model
dari kehidupan nyata), yang digunakan untuk menggambarkan
perilaku-perilaku tertentu, khususnya situasi-situasi interpersonal yang
kompleks dalam bentuk percakapan sosial, interaksi dengan memecahkan
masalah-masalah.
Tehnik-tehnik Kognitif
Beberapa tehnik yang tergolong Kognitif:
1) Home work Assigments (pemberian tugas rumah). Dalam tehnik ini,
klien diberikan tugas-tugas rumah untuk melatih, membiasakan diri serta
mengintegrasikan system nilai tertentu yang menurut pola perilaku yang
diharapkan.
2) Tehnik Assertive. Tehnik ini digunakan untuk melatih keberanian klien dalam mengekpresikan perilaku-perilaku tertentu yang diharapkan melalui: role playing atau bermain peran, rehearsal atau latihan, dan social modeling atau meniru model-model sosial.
G. KONSELING BEHAVIORAL
Yang
dapat digolongkan sebagai tokoh-tokoh dan banyak memberikan informasi
mengenai konseling behavioral antara lain John D. Krumboltz, Carl E.
Thoresen, Ray E. Hosford, Bandura, wolpe dan sebagainya.
I. Konsep pokok
Konselor
behavioral membatasi perilaku sebagai fungsi interaksi antara pembawaan
dengan lingkungan. Perilaku yang dapat diamati merupakan suatu
kepedulian dari para konselor sebagai criteria pengukuran keberhasilan
konseling. Menurut pendangan ini manusia bukanlah hasil dari dorongan tidak sadar seperti yang dikemukakan oleh Freud.
Thoresen (shertzer dan stone, 1980, 188) member ciri konseling behavioral sebagai berikut:
a) Kebanyakan perilaku manusia dipelajari dan karena itu dapat diubah.
b) Perubahan-perubahan
khusus terhadap lingkungan individual dapat membantu dalam mengubah
perilaku-perilaku yang relevan prosedur-perosedur konseling berusaha
membawa perubahan-perubahan yang relevan.
c) Prinsip-prinsip belajar special seperti :reinforcement” dan “social modeling”, dapat digunakan untuk mengembangkan prosedur-perosedur konseling.
d) Keefektifan konseling dan hasil konseling dinilai dari perubahan dalam perilaku-perilaku khusus diluar wawancara prosedur-prosedur konseling.
e) Prosedur-prosedur
konseling tidak statis, tetap atau ditentukan sebelumya, tetapi dapat
secara khusus didesain untuk membantu klien dalam memecahkan masalah
khusus.
II. Prosedur konseling
Koseling behavioral
merupakan suatu proses membatu orang utnuk belajar memecahkan masalah
interpersonal, emosional, dan keputusan tertentu.
Tujuan
konseling menurut Krumboltz harus memperhatkan criteria berikut: (1)
tujuan harus diinginkan oleh klien, (2) konselor harus berkeinginan
untuk membantu klien mencapai tujuan, (3) tujuan harus mempunyai
kemungkinan untuk dinilai pencapaiannya oleh klien.
Mengenai Metode Konseling, Krumboltz. Mengategorikan men jadi empat pendekatan yaitu pendekatan: (1) operant learning, (2) unitative learning atau sosial modeling. (3) cognitive learning dan (4) emotional learning.
Metode Unitative Learning atau sosial modeling diterapkan oleh konselor dengan merancang auatu perilkau adaptasi yang dapat dijadikan model oleh klien.
Metode Cognitive Learning atau
pembelajaran kognitif merupakan metode yang berupa pengajaran secara
verbal, kontrak antara konseling dengan klien dan bermain peranan.
Selanjutkan metode “ Emotional Learning” atau pembelajaran emosional diterapkan pada individu yang mengalami suatu keemasan.
III. Kritik dan Kontribusi
Beberapa
kritik terhadap konseling behavioral adalah antara lain: konseling
behavioral bersifat dingin, kurang menyentuh aspek pribadi, bersifat
manipulative, dan mengabaikan hubungan antara pribadi.
Konseling
behavioral lebih terkonsentrasi kepada tehnik. Meskipun konselor
behavioral sering menyatakan persetujuan kepada tujuan klien, akan
tetapi pemilihan tujuan lebih sering ditentukan oleh konselor.
Perubahan
klien hanya berupa gejala yang dapat berpindah kepada bentuk perilaku
yang lain. Sedangkan konseling behavioral adalah antar lain :
1) Telah mengembangkan konseling sebagai ilmu karena mengundang penelitian dan menerapkan ilmu pengetahuan kepada proses konselor.
2) Mengembangkan perilaku yang spesifik sebagai hasil konseling yang dapat diukur.
3) Memberikan ilutrasi bagaimana mengatasi keterbatasan lingkungan.
4) Penekanan bahwa konseling hedaknya memusatkan pada perilaku sekarang dan bukan kepada perilaku yang terjadi dimasa lalu.
H. KONSELING PSIKOANALISA
1) Konsep Pokok
Pada mulanya Freud mengembangkan teorinya tentang struktur kepribadian dan sebab-sebab gangguan jiwa.
Teori kepribadian menurut Freud, menyangkut tiga hal yaitu: struktur, dinamika dan perkembangan kepribadian.
a) Struktur kepribadian
Menurut Freud, kepribadian terdiri atas tiga system, yaitu : id, ego, dan super geo. Ketiga system ini mempunyai fungsi,sifat, prinsip kerja dan dinamika sendiri-sendiri.
Id adalah aspek biologis yang merupakan system kepribadian yang asli.
Ego adalah aspek psikologis yang timbul karena kebutuhan organism untuk berhubungan dengan dunai kenyataan.
Super ego merupakan
aspek sosiologis yang mencerminkan nilai-nilai tradisional serta
cita-cita masyarakat yang ada didalam keperibadian individu.
b) Dinamika keperibadian
Freud
menganggap organism manusia sebagai suatu sistem energy yang kompelks.
Energy diperoleh dari makanan (energy fisik). Berdasarkan hukum
penyimpanan (conservation of energy)
energi tidak dapat menghilang energi fisik dapat berbah menjadi psikis.
Jembatan antara energi tubuh dengan kleperibadian ialah id beserta insting-instingnya.
Insting
menurut Freud sebagai sumber perangsang somatic yang dibawa sejak
lahir. Suatu insting adalah sejulah energi psikis, kumpulan dari semua
insting-insting merupakan keselruhan energi psikis yang dipergunakan
oleh keperibadian . insting mempunyai empat sifat utama yaitu : Sumber ,
tujuan objek dan mendorong, insting bersumber dari kebutuhan dan
bertujuan menghilangkan sumber ketegangan yang diakibatkan Karena adanya
kebutuhan.
Sedangkan objek insting adalah segala aktivitas atau benda yang menyebabkan tercapainya kebutuhan.
DAFTAR PUSTAKA
Depdiknas, 2005, Rencana Strategi Departemen Nasional Tahun 2005-2009, Jakarta; Departemen Pendidikan Nasional.
Istifah, M, 2008 Pendidikan Holistik, Departemen ilmu keluarga dan konsumen, institute pertanian bogor.
Mewangi IR, Melly I, Wahyu F.D, 2005, Pendidikan Holistik, Cimanggis, Indonesia.
Prof. DR, H. Mohamad Surya, Teori-teori Konseling, Bandung; Pustaka bani Quraisy.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar