Evaluasi merupakan bagian dari sistem manajemen yaitu perencanaan,
organisasi, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi. Kurikulum juga
dirancang dari tahap perencanaan, organisasi kemudian pelaksanaan dan
akhirnya monitoring dan evaluasi. Tanpa evaluasi, maka tidak akan
mengetahui bagaimana kondisi kurikulum tersebut dalam rancangan,
pelaksanaan serta hasilnya. Tulisan ini akan membahas mengenai
pengertian evaluasi kurikulum, pentingnya evaluasi kurikulum dan masalah
yang dihadapi dalam melaksanakan evaluasi kurikulum. Maka itu
janganlah takut jika perubahan kurikulum akan terjadi sebab adanya
evaluasi kurikulum sebenarnya ingin menjadikan hasil semakin lebih baik
Pemahaman mengenai pengertian evaluasi kurikulum dapat berbeda-beda
sesuai dengan pengertian kurikulum yang bervariasi menurut para pakar
kurikulum. Oleh karena itu penulis mencoba menjabarkan definisi dari
evaluasi dan definisi dari kurikulum secara per kata sehingga lebih
mudah untuk memahami evaluasi kurikulum.Pengertian evaluasi menurut joint committee,
1981 ialah penelitian yang sistematik atau yang teratur tentang manfaat
atau guna beberapa obyek. Purwanto dan Atwi Suparman, 1999
mendefinisikan evaluasi adalah proses penerapan prosedur ilmiah untuk
mengumpulkan data yang valid dan reliabel untuk membuat keputusan
tentang suatu program. Rutman and Mowbray 1983 mendefinisikan evaluasi
adalah penggunaan metode ilmiah untuk menilai implementasi dan outcomes
suatu program yang berguna untuk proses membuat keputusan. Chelimsky
1989 mendefinisikan evaluasi adalah suatu metode penelitian yang
sistematis untuk menilai rancangan, implementasi dan efektifitas suatu
program. Dari definisi evaluasi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa
evaluasi adalah penerapan prosedur ilmiah yang sistematis untuk menilai
rancangan, implementasi dan efektifitas suatu program.1,2,3Sedangkan pengertian kurikulum adalah :4
a. Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai
tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai
pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan
pendidikan tertentu (Pasal 1 Butir 19 UU No. 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional);
b. Seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan
pembelajaran serta metode yang digunakan sebagai pedoman
menyelenggarakan kegiatan pembelajaran (Keputusan Menteri Kesehatan Nomor: 725/Menkes/SK/V/2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelatihan di bidang Kesehatan.).
c. Kurikulum pendidikan tinggi adalah seperangkat rencana dan
pengaturan mengenai isi maupun bahan kajian dan pelajaran serta cara
penyampaian dan penilaiannya yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan belajar-mengajar di perguruan tinggi (Pasal 1
Butir 6 Kepmendiknas No. 232/U/2000 tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum
Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa);
d. Menurut Grayson (1978), kurikulum adalah suatu perencanaan untuk mendapatkan keluaran (out- comes) yang
diharapkan dari suatu pembelajaran. Perencanaan tersebut disusun secara
terstruktur untuk suatu bidang studi, sehingga memberikan pedoman dan
instruksi untuk mengembangkan strategi pembelajaran (Materi di dalam
kurikulum harus diorganisasikan dengan baik agar sasaran (goals) dan tujuan (objectives)
pendidikan yang telah ditetapkan dapat tercapai;e. Sedangkan
menurut Harsono (2005), kurikulum merupakan gagasan pendidikan yang
diekpresikan dalam praktik. Dalam bahasa latin, kurikulum berarti track atau
jalur pacu. Saat ini definisi kurikulum semakin berkembang, sehingga
yang dimaksud kurikulum tidak hanya gagasan pendidikan tetapi juga
termasuk seluruh program pembelajaran yang terencana dari suatu
institusi pendidikan.
Dari pengertian evaluasi dan kurikulum di atas maka penulis
menyimpulkan bahwa pengertian evaluasi kurikulum adalah penelitian yang
sistematik tentang manfaat, kesesuaian efektifitas dan efisiensi dari
kurikulum yang diterapkan. Atau evaluasi kurikulum adalah proses
penerapan prosedur ilmiah untuk mengumpulkan data yang valid dan
reliable untuk membuat keputusan tentang kurikulum yang sedang berjalan
atau telah dijalankan.
Evaluasi kurikulum ini dapat mencakup keseluruhan kurikulum atau
masing-masing komponen kurikulum seperti tujuan, isi, atau metode
pembelajaran yang ada dalam kurikulum tersebut.Secara sederhana evaluasi
kurikulum dapat disamakan dengan penelitian karena evaluasi kurikulum
menggunakan penelitian yang sistematik, menerapkan prosedur ilmiah dan
metode penelitian. Perbedaan antara evaluasi dan penelitian terletak
pada tujuannya. Evaluasi bertujuan untuk menggumpulkan, menganalisis dan
menyajikan data untuk bahan penentuan keputusan mengenai kurikulum
apakah akan direvisi atau diganti. Sedangkan penelitian memiliki tujuan
yang lebih luas dari evaluasi yaitu menggumpulkan, menganalisis dan
menyajikan data untuk menguji teori atau membuat teori baru.1,2,3
Fokus evaluasi kurikulum dapat dilakukan pada outcome dari kurikulum tersebut (outcomes based evaluation) dan juga dapat pada komponen kurikulum tersebut (intrinsic evaluation). Outcomes based evaluation
merupakan fokus evaluasi kurikulum yang paling sering dilakukan.
Pertanyaan yang muncul pada jenis evaluasi ini adalah “apakah kurikulum
telah mencapai tujuan yang harus dicapainya?” dan “bagaimanakah pengaruh
kurikulum terhadap suatu pencapaian yang diinginkan?”. Sedangkan fokus
evaluasi intrinsic evaluation seperti evaluasi sarana prasarana
penunjang kurikulum, evaluasi sumber daya manusia untuk menunjang
kurikulum dan karakteristik mahasiswa yang menjalankan kurikulum
tersebut.5
B. Pentingnya Evaluasi Kurikulum
Penulis setuju dengan pentingnya dilakukan evaluasi kurikulum.
Evaluasi kurikulum dapat menyajikan informasi mengenai kesesuaian,
efektifitas dan efisiensi kurikulum tersebut terhadap tujuan yang ingin
dicapai dan penggunaan sumber daya, yang mana informasi ini sangat
berguna sebagai bahan pembuat keputusan apakah kurikulum tersebut masih
dijalankan tetapi perlu revisi atau kurikulum tersebut harus diganti
dengan kurikulum yang baru. Evaluasi kurikulum juga penting dilakukan
dalam rangka penyesuaian dengan perkembangan ilmu pengetahuan, kemajuan
teknologi dan kebutuhan pasar yang berubah. 1,2,3
Evaluasi kurikulum dapat menyajikan bahan informasi mengenai area –
area kelemahan kurikulum sehingga dari hasil evaluasi dapat dilakukan
proses perbaikan menuju yang lebih baik. Evaluasi ini dikenal dengan
evaluasi formatif. Evaluasi ini biasanya dilakukan waktu proses
berjalan. Evaluasi kurikulum juga dapat menilai kebaikan kurikulum
apakah kurikulum tersebut masih tetap dilaksanakan atau tidak, yang
dikenal evaluasi sumatif. 5
C. Masalah dalam Evaluasi KurikulumNorman dan Schmidt 2002 mengemukakan ada beberapa kesulitan dalam penerapan evaluasi kurikulum , yaitu : 6
- Kesulitan dalam pengukuran
- Kesulitan dalan penerapan randomisasi dan double blind
- Kesulitan dalam menstandarkan intervensi dalam pendidikan.
- Pengaruh intervensi dalam pendidikan mudah dipengaruhi oleh faktor-faktor lain sehingga pengaruh intervensi tersebut seakan-akan lemah.
Penulis mencoba menganalisa masalah yang dihadapi dalam melakukan evaluasi kurikulum, yaitu :
1. Dasar teori yang digunakan dalam evaluasi kurikulum
lemahDasar teori yang melatarbelakangi kurikulum lemah akan mempengaruhi
evaluasi kurikulum tersebut. Ketidakcukupan teori dalam mendukung
penjelasan terhadap hasil intervensi suatu kurikulum yang dievaluasi
akan membuat penelitian (evaluasi kurikulum) tidak baik. Teori akan
membantu memahami kompleksitas lingkungan pendidikan yang akan
dievaluasi. Contohnya Colliver mengkritisi bahwa Problem Based Learning
(PBL) tidak cukup hanya menggunakan teori kontekstual learning untuk
menjelaskan efektivitas PBL. Kritisi ini ditanggapi oleh Albanese dengan
mengemukakan teori lain yang mendukung PBL yaitu, information-processing theory, complex learning, self determination theory.
Schdmit membantah bahwa sebenarnya bukan teorinya yang lemah akan
tetapi kesalahan terletak kepada peneliti tersebut dalam memahami dan
menerapkan teori tersebut dalam penelitian. 7,8,9,10
2. Intervensi pendidikan yang dilakukan tidak memungkinkan dilakukan BlindedDalam penelitian pendidikan khususnya penelitian evaluasi kurikulum, ditemukan kesulitan dalam menerapkan metode blinded dalam melakukan intervensi pendidikan. Dengan tidak adanya blinded
maka subjek penelitian mengetahui bahwa mereka mendapat intervensi atau
perlakuan sehingga mereka akan melakukan dengan serius atau
sungguh-sungguh. Hal ini tentu saja dapat mengakibatkan bias dalam
penelitian evaluasi kurikulum. 7,8,9,10
3. Kesulitan dalam melakukan randomisasiKesulitan melakukan
penelitian evaluasi kurikulum dengan metode randomisasi dapat disebabkan
karena subjek penelitian yang akan diteliti sedikit atau kemungkinan
hanya institusi itu sendiri yang melakukannya. Apabila intervensi yang
digunakan hanya pada institusi tersebut maka timbul pertanyaan, “apakah
mungkin mencari kelompok kontrol dan randomisasi?”. 7,8,9,10
4. Kesulitan dalam menstandarkan intervensi yang
dilakukan/kesulitan dalam menseragamkan intervensi.Dalam dunia
pendidikan sulit sekali untuk menseragamkan sebuah perlakuan cotohnya
penerapan PBL yang mana memiliki berbagai macam pola penerapan. Norman
(2002) mengemukakan tidak ada dosis yang standar atau fixed
dalam intervensi pedidikan. Hal ini berbeda untuk penelitian di biomed
seperti pengaruh obat terhadap suatu penyakit, yang mana dapat
ditentukan dosis yang fixed. Berbeda dengan penelitian evaluasi
kurikulum misalnya pengaruh PBL terhadap kemamuan Self Directed
Learning (SDL). Penerapan PBL di berbagai FK dapat bermacam-macam.
Kemungkinan penerapan SDL dalam PBL di FK A 50 % , sedangkan di FK B
adalah 70 % , maka apabila mereka dijadikan subjek penelitian maka tentu
saja pengaruh PBL terhadap SDL akan berbeda. 7,8,9,10
5. Masalah Etika penelitianMasalah etika penelitian merupakan
hal yang perlu dipertimbangkan. Penerapan intervensi dengan metode blinded
dalam penelitian pendidikan sering terhalang dengan isu etika. Secara
etika intervensi tersebut harus dijelaskan kepada subjek penelitian
sehingga dapat dipertanggungjawabkan. Padahal apabila suatu intervensi
diketahui oleh subjek penelitian maka ada kecendrungan subjek penelitian
melakukan dengan sungguh-sungguh sehingga penelitian tidak berjalan
secara alamiah.Pengaruh hasil penelitian terhadap institusi juga perlu
dipertimbangkan. Adanya prediksi nantinya pengaruh hasil penelitian yang
akan menentang kebijaksanaan institusi dapat mengkibatkan kadangkala
peneliti menghindari resiko ini dengan cara menghilangkan salah satu
variable dengan harapan hasil penelitian tidak akan menentang
kebijaksanaan. 7,8,9,10
6. Tidak adanya pure outcomeOutcome yang dihasilkan dari sebuah intervensi pendidikan seringkali tidak merupakan outcome
murni dari intervensi tersebut. Hal ini disebabkan karena banyaknya
faktor penganggu yang mana secara tidak langsung berhubungan dengan
hasil penelitian. Postner dan Rudnitsky, 1994 juga mengemukakan dalam outcome based evaluation terdapat informasi mengenai main effect dan side effect sehingga kadangkala peneliti kesulitan membedakan atara main effect dan side effect ini. 7,8,9,10
7. Kesulitan mencari alat ukurEvaluasi pendidikan merupakan
salah satu komponen utama yang tidak dapat dipisahkan dari rencana
pendidikan. Namun perlu dicatat bahwa tidak semua bentuk evaluasi dapat
dipakai untuk mengukur pencapaian tujuan pendidikan yang telah
ditentukan. Informasi tentang tingkat keberhasilan pendidikan akan dapat
dilihat apabila alat evaluasi yang digunakan sesuai dan dapat mengukur
setiap tujuan. Alat ukur yang tidak relevan dapat mengakibatkan hasil
pengukuran tidak tepat bahkan salah sama sekali. 7,8,9,10
8. Penggunaan Perspektif kurikulum yang berbeda sebagai
pembandingPostner mengemukakan ada lima perspektif dalam kurikulum yaitu
traditional, experiential, Behavioral, structure of discipline dan constructivist.
Masing-masing perspektif ini memiliki tujuannya masing-masing. Dalam
melakukan evaluasi kurikulum kita harus mengetahui perspektif kurikulum
yang akan dievaluasi dan perspektif kurikulum pembanding. Hal ini sering
terlihat dalam evaluasi kurikulum dengan menggunakan metode comparative outcome based
yang bila tidak memperhatikan masalah ini akan melahirkan bias dalam
evaluasi. Kurikulum dengan perspektif tradisional tentu saja berlainan
dengan kurikulum yang memiliki perspektif konstruktivist. Contoh kurikulum tradisional menekankan pada recall of knowledge sedangkan kurikulum konstruktivist
menekankan pada konsep dasar dan ketrampilan berpikir. Apabila ada
penelitian yang menghasilkan bahwa kurikulum tradisional di pendidikan
dokter lebih baik dalam hal knowledge dibandingkan dengan PBL
hal ini tentu saja dapat dimengerti karena perspektifnya berbeda.
Penelitian yang menggunakan metode perbandingan kurikulum yang
perspektifnya berbeda ini seringkali menjadi kritikan oleh para ahli. 5
KESIMPULAN
Evaluasi kurikulum adalah proses penerapan prosedur ilmiah untuk
mengumpulkan data yang valid dan reliabel untuk membuat keputusan
tentang kurikulum yang sedang berjalan atau telah dijalankan. Secara
sederhana evaluasi kurikulum dapat disamakan dengan penelitian, karena
evaluasi kurikulum menggunakan penelitian yang sistematik, menerapkan
prosedur ilmiah dan metode penelitian. Evaluasi kurikulum penting
dilakukan dalam rangka penyesuaian dengan perkembangan ilmu
pengetahuan, kemajuan teknologi dan kebutuhan pasar. Ada banyak masalah
dalam penerapan evaluasi kurikulum seperti dasar teori yang digunakan
dalam evaluasi kurikulum lemah, intervensi pendidikan yang dilakukan
tidak memungkinkan dilakukan blinded, kesulitan dalam melakukan
randomisasi, kesulitan dalam menstandarkan intervensi yang dilakukan,
masalah etika penelitian, tidak adanya pure outcome, kesulitan
mencari alat ukur dan penggunaan perspektif kurikulum yang berbeda
sebagai pembanding. Oleh karena itu dengan memahami pengertian evaluasi
kurikulum dan persamaan serta perbedaannya dengan penelitian
diharapkan evaluasi kurikulum yang akan dibuat dapat menjadi valid,
reliabel dan sangat berguna sebagai bahan pertimbangan dalam membuat
keputusan tentang kurikulum tersebut.
* dari berbagai sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar