Kata linguistik berasal dari bahasa
latin lingua yang bermakna bahasa, dan dalam bahasa Prancis berpadanan dengan
kata langue,langage, dalam bahasa Italia berpadanan dengan kata lingua dan dalam
bahasa Spanyol berpadanan dengan kata lengua. Kata linguistik dalam bahas
Inggris ditulis linguistics yang dalam bahasa Prancis ditulis linguistique
karena dalam bahasa Inggris beberapa nama ilmu pengetahuan selalu ditulis dalam
bentuk jamak, misalnya mathematics, phonetics, physics, politics.
Dalam bahasa Arab, linguistik disebut ilmu lughah. Pada mulanya kata ilmu lughah tidak digunakan dengan makna linguistik atau kajian bahasa. Kata ilmu lughah pertama kali digunakan oleh Ibnu Khaldun dalam karyanya “ Al-Muqaddimah” dan dimaksudkan sebagai ilmu ma’ajim atau lexicology.
Menurut Pringgodigdo dan Hasan Sadily, 1977 : (633-634) menjelaskan linguistik adalah “ Penelaahan bahasa secara ilmu pengetahuan. Tujuan utama ialah mempelajari suatu bahasa secara deskriptif. Mempelajari bahasa berdasarkan sejarah atau ilmu perbandingan bahasa berarti mempelajari hubungan suatu bahasa dengan bahasa yang lain.” Dan pengertian yang selaras juga dikemukakan oleh Kridalaksana (1993) dalam kamus linguistik, didefinisikan sebagai ilmu tentang bahasa atau penyelidikan bahasa secara ilmiah.
Ada empat tataran dalam kebahasaan (linguistik), yaitu fonologi (makhrajul huruf), morfologi (ilmu sharaf), sintaksis (ilmu nahwu), dan semantic. Fonologi adalah bidang linguistik yang mempelajari, menganalisis, dan membicarakan runtutan bunyi-bunyi bahasa (Abdul Chaer :2007). Morfologi adalah bidang linguistik yang mempelajari dan menganalisis perubahan kata dalam bahasa. sedangkan sintaksis adalah bidang linguistik yang mempelajari dan menganalisis hubungan kata dengan kata lain, atau unsur-unsur lain sebagai suatu satuan ujaran. Dan yang terakhir adalah semantik yang merupakan bidang linguistik yang mempelajari dan menganalisis makan kata.
Sintaksis berasal dari bahasa Yunani, yaitu sun yang berarti ‘dengan’ dan kata tattein yang berarti ‘menempatkan’. Jadi, secara etimologis istilah itu berarti; Menempatkan bersama-sama kata-kata menjadi kelompok kata atau kalimat. Sintaksis sering disebut sebagai tataran kebahasaan terbesar. Menurut Ramlan (1976), Sintaksis adalah bagian dari tata bahasa yang mengkaji struktur frase dan kalimat. Hal ini selaras dengan yang dikemukakan Bloch dan Trager ( dalam Tarigan, 1986) bahwa sintaksis adalah analisis mengenai konstuksi-konstruksi yang hanya mengikut sertakan bentuk-bentuk bebas.
Dalam pembahasan sintaksis yang biasa dibicarakan adalah (1) Struktur sintaksis yang mencakup masalah fungsi, kategori dan peran sintaksis, serta alat-alat yang digunakan dalam membangun struktur itu. (2) Satuan-satuan sintaksis yang berupa kata, frase, klausa, kalimat, dan wacana. Dan (3) hal-hal lain yang berkenaan dengan sintaksis yang berupa modus, aspek dan sebagainya (Abdul Chaer : 2007)
Dalam makalah ini, akan dijelaskan mengenai klausa yang merupakan salah satu tataran dalam sintaksis, dalam bahasa Indonesia dan Arab yang Insya Allah akan dipaparkan secara terperinci dengan jelas beserta contoh-contohnya yang tentu dalam bahasa Indonesia dan Arab.
1. Pengertian Klausa
A. Dalam Bahasa Indonesia
Klausa merupakan tataran didalam sintaksis yang berada di atas tataran frase dan di bawah tataran kalimat. Dalam berbagai karya linguistik mungkin ada perbedaan konsep karena pengunaan teori analisis yang berbeda. Sebagaimana para ahli saling berbeda dalam mendefinisikan klausa. Di dalam makalah ini kami akan mencoba menghadirkan beberapa pengertian klausa menurut para ahli, sebagai penambah wawasan kita:
• badudu
klausa adalah sebuah kalimat yang merupakan bagian daripada kalimat yang lebih besar
• Prof. Drs. M. Ramlan
klausa adalah satuan gramatik yang terdiri dari P (predika), baik disertai oleh S (subjek), O (objek), Pel(aku), dan ket(erangan) ataupun tidak.
• Jos Daniel Parere
Klausa adalah sebuah kalimat yang memenuhi salah satu pola dasar kalimat inti dengan dua atau lebih unsur pusat.
• Kridalaksana
Klausa adalah satuan gramatik berupa kelompok kata yang sekurang-kurangnya terdiri atas subjek dan predikat dan mempunyai potensi untuk menjadi kalimat.
• Tarigan
Klausa adalah kelompok kata yang hanya mengandung satu predikat (p).
Pada pengertian-pengertian klausa yang dikemukakan para ahli diatas, kita bisa membandingkan antara satu pengertian dengan pengertian lainnya. Badudu mengatakan bahwa kalau klausa dilepaskan dari kalimat, maka bagian yang dipisahkan masih nampak sebagai kalimat. Antara pengertian yang dikemukakan Ramlan dengan Parere memiliki titik perbedaan. Pada definisi yang dikemukakan Ramlan jabatan predikat sebagai unsur kalimat sangat menentukan, sedangkan menurut Parere, kalimat yang dianggap klausa haruslah memenuhi salah satu dasar pola kalimat inti. Dengan demikian, satuan melompat bukanlah klausa menurut Parere tapi, menurut Ramlan merupakan sebuah klausa.
Pengertian-pengertian yang dikemukakan para ahli memang sedikit berbeda namun, kita masih dapat menarik benang merah dari definisi-definisi diatas, yaitu klausa adalah satuan gramatik yang bersifar predikatif. Berikut kami sediakan contoh :
• Nenek mandi
Contoh diatas merupakan sebuah kluasa sebab bersifat predikatif. Namun, akan timbul kembali pertanyaan, kalau begitu apa perbedaan klausa dengan kalimat? Abdul Chaer dalam bukunya yang berjudul linguistic umum menjelaskan, bahwa sebuah konstruksi disebut kalimat kalau kepada konstruksi itu diberikan intonasi final atau intonasi kalimat (Abdul Chaer : 2007).
B. Dalam Bahasa Arab
Dalam bahasa Arab istilah klausa kurang dikenal oleh para pengkaji sintaksis bahasa Arab. Hal tersebut terjadi karena di dalam buku-buku induk ilmu nahwu sendiri tidak ada istilah khusus mengenai klausa. Di dalam buku-buku nahwu terdapat tiga istilah kunci yaitu: kalimah, jumlah, dan kalam. Jumlah dan kalam adalah istilah dalam bahasa Arab yang lazim disepadankan dengan kalimat dalam bahasa Indonesia, sedangkan kalimah lazim disepadankan dengan kata.
Namun demikian, Al-Ghalayaini (1984) dalam bukunya yang berjudul jami’ ad-durus al-lugah arabiyah membedakan istilah jumlah dengan kalam. Menurutnya jumlah- disebut juga dengan murakkab isnady- adalah konstuksi yang terdiri dari S (musnad ilaih) dan P (musnad). sedangkan kalam adalah konstruksi yang terdiri atas S dan P, mengandung makna yang utuh, dan dapat berdiri sendiri. Dari definisi yang dikemukakan Al-Ghalayani tersebut dapat diartikan bahwa jumlah memang terdiri dari S dan P, tetapi tidak harus mengandung makna yang utuh dan tidak harus dapat berdiri sendiri. Dengan demikian, definisi jumlah yang dikemukakan Al-Ghalayaini dapat disepadankan dengan klausa. Sedangkan, kalam dipadankan dengan kalimat.
Definisi yang mengatakan bahwa jumlah adalah konstruksi yang terdiri dari S dan P, tanpa mempersyaratkan keutuhan makna, dapat diterima. Kesimpulan ini didukung oleh adanya istilah atau konsep jumlah shartiyah dan khabar jumlah. Contoh:
• Jumlah shartiyah
انّ تحترم الناسØ يحترموك
Khabar jumlah
محمد يسافر ابوه الي مكةØ
ada contoh pertama, kalimat يحترموك merupakan sebuah klausa yang konstruksinya tidak dapat berdiri sendiri, sebab menjadi Jawab Syarti. Dan Pada contoh kalimat kedua, يسافر ابوه الي مكة merupakan sebuah klausa yang konstruksinya tidak dapat berdiri sendiri, sebab menjadi khabar dari محمد .
2. Jenis-Jenis Klausa dan Contohnya
Pada pembahasan sebelumnya, Al-Ghalayaini mengindikasikan klausa dengan jumlah atau murakkab isnady, dengan demikian jenis klausa dalam bahasa arab ada lima, jika kita melihat dari pembagian murakkab isnady, yaitu; susunan mubtada’ dan khabar, fi’il dan fail, isim kana (كان) dan khabar-nya, isim inna (انّ) dan khabar-nya, dan fi’il majhul dan naib-nya.
namun demikian, kami akan mencoba menyepadankan antara jenis-jenis klausa bahasa Indonesia dengan bahasa Arab.
Abdul Chaer dalam bukunya linguistik umum, membagi klausa menjadi dua yaitu:
A. Berdasarkan struktur
Pembagian klausa berdasarkan struktur terbagi kembali menjadi dua yaitu:
I. Klausa bebas
Adalah klausa yang mempunyai unsur-unsur lengkap, sekurang kurangnya mempunyai S dan P; dan karena itu mempunyai potensi untuk menjadi kalimat mayor. Contoh : konstruksi Nenekku masih cantik dan جاء الحقّ kedua contoh ini jika diberi intonasi akhir maka akan menjadi kalimat mayor.
II. Klausa terikat
Adalah klausa yang memiliki struktur tidak lengkap. Unsur yang ada dalam klausa ini mungkin hanya subjek saja, mungkin hanya objek saja, atau juga hanya berupa keterangan saja. Oleh karena itu, klausa terikat tidak mempunyai potensi untuk menjadi kalimat mayor. Contoh: konstruksi tadi pagi yang bisa menjadi kalimat jawaban untuk kalimat tanya: kapan nenek membaca komik?; تفلح اذن yang merupakan jawaban pada orang yang berkata ساجتهد.
B. Berdasarkan katergori unsur segmental yang menjadi predikatnya.
I. Klausa verbal
Adalah klausa yang predikatnya berkategori verba; misalnya, klausa الدرس يكتب احمد, dan ahmad mandi.
II. Klausa nominal
Adalah klausa yang predikatnya berupa nomina atau prase nominal, misalnya انا طالب dan kakeknya petani di desa itu
III. Klausa ajektifal
Adalah klausa yang predikatnya berkategori ajektifa, baik berupa kata maupun frase. Misalnya : زيد جميل, dan gedung itu sudah tua sekali
IV. Klausa adverbial
Adalah klausa yang predikatnya berupa adverbia. Misalnya, klausa bandelnya teramat sangat.
V. Klausa proposisional
Adalah klausa yang predikatnya berupa preposisi. Umpamanya, انا من المكتبة, dan nenek di kamar mandi.
VI. Klausa numeral
Adalah klausa yang predikatnya berupa kata atau frase numeralia. Misalnya, النثر له خمسة انواع, gajinya lima juta sebulan; anaknya dua belas orang; dan taksinya delapan buah.
Jika kita perhatikan contoh-contoh diatas yang berbahasa arab maka, padanan susunan fi’il fail dan fi’il majhul beserta naib-nya berpadanan dengan klausa verbal, dan susunan mubtada’ khabar berpadanan dengan klausa nominal, ajektifal, preposisional, dan numeral. Sedangkan susunan isim inna dan khabar-nya, dan susunan isim kanna dan khabar-nya padanannya sama dengan padanan mubtada’ khabar, mengingat susunan isim inna dan khabar-nya, dan isim khanna dan khabar-nya pada mulanya adalah susunan mubtada’ khabar, Hanya disana terjadi perubahan I’rab.
Untuk sekedar menambah informasi, bahwasanya Ramlan membagi klausa menjadi tiga jenis, dan yang ketiga ini, ia menggolongkannya pada klausa berdasarkan ada-tidaknya kata negative yang secara gramatik menegatifkan predikat. Jadi, Ramlan membaginya menjadi:
• Klausa Positif
Adalah klausa yang tidak memiliki kata-kata negative yang secara gramatik menegatifkan atau mengingkarkan P. contoh: محمد جميل, dan wajahnya cantik.
• Klausa Negative
Adalah klausa yang memiliki kata-kata negative yang secara gramatik menegatifkan P. contoh: الكاذب محبوبا ليس, dan wajahnya tidak cantik.
3. Perbandingan antara Klausa Bahasa Indonesia dengan Bahasa Arab
Al-Ghalayaini mengindikasikan klausa dengan jumlah, yaitu konstruksi yang terdiri dari musnad ilah (subjek) dan musnad (predikat) yang belum mengandung makna utuh. Definisi tersebut sejalan dengan definisi klausa dalam bahasa Indonesia. Jadi, dilihat dari segi makna, istilah klausa dalam bahasa Indonesia dengan bahasa Arab adalah sama. Walaupun istilah klausa sendiri tidak di kenal oleh para pengkaji bahasa Arab.
Dalam bahasa Indonesia kita mengenal istilah subjek (S) dan predikat (P), dalam bahsasa arab kedua istilah ini dikenal dengan musnad dan musnad ilaih. Musnad ilaih berpadanan dengan subjek (S) sedangkan, musnad berpadanan dengan predikat (P).
Dalam bahasa Arab, linguistik disebut ilmu lughah. Pada mulanya kata ilmu lughah tidak digunakan dengan makna linguistik atau kajian bahasa. Kata ilmu lughah pertama kali digunakan oleh Ibnu Khaldun dalam karyanya “ Al-Muqaddimah” dan dimaksudkan sebagai ilmu ma’ajim atau lexicology.
Menurut Pringgodigdo dan Hasan Sadily, 1977 : (633-634) menjelaskan linguistik adalah “ Penelaahan bahasa secara ilmu pengetahuan. Tujuan utama ialah mempelajari suatu bahasa secara deskriptif. Mempelajari bahasa berdasarkan sejarah atau ilmu perbandingan bahasa berarti mempelajari hubungan suatu bahasa dengan bahasa yang lain.” Dan pengertian yang selaras juga dikemukakan oleh Kridalaksana (1993) dalam kamus linguistik, didefinisikan sebagai ilmu tentang bahasa atau penyelidikan bahasa secara ilmiah.
Ada empat tataran dalam kebahasaan (linguistik), yaitu fonologi (makhrajul huruf), morfologi (ilmu sharaf), sintaksis (ilmu nahwu), dan semantic. Fonologi adalah bidang linguistik yang mempelajari, menganalisis, dan membicarakan runtutan bunyi-bunyi bahasa (Abdul Chaer :2007). Morfologi adalah bidang linguistik yang mempelajari dan menganalisis perubahan kata dalam bahasa. sedangkan sintaksis adalah bidang linguistik yang mempelajari dan menganalisis hubungan kata dengan kata lain, atau unsur-unsur lain sebagai suatu satuan ujaran. Dan yang terakhir adalah semantik yang merupakan bidang linguistik yang mempelajari dan menganalisis makan kata.
Sintaksis berasal dari bahasa Yunani, yaitu sun yang berarti ‘dengan’ dan kata tattein yang berarti ‘menempatkan’. Jadi, secara etimologis istilah itu berarti; Menempatkan bersama-sama kata-kata menjadi kelompok kata atau kalimat. Sintaksis sering disebut sebagai tataran kebahasaan terbesar. Menurut Ramlan (1976), Sintaksis adalah bagian dari tata bahasa yang mengkaji struktur frase dan kalimat. Hal ini selaras dengan yang dikemukakan Bloch dan Trager ( dalam Tarigan, 1986) bahwa sintaksis adalah analisis mengenai konstuksi-konstruksi yang hanya mengikut sertakan bentuk-bentuk bebas.
Dalam pembahasan sintaksis yang biasa dibicarakan adalah (1) Struktur sintaksis yang mencakup masalah fungsi, kategori dan peran sintaksis, serta alat-alat yang digunakan dalam membangun struktur itu. (2) Satuan-satuan sintaksis yang berupa kata, frase, klausa, kalimat, dan wacana. Dan (3) hal-hal lain yang berkenaan dengan sintaksis yang berupa modus, aspek dan sebagainya (Abdul Chaer : 2007)
Dalam makalah ini, akan dijelaskan mengenai klausa yang merupakan salah satu tataran dalam sintaksis, dalam bahasa Indonesia dan Arab yang Insya Allah akan dipaparkan secara terperinci dengan jelas beserta contoh-contohnya yang tentu dalam bahasa Indonesia dan Arab.
1. Pengertian Klausa
A. Dalam Bahasa Indonesia
Klausa merupakan tataran didalam sintaksis yang berada di atas tataran frase dan di bawah tataran kalimat. Dalam berbagai karya linguistik mungkin ada perbedaan konsep karena pengunaan teori analisis yang berbeda. Sebagaimana para ahli saling berbeda dalam mendefinisikan klausa. Di dalam makalah ini kami akan mencoba menghadirkan beberapa pengertian klausa menurut para ahli, sebagai penambah wawasan kita:
• badudu
klausa adalah sebuah kalimat yang merupakan bagian daripada kalimat yang lebih besar
• Prof. Drs. M. Ramlan
klausa adalah satuan gramatik yang terdiri dari P (predika), baik disertai oleh S (subjek), O (objek), Pel(aku), dan ket(erangan) ataupun tidak.
• Jos Daniel Parere
Klausa adalah sebuah kalimat yang memenuhi salah satu pola dasar kalimat inti dengan dua atau lebih unsur pusat.
• Kridalaksana
Klausa adalah satuan gramatik berupa kelompok kata yang sekurang-kurangnya terdiri atas subjek dan predikat dan mempunyai potensi untuk menjadi kalimat.
• Tarigan
Klausa adalah kelompok kata yang hanya mengandung satu predikat (p).
Pada pengertian-pengertian klausa yang dikemukakan para ahli diatas, kita bisa membandingkan antara satu pengertian dengan pengertian lainnya. Badudu mengatakan bahwa kalau klausa dilepaskan dari kalimat, maka bagian yang dipisahkan masih nampak sebagai kalimat. Antara pengertian yang dikemukakan Ramlan dengan Parere memiliki titik perbedaan. Pada definisi yang dikemukakan Ramlan jabatan predikat sebagai unsur kalimat sangat menentukan, sedangkan menurut Parere, kalimat yang dianggap klausa haruslah memenuhi salah satu dasar pola kalimat inti. Dengan demikian, satuan melompat bukanlah klausa menurut Parere tapi, menurut Ramlan merupakan sebuah klausa.
Pengertian-pengertian yang dikemukakan para ahli memang sedikit berbeda namun, kita masih dapat menarik benang merah dari definisi-definisi diatas, yaitu klausa adalah satuan gramatik yang bersifar predikatif. Berikut kami sediakan contoh :
• Nenek mandi
Contoh diatas merupakan sebuah kluasa sebab bersifat predikatif. Namun, akan timbul kembali pertanyaan, kalau begitu apa perbedaan klausa dengan kalimat? Abdul Chaer dalam bukunya yang berjudul linguistic umum menjelaskan, bahwa sebuah konstruksi disebut kalimat kalau kepada konstruksi itu diberikan intonasi final atau intonasi kalimat (Abdul Chaer : 2007).
B. Dalam Bahasa Arab
Dalam bahasa Arab istilah klausa kurang dikenal oleh para pengkaji sintaksis bahasa Arab. Hal tersebut terjadi karena di dalam buku-buku induk ilmu nahwu sendiri tidak ada istilah khusus mengenai klausa. Di dalam buku-buku nahwu terdapat tiga istilah kunci yaitu: kalimah, jumlah, dan kalam. Jumlah dan kalam adalah istilah dalam bahasa Arab yang lazim disepadankan dengan kalimat dalam bahasa Indonesia, sedangkan kalimah lazim disepadankan dengan kata.
Namun demikian, Al-Ghalayaini (1984) dalam bukunya yang berjudul jami’ ad-durus al-lugah arabiyah membedakan istilah jumlah dengan kalam. Menurutnya jumlah- disebut juga dengan murakkab isnady- adalah konstuksi yang terdiri dari S (musnad ilaih) dan P (musnad). sedangkan kalam adalah konstruksi yang terdiri atas S dan P, mengandung makna yang utuh, dan dapat berdiri sendiri. Dari definisi yang dikemukakan Al-Ghalayani tersebut dapat diartikan bahwa jumlah memang terdiri dari S dan P, tetapi tidak harus mengandung makna yang utuh dan tidak harus dapat berdiri sendiri. Dengan demikian, definisi jumlah yang dikemukakan Al-Ghalayaini dapat disepadankan dengan klausa. Sedangkan, kalam dipadankan dengan kalimat.
Definisi yang mengatakan bahwa jumlah adalah konstruksi yang terdiri dari S dan P, tanpa mempersyaratkan keutuhan makna, dapat diterima. Kesimpulan ini didukung oleh adanya istilah atau konsep jumlah shartiyah dan khabar jumlah. Contoh:
• Jumlah shartiyah
انّ تحترم الناسØ يحترموك
Khabar jumlah
محمد يسافر ابوه الي مكةØ
ada contoh pertama, kalimat يحترموك merupakan sebuah klausa yang konstruksinya tidak dapat berdiri sendiri, sebab menjadi Jawab Syarti. Dan Pada contoh kalimat kedua, يسافر ابوه الي مكة merupakan sebuah klausa yang konstruksinya tidak dapat berdiri sendiri, sebab menjadi khabar dari محمد .
2. Jenis-Jenis Klausa dan Contohnya
Pada pembahasan sebelumnya, Al-Ghalayaini mengindikasikan klausa dengan jumlah atau murakkab isnady, dengan demikian jenis klausa dalam bahasa arab ada lima, jika kita melihat dari pembagian murakkab isnady, yaitu; susunan mubtada’ dan khabar, fi’il dan fail, isim kana (كان) dan khabar-nya, isim inna (انّ) dan khabar-nya, dan fi’il majhul dan naib-nya.
namun demikian, kami akan mencoba menyepadankan antara jenis-jenis klausa bahasa Indonesia dengan bahasa Arab.
Abdul Chaer dalam bukunya linguistik umum, membagi klausa menjadi dua yaitu:
A. Berdasarkan struktur
Pembagian klausa berdasarkan struktur terbagi kembali menjadi dua yaitu:
I. Klausa bebas
Adalah klausa yang mempunyai unsur-unsur lengkap, sekurang kurangnya mempunyai S dan P; dan karena itu mempunyai potensi untuk menjadi kalimat mayor. Contoh : konstruksi Nenekku masih cantik dan جاء الحقّ kedua contoh ini jika diberi intonasi akhir maka akan menjadi kalimat mayor.
II. Klausa terikat
Adalah klausa yang memiliki struktur tidak lengkap. Unsur yang ada dalam klausa ini mungkin hanya subjek saja, mungkin hanya objek saja, atau juga hanya berupa keterangan saja. Oleh karena itu, klausa terikat tidak mempunyai potensi untuk menjadi kalimat mayor. Contoh: konstruksi tadi pagi yang bisa menjadi kalimat jawaban untuk kalimat tanya: kapan nenek membaca komik?; تفلح اذن yang merupakan jawaban pada orang yang berkata ساجتهد.
B. Berdasarkan katergori unsur segmental yang menjadi predikatnya.
I. Klausa verbal
Adalah klausa yang predikatnya berkategori verba; misalnya, klausa الدرس يكتب احمد, dan ahmad mandi.
II. Klausa nominal
Adalah klausa yang predikatnya berupa nomina atau prase nominal, misalnya انا طالب dan kakeknya petani di desa itu
III. Klausa ajektifal
Adalah klausa yang predikatnya berkategori ajektifa, baik berupa kata maupun frase. Misalnya : زيد جميل, dan gedung itu sudah tua sekali
IV. Klausa adverbial
Adalah klausa yang predikatnya berupa adverbia. Misalnya, klausa bandelnya teramat sangat.
V. Klausa proposisional
Adalah klausa yang predikatnya berupa preposisi. Umpamanya, انا من المكتبة, dan nenek di kamar mandi.
VI. Klausa numeral
Adalah klausa yang predikatnya berupa kata atau frase numeralia. Misalnya, النثر له خمسة انواع, gajinya lima juta sebulan; anaknya dua belas orang; dan taksinya delapan buah.
Jika kita perhatikan contoh-contoh diatas yang berbahasa arab maka, padanan susunan fi’il fail dan fi’il majhul beserta naib-nya berpadanan dengan klausa verbal, dan susunan mubtada’ khabar berpadanan dengan klausa nominal, ajektifal, preposisional, dan numeral. Sedangkan susunan isim inna dan khabar-nya, dan susunan isim kanna dan khabar-nya padanannya sama dengan padanan mubtada’ khabar, mengingat susunan isim inna dan khabar-nya, dan isim khanna dan khabar-nya pada mulanya adalah susunan mubtada’ khabar, Hanya disana terjadi perubahan I’rab.
Untuk sekedar menambah informasi, bahwasanya Ramlan membagi klausa menjadi tiga jenis, dan yang ketiga ini, ia menggolongkannya pada klausa berdasarkan ada-tidaknya kata negative yang secara gramatik menegatifkan predikat. Jadi, Ramlan membaginya menjadi:
• Klausa Positif
Adalah klausa yang tidak memiliki kata-kata negative yang secara gramatik menegatifkan atau mengingkarkan P. contoh: محمد جميل, dan wajahnya cantik.
• Klausa Negative
Adalah klausa yang memiliki kata-kata negative yang secara gramatik menegatifkan P. contoh: الكاذب محبوبا ليس, dan wajahnya tidak cantik.
3. Perbandingan antara Klausa Bahasa Indonesia dengan Bahasa Arab
Al-Ghalayaini mengindikasikan klausa dengan jumlah, yaitu konstruksi yang terdiri dari musnad ilah (subjek) dan musnad (predikat) yang belum mengandung makna utuh. Definisi tersebut sejalan dengan definisi klausa dalam bahasa Indonesia. Jadi, dilihat dari segi makna, istilah klausa dalam bahasa Indonesia dengan bahasa Arab adalah sama. Walaupun istilah klausa sendiri tidak di kenal oleh para pengkaji bahasa Arab.
Dalam bahasa Indonesia kita mengenal istilah subjek (S) dan predikat (P), dalam bahsasa arab kedua istilah ini dikenal dengan musnad dan musnad ilaih. Musnad ilaih berpadanan dengan subjek (S) sedangkan, musnad berpadanan dengan predikat (P).
Diposkan oleh sastraindra di 05.10
http://good-ndra.blogspot.com/2010/08/klausa-dalam-bahasa-indonesia-dan-arab.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar