Halaman

Jumat, 27 Januari 2012

HOME SCHOOLING BENARKAH PAYUNG HUKUMNYA JELAS?

Ketika kemarin mengajukan judul tesis yang  bertema Homeschooling, saya kaget betul ketika profesor saya mengatakan bahwa homeschooling (HS) adalah  ilegal. Ia lalu bertanya “coba kamu cek pasal mana yang menjelaskan tentang HS? . Saat itu bener2 seperti ditampar bolak-balik. beliau mengatakan bahwa ternyata ada pasal yang bener2 tidak menjelaskan tentang keberadaan HS. Nah akhirnya saya menyusun sebuah paper yang akhirnya menjelaskan tentang HS sekaligus menjadi alat debat bagi saya kepada profesor itu mengenai program HS.  Silakan simak
Sekolah Rumah Menurut Tinjauan Filsafat
Filosofi berdirinya sekolah rumah adalah “manusia pada dasarnya makhluk belajar dan senang belajar; kita tidak perlu ditunjukkan bagaimana cara belajar. Yang membunuh kesenangan belajar adalah orang-orang yang berusaha menyelak, mengatur, atau mengontrolnya” (John Cadlwell Holt dalam bukunya How Children Fail, 1964). Dipicu oleh filosofi tersebut, pada tahun 1960-an terjadilah perbincangan dan perdebatan luas mengenai pendidikan sekolah dan sistem sekolah. Sebagai guru dan pengamat anak dan pendidikan, Holt mengatakan bahwa kegagalan akademis pada siswa tidak ditentukan oleh kurangnya usaha pada sistem sekolah, tetapi disebabkan oleh sistem sekolah itu sendiri.
Di Indonesia sendiri Dr. Seto Mulyadi dalam majalah Umi Edisi Khusus 1 Tahun 2004, mengatakan bahwa belajar adalah proses mengubah,menambah dan membentuk suatu perilaku. Perilaku yang dimaksud tentu saja terkait dengan semua aspek baik kognitif, afektif maupun psikomotorik. Selanjutnya dikatakan pula bahwa anak tidak mesti datang ke sekolah untuk belajar. Jika belajar dikaitkan dengan proses pendidikan maka pendidikan yang sebenarnya justru dalam keluarga, tidak dilembagakan. Maksudnya pendidikan itu harus idividual bukan klasikal atau massal, karena setiap anak memiliki keunikan dan kecepatan berbeda dalam belajar. Mendidik anak harus sampai bisa (efektif), sementara sistem pembelajaran di sekolah berkejaran dengan waktu dan target-target (efisien)
Pengertian Homeschooling
Merujuk kepada panduan pelaksanaan Homeschooling yang dikeluarkan oleh Direktorat Pendidikan Kesetaraan, Homeschooling adalah proses layanan pendidikan yang secara sadar, teratur dan terarah dilakukan oleh orang tua atau keluarga di rumah atau tempat-tempat lain dimana proses pembelajaran itu dapat berlangsung secara kondusif dengan tujuan dapat mengasah potensi, bakat dan minat masing-masing anak. Dengan Homeschooling akan tercipta situasi yang nyaman dan aman sehingga anak tidak mendapat tekanan dan menjadikan proses pembelajaran menjadi sebuah beban.
Istilah Homeschooling sendiri berasal dari bahasa Inggris berarti sekolah rumah. Homeschooling berakar dan bertumbuh di Amerika Serikat. Homeschooling dikenal juga dengan sebutan home education, home based learning atau sekolah mandiri. Pengertian umum homeschooling adalah model pendidikan dimana sebuah keluarga memilih untuk bertanggung jawab sendiri atas pendidikan anaknya dengan menggunakan rumah sebagai basis pendidikannya. Memilih untuk bertanggungjawab berarti orangtua terlibat langsung menentukan proses penyelenggaraan pendidikan, penentuan arah dan tujuan pendidikan, nilai-nilai yang hendak dikembangkan, kecerdasan dan keterampilan, kurikulum dan materi, serta metode dan praktek belajar (bdk. Sumardiono, 2007:4).
Payung Hukum Pelaksanaan Homeschooling
  1. UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945 dan perubahannya;
(1). Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan.
(2). Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.
  1. UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, pasal 13

BAB VI
JALUR, JENJANG, DAN JENIS PENDIDIKAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 13
(1) Jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal, dan informal yang dapat
saling melengkapi dan memperkaya.
2) Pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan dengan sistem
terbuka melalui tatap muka dan/atau melalui jarak jauh.
  1. UU Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun 2003;
    1. pasal 26 ayat (4 dan 6)
Bagian Kelima
Pendidikan Nonformal
Pasal 26
(1) Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan
layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap
pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat.
(2) Pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan
penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta
pengembangan sikap dan kepribadian profesional.
(3) Pendidikan nonformal meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia
dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan
keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan, serta
pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik.
(4) Satuan pendidikan nonformal terdiri atas lembaga kursus, lembaga pelatihan,
kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, dan majelis taklim, serta satuan pendidikan yang sejenis.
(5) Kursus dan pelatihan diselenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan bekal
pengetahuan, keterampilan, kecakapan hidup, dan sikap untuk mengembangkan diri,
mengembangkan profesi, bekerja, usaha mandiri, dan/atau melanjutkan pendidikan ke
jenjang yang lebih tinggi.
(6) Hasil pendidikan nonformal dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah atau pemerintah daerah dengan mengacu pada standar nasional pendidikan.
(7) Ketentuan mengenai penyelenggaraan pendidikan nonformal sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) diatur lebih lanjut
dengan peraturan pemerintah.
  1. Pasal 27 ayat (1 dan 2 )
Dalam sistem pendidikan di Indonesia, homeschooling (diterjemahkan sebagai Sekolah Rumah, kelompok belajar,) merupakan jalur pendidikan informal.
Keberadaan homeschooling telah diatur dalam UU 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 27 ayat (1):
Kegiatan pendidikan informal yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri
Pemerintah tidak mengatur standar isi dan proses pelayanan informal kecuali standar penilaian apabila akan disetarakan dengan pendidikan jalur formal dan nonformal sebagaimana yang dinyatakan pada UU No. 20/23, pasal 27 ayat (2).
(2) Hasil pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diakui sama dengan pendidikan formal dan nonformal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan.
Sekolah rumah pada dasarnya dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
  1. Sekolah rumah tunggal merupakan layanan pendidikan yang dilakukan oleh orang tua/wali terhadap seorang anak atau lebih terutama di rumahnya sendiri atau di tempat-tempat lain yang menyenangkan bagi peserta didik.
  2. Sekolah rumah majemuk merupakan layanan pendidikan yang dilakukan oleh para orang tua/wali terhadap anak-anak dari suatu lingkungan yang tidak selalu bertalian dalam keluarga, yang diselenggarakan di beberapa rumah atau di tempat/fasilitas pendidikan yang ditentukan oleh suatu komunitas pendidikan yang dibentuk atau dikelola secara lebih teratur dan terstruktur.
(Sumber: “Pendidikan Kesetaraan Mencerahkan Anak Bangsa”, Direktorat Pendidikan Kesetaraan, Dirjen Pendidikan Luar Sekolah, Departemen Pendidikan Nasional, 2006)
Bunyi lengkap pada Pasal 27:
Bagian Keenam
Pendidikan Informal
Pasal 27
(1) Kegiatan pendidikan informal yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri.
(2) Hasil pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diakui sama dengan pendidikan formal dan nonformal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan.
(3) Ketentuan mengenai pengakuan hasil pendidikan informal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
  1. pasal 12 ayat (1) butir e
“ Setiap peserta didik pada satuan pendidikan berhak pindah ke program pendidikan pada jalur dan satuan pendidikan yang setara”.
  1. Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan;
  2. Peraturan Pemerintah Nomor 73 tahun 1991 tentang Pendidikan Luar Sekolah;
  3. Nota kesepahaman antara Dirjen Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Depdiknas dan ASAHPENA yang dituangkan pada Nomor: 02/E/TR/2007 dan Nomor: 001/I/DK/AP/ 07 Tanggal: 10 Januari 2007. (lihat hal lampiran)
Pada kesepakatan antara Dirjen PLS Depdiknas dituliskan bahwa Komunitas sekolah rumah yang lebih sering dikenal dengan Homeschooling adalah sebagai satuan pendidikan kesetaraan dan bersifat pendidikan Nonformal. Dan diawasi langsung oleh departemen pendidikan nasional khususnya Pendidikan Luar Sekolah (PLS).
Pendapat Mengenai Payung Hukum Sekolah Rumah
Beberapa pendapat para pejabat pemerintahan serta pakar pendidikan  mengenai sekolah rumah atau home schooling
  1. Harun Al Rosyid (Kepala Balai Pengembangan Pendidikan Luar sekolah)
Menurut Harun Al Rosyid, Kepala Balai Pengembangan Pendidikan Luar Sekolah dan Non Formal (BPPLSP), sekolah rumah atau homeschooling ini telah memiliki payung hukum UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Anak peserta homeschooling dapat mengikuti ujian nasional berbarengan dengan siswa sekolah formal melalui sekolah mitra yang ditunjuk Dinas Pendidikan. Selain itu, di Indonesia, pendidikan dalam keluarga merupakan kegiatan pendidikan jalur informal, (kutipan UU no 20/2003 Sisdiknas).
  1. Ella Yulaelawati Rumindasari (Direktur Pendidikan Kesetaraan Depdiknas )
Beliau  menegaskan, UU SisDikNas mengakui sekolah-rumah (homeschooling)  sebagai bagian dari akses pendidikan. Depdiknas mendefinisikan sekolah-rumah sebagai proses layanan pendidikan yang secara sadar,teratur, dan terarah dilakukan oleh orangtua/keluarga di rumah atau tempat lain dimana proses belajar dapat berlangsung kondusif. Meskipun model persekolahan di rumah ini dijalankan secara informal orang tua yang menyelenggarakan homeschooling ini diwajibkan melaporkan kepada dinas pendidikan kabupaten atau kota setempat. Anak didik yang mengikuti homeschooling ini juga dapat mengikuti ujian kesetaraan paket A (setara dengan SD), paket B(setara dengan SMP) dan paket C (setara dengan SMU).
  1. Direktorat Pendidikan Kesetaraan, Dirjen PLS, Depdiknas, merumuskan pengertian homeschoolingHomeschooling adalah proses layanan pendidikan yang secara sadar, teratur dan terarah dilakukan oleh orang tua/keluarga di rumah atau di tempat-tempat lain dimana proses belajar mengajar dapat berlangsung dalam suasana yang kondusif dengan tujuan agar setiap potensi anak yang unik dapat berkembang secara maksimal (Direktorat Pendidikan Kesetaraan; 2006; hal 12)
Kurikulum homeschooling
Homeschooling dapat menggunakan berbagai kuikulum. Kurikulum nasional yang digunakan berupa kurikulum pendidikan formal atau kurikulum pendidikan kesetaraan. Kemudian dimodifikasi dengan beberapa bidang kurikulum yang menjadi minat, potensi, dan kebutuhan yang ingin dikembangkan, misalnya anak ingin mengembangkan minatnya dalam bermain musik maka dalam kurikulum dapat ditambahkan kegiatan bermain musik menjadi bagian dalam fokus pendidikan atau homeschooling untuk keluarga atlit dapat menambahkan kurikulum kegiatan berolah raga lebih banyak disela-sela pelaksanaan bidang pendidikan yang lain.
Kurikulum lain yang dapat digunakan adalah kurikulum yang berasal dari luar negeri. Kurikulum ini biasanya sudah disiapkan langsung dengan paket lembar kerja, buku bacaan, lembar evaluasi, dan materi dalam satu tahun. Orang tua dapat membeli paket kurikulum ini dengan harga tertentu. Di Indonesia paket kurikulum seperti ini sudah dirancang/disusun oleh komunitas sekolahrumah milik kak seto ”Asah Pena”. Modul, lembar kerja, lembar evaluasi dan materi telah disediakan, jadwal pertemuan antar orang tua dan pihak komunitas juga telah dirancang selama beberapa periode. Adapun tujuannya adalah agar mutu pendidikan setiap homeschooling yang tergabung dalam komunitas tersebut dapat terpantau dan tetap terjaga kualitasnya.
Kesimpulan
Setiap orang tua menghendaki anak-anaknya mendapat pendidikan bermutu, nilai-nilai iman dan moral yang tertanam baik, dan suasana belajar anak yang menyenangkan. Kerapkali hal-hal tersebut tidak ditemukan para orangtua di sekolah umum. Oleh karena itu ide orangtua untuk “menyekolahkan” anak-anaknya di rumah. Dalam perkembangannya, berdirilah lembaga sekolah yang disebut sekolah-rumah (homeschooling) atau dikenal juga dengan istilah sekolah mandiri, atau home education atau home based learning.
Melihat gejala perkembangan sekolah alternatif inilah akhirnya pemerintah mengatur sekolah rumah dalam perundangan, walaupun tidak dituliskan secara spesifik dalam UU tetapi pemerintah (melalui depdiknas) menegaskan bahwa sekolah rumah atau home schooling telah diatur dalam pasal 26 dan pasal 27 UU no 20 tahun 2003.
Perlu saya akui bahwa perdebatan status sekolah rumah atau home schooling dikarenakan pembuat UU khususnya anggota DPR yang tidak cermat dalam menyikapi perkembangan komunitas belajar masyarakat Indonesia. Sehingga seharusnya memang harus ditulis secara konstekstual dalam amandemen UU no 20 tahun 2003 kedepannya.
Tetapi pelaksanaan Sekolah rumah atau lebih sering disebut Home schooling adalah legal mengingat payung hukum yang sudah dijelaskan serta penjelasan yang dilakukan wakil-wakil dari Departemen Pendidikan Nasional sebagai pelaksana pendidikan di negera Indonesia ini.

Tidak ada komentar: