Halaman

Minggu, 22 April 2012

MODEL PENGEMBANGAN KURIKULUM


PENGEMBANGAN KURIKULUM
            Pengembangan kurikulum mempunyai makna yaitu penyusunan kurikulum yang sama sekali baru atau bisa juga menyempurnakan kurikulum yang telah ada (Sanjaya,2008:77). Pengembangan kurikulum berarti menyusun seluruh perangkat kurikulum mulai dari dasar-dasar kurikulum, struktur dan sebaran mata pelajaran, garis-garis besar program pengajaran, sampai dengan pedoman-pedoman pelaksanaan. Untuk memudahkan pengembangan kurikulum diperlukan sebuah rancangan yang dapat membantu dalam prosesnya

LANDASAN PENGEMBANGAN KURIKULUM
            Landasan pengembangan kurikulum pada hakikatnya merupakan faktor yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan pada waktu mengembangkan suatu kurikulum lembaga pendidikan, baik di lingkungan sekolah maupun luar sekolah. Secara umum terdapat tiga aspek pokok yang mendasari pengembangan kurikulum tersebut, yaitu: landasan filosofis, landasan psikologis, dan landasan sosiologis. Landasan filosofis berkaitan dengan pentingnya filsafat dalam membina dan mengembangkan kurikulum pada suatu lembaga pendidikan. Filsafat ini menjadi landasan utama bagi landasan lainnya. Perumusan tujuan dan isi kurikulum pada dasarnya bergantung pada pertimbangan-pertimbangan filosofis. Pandangan filosofis yang berbeda akan mempengaruhi dan mendorong aplikasi pengembangan kurikulum yang berbeda pula. Berdasarkan landasan filosofis ini ditentukan tujuan pendidikan nasional, tujuan institusional, tujuan bidang studi, dan tujuan instruksional.
Landasan psikologis terutama berkaitan dengan psikologi/teori belajar (psychology/theory of learning) dan psikologi perkembangan (developmental psychology). Psikologi belajar memberikan kontribusi dalam hal bagaimana kurikulum itu disampaikan kepada siswa dan bagaimana pula siswa harus mempelajarinya. Dengan kata lain, psikologi belajar berkenaan dengan penentuan strategi kurikulum. Sedangkan psikologi perkembangan diperlukan terutama dalam menentukan isi kurikulum yang diberikan kepada siswa agar tingkat keluasan dan kedalamannya sesuai dengan taraf perkembangan siswa tersebut.
Landasan sosiologis dijadikan sebagai salah satu aspek yang harus dipertimbangkan dalam pengembangan kurikulum karena pendidikan selalu mengandung nilai atau norma yang berlaku dalam masyarakat. Di samping itu, keberhasilan suatu pendidikan dipengaruhi oleh lingkungan kehidupan masyarakat, dengan segala karakteristik dan kekayaan budayanya yang menjadi dasar dan acuan bagi pendidikan/kurikulum. Ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) sebagai produk kebudayaan diperlukan dalam pengembangan kurikulum sebagai upaya menyelaraskan isi kurikulum dengan perkembangan dan kemajuan yang terjadi dalam dunia iptek.

MODEL-MODEL PENGEMBANGAN KURIKULUM
.Model pengembangan kurikulum pada dasarnya berkaitan dengan rancangan yang dapat digunakan untuk menerjemahkan sesuatu realitas yang lebih praktis sehingga mempermudah pengelolaan kurikulum itu sendiri. Dalam buku Kurikulum dan Pembelajaran, menjelaskan manfaat model dalam pengembangan kurikulum, diantaranya model dapat menjelaskan beberapa aspek perilaku dan interaksi manusia, model dapat mengintegrasikan seluruh pengetahuan hasil observasi dan penelitian, model dapat menyederhanakan suatu proses yang bersifat kompleks dan model dapat digunakan sebagai pedoman untuk melakukan kegiatan (Sanjaya, 2010: 82). Pengembangan kurikulum dalam bahasan makalah ini mencakup perkembangan kurikulum Model Tyler, Model Taba, Model Olivia, dan Model Saylor, Alexander and Lewis, Model Administratif (line-staff), Model Grass Root, Model Demosntrasi, Model Beauchamp, Model Rogers,  Model Wheeler, Model Nicholls, dan Model Dynamic Skilbeck.

1.      Model Tyler
Salah satu model pengembangan kurikulum klasik yang disebutkan dalam buku Basic Principles of Curriculum and  Instructions adalah model Tyler. Model pengembangan kurikulum Tyler beranggapan bahwa dalam pengembangan kurikulum diperlukan proses pemilihan tujuan pendidikan. Tyler mengemukakan tiga hal yang harus diperhatikan dalam pengembangan kurikulum, yaitu pembelajar, lingkungan social di luar sekolah, dan mata pelajaran. Setelah mengetahui tiga hal tersebut, perencana kurikulum dapat mengetahui dan menyaring dua hal yang harus diperhatikan, yaitu latar belakang filosofi pendidikan dan latar belakang filosofi sosial.
            Hal yang harus diperhatikan, yaitu:
a.   Siswa
Tyler mengemukakan bahwa dalam pengembangan kurikulum dimulai dengan mencari data, dan menganalisis data yang relevan dengan kebutuhan siswa. Cakupan kebutuhan yang harus diperhatikan meliputi kebutuhan pendidikan, kebutuhan sosial, psikologi siswa. Data-data tersebut dapat diperoleh dari observasi guru, interview dengan siswa, orang tua, kuisioner dan tes.

b.   Lingkungan sosial
Langkah selanjutnya yang harus diperhatikan dalam pengembangan kurikulum adalah pengaruh lingkungan sosial, meliputi kesehatan, lingkungan keluarga, agama, dan peraturan umum yang berlaku di lingkungan tersebut. Dalam pengembangan kurikulum harus menganalisis atau menghubungkan keadaan sosiologis dalam memberikan pengaruh terhadap kecerdasan dan kebutuhan social.
c.    Mata pelajaran
Dalam perkembangannya model pengembangan kurikulum mengalami perubahan. Banyak metode yang kurang memperhatikan faktor tujuan mata pelajaran secara khusus, yang ada adalah tujuan pendidikan secara global. Menurut Tyler dalam pengembangan kurikulum harus diperhatikan tujuan dalam setiap mata pelajaran.
            Tyler berpendapat bahwa dalam pengembanagan kurikulum itu harus diperhatikan juga latar belakang filosofi sosial dan latar belakang filososi psikologi. Setelah semua hal yang dijelaskan di atas telah dipenuhi dalam pengembangan kurikulum, langkah-langkah pengembangan kurikulum yang harus dipenuh, yaitu menentukan dengan tepat tujuan (objek) pembelajaran, penyeleksian dalam materi pembelajaran, pengaturan, pengawasan dan evaluasi. Jadi kesimpulannya dalam pengembangan model kurikulum Tyler ini terdapat interaksi antara siswa dan juga faktor kondisi sosial, sehingga dapat terwujud lingkungan belajar yang saling berinteraksi (Oliva, :132).
            Sebelum merencanakan suatu model kurikulum, Ralph W Tyler merumuskan empat pertanyaan mendasar yang harus terjawab dalam suatu pengembangan kurikulum. Pertanyaan-pertanyaan tersebut antara lain:
a.       What educational purpose should the school seek to attain? à Apa tujuan pendidikan yang harus dicapai di sekolah?
b.      What educational experiences can be provided that are likely to attain these purposes? à Apa pengalaman pendidikan yang dapat disediakan jika kita mencapai tujuan tersebut?
c.       How can these educational experiences be effectively organized? à Bagaimana pengalaman pendidikan dapat diorganisir secara efektif?
d.      How can we determine whether these purposes are being attained? à Bagaimana kita mampu memutuskan apakan tujuan ini telah tercapai?
            Dari keempat pertanyaan mendasar tersebut, disusunlah langkah-langkah pengembangan kurikulum model Tyler adalah sebagai berikut:
      a.   Menentukan tujuan. Dalam menentukan tujuan pendidikan melalui langkah-langkah sebagai berikut: (1) mempelajari siswa sebagai sumber tujuan. (2) mempelajari kehidupan kontemporer dilingkungan masyarakat, ( 3) penentuan tujuan berdasarkan tinjauan filosofis, (4) peninjauan tujuan berdasarkan tinjauan psikologis.
      b.   Menentukan pengalaman belajar. Ada 5 prinsip pengalaman belajar, yaitu : (1) memberikan kesempatan kepada siswa untuk berbuat tingkah laku yang menjadi tujuan, (2) pengalaman belajar harus menyenangkan bagi siswa, (3) siswa harus terlibat dalam belajar, (4) diberikan beberapa pengalaman belajar untuk mencapai tujuan pendidikan, (5) pengalaman belajar yang disediakan dapat menghasilkan beberapa kemampuan, yaitu: kemampuan berfikir, memperoleh informasi, mengembangkan sikap sosial, mengembangkan minat.
      c.   Pengorganisasian pengalaman belajar
      d.  Evaluasi dimaksudkan untuk mengetahui hasil belajar sisa sesuai dengan tujuan yang ditetapkan dan mengetahui kelemahan dan kekuatan program kurikulum.

2.      Model Taba
Model Taba lebih menitikberatkan kepada bagaimana mengembangkan kurikulum sebagai ssuatu proses perbaikan dan penyempurnaan. Dalam model ini dikembangkan tahapan-tahapan yang harus dilakukan oleh para pengembang kurikulum.
Pengembangan kurikulum biasanya dilakukan secara deduktif yang dimulai dari langkah penentuan prinsip-prinsip dan kebijakan dasar, merumuskan desain kurikulum, menyusun unit-unit kurikulum, dan mengimplementasikan kurikulum dalam kelas. Tetapi, menurut Hilda Taba pengembangan kurikulum secara deduktif tidak dapat menciptakan pembaruan kurikulum. Oleh karena itu, sebaiknya kurikulum dikembangkan secara terbalik yaitu dengan pendekatan induktif.
Ada lima langkah pengembangan kurikulum model terbalik dari Taba ini (Oliva, 2005:135).
a.       Menghasilkan unit-unit percobaan (pilot unit) melalui langkah-langkah:
·         Mendiagnosis Kebutuhan. Pada langkah ini, pengembang kurikulum memulai dengan menentukan kebutuhan-kebutuhan siswa. Melalui diagnosis tentang “gaps”, berbagai kekurangan (defeciencies), dan perbedaan latar belakang siswa.
·         Memformulasikan tujuan. Setelah kebutuhan-kebutuhan siswa didiagnosis, selanjutnya para pengembang kurikulum merumuskan tujuan.
·         Memilih isi. Pemilihan isi kurikulum sesuai dengan tujuan merupakan langkah berikutnya. Pemilihan isi bukan saja didasarkan kepada tujuan yang harus dicapai sesuai dengan langkah kedua, akan tetapi juga harus mempertimbangkan segi validitas dan kebermaknaannya untuk siswa.
·         Mengorganisasi ini. Melalui penyeleksian isi, selanjutnya isi kurikulum yang telah ditentukan itu disusun urutannya, sehingga tampak pada tingkat atau kelas berapa sebaiknya kurikulum itu diberikan.
·         Memilih pengalaman belajar. Pada tahap ini ditentukan pengalaman-pengalaman belajar yang harus dimiliki siswa untuk mencapai tujuan kurikulum.
·         Mengorganisasi pengalaman belajar. Guru selanjutnya menentukan bagaimana mengemas pengalaman-pengalaman belajar yang telah ditentukan itu ke dalam paket-paket kegiatan. Sebaiknya dalam menentukan paket-paket kegiatan itu, siswa diajak serta, agar mereka memiliki tanggung jawab dalam melaksanakan kegiatan belajar.
·         Menentukan alat evaluasi serta prosedur yang harus dilakukan siswa. Pada penentuan alat evaluasi ini guru dapat menyeleksi berbagai teknik yang dapat dilakukan untuk menilai prestasi siswa, apakah siswa sudah dapat mencapai tujuan atau belum.
·         Menguji Keseimbangan isi kurikulum. Pengujian ini perlu dilakukan untuk melihat kesesuaian antara isi, pengalaman belajar, dan tipe-tipe belajar siswa.
b.      Menguji coba unit eksperimen untuk memperoleh data dalam rangka menemukan validitas dan kelayakan penggunaannya.
c.       Merevisi dan mengonsolidasikan unit-unit eksperimen berdasarkan data yang diperoleh dalam uji coba.
d.      Mengembangkan keseluruhan kerangka kurikulum.
e.       Implementasi dan diseminasi kurikulum yang teruji. Pada tahap terakhir ini perlu dipersiapkan guru-guru melalui penataran-penataran, lokakarya dan lain sebagainya serta mempersiapkan fasilitas dan alat-alat sesuai dengan tuntutan kurikulum.

3.      Model Oliva
Dalam buku Developing The Curiculum,  Oliva mengemukakan bahwa suatu model kurikulum harus bersifat simple, komprehensif dan sistematik. Model pengembangan kurikulum yang ia kemukakan terdiri dari 12 komponen yang harus dikembangkan.
Komponen I adalah perumusan filosofis, sasaran, misi serta visi lembaga pendidikan, yang kesemuannya bersumber dari analisis kebutuhan siswa, dan analisis kebutuhan masyarakat.
Komponen II adalah analisis kebutuhan masyarakat di mana sekolah itu berada, kebutuhan siswa dan urgensi dari disiplin ilmu yang harus diberikan oleh sekolah. Sumber kurikulum dapat dilihat dari komponen I dan II ini. Komponen I berisi pernyataan-pernyataan yang bersifat umum dan sangat ideal, sedangkan dalam komponen II sudah mengarah kepada tujuan yang lebih khusus.
Komponen III dan IV berisi tantang tujuan umum dan tujuan khusus kurikulum yang didasarkan kepada kebutuhan seperti yang tercantum dalam komponen I dan II. Sedangkan, dalam komponen V adalah bagaimana mengorganisasikan rancangan dan mengimplementasikan kurikulum.
Komponen VI dan VII mulai menjabarkan kurikulum dalam bentuk perumusan tujuan umum dan tujuan khusus pembelajaran. (bagaimana menjabarkan atau perbedaan antara tujuan umum dan tujuan khusus pembelajaran, akan dijelaskan pada bagian tersendiri).
Apabila tujuan pembelajaran telah dirumuskan, maka selanjutnya menetapkan strategi pembelajaran yang dimungkinkan dapat mencapai tujuan seperti yang terdapat pada komponen VIII. Selama itu pula dapat dilakukan studi awal tentang kemungkinan strategi atau teknik penilaian yang akan digunakan (komponen IX A). selanjutnya pengembangan kurikulum diteruskan pada komponen X yaitu mengimplementasikan strategi pembelajaran.
Setalah strategi diimplementasikan, pengembang kurikulum kembali pada komponen IX yaitu komponen IX B untuk menyempurnakan alat atau teknik penilaian. Teknik penilaian seperti yang telah ditetapkan pada komponen IX A bisa ditambah atau direvisi setelah mendapatkan masukan dari pelaksanaan atau implementasi kurikulum.
Dari penetapan alat dan teknik penilaian itu, maka selanjutnya pada komponen XI dan XII dilakukan evaluasi terhadap pembelajaran dan evaluasi kurikulum.
Menurut Oliva, model yang dikembangkan ini dapat digunakan dalam beberapa dimensi. Pertama, untuk penyempurnaan kurikulum sekolah dalam bidang-bidang khusus, misalkan penyempurnaan kurikulum bidang studi tertentu di sekolah, baik dalam tataran perencanaan kurikulum maupun dalam proses pembelajarannya. Kedua, model ini juga dapat digunakan untuk membuat keputusan dalam merancang suatu program kurikulum. Ketiga, model ini dapat digunakan dalam mengembangkan program pembelajaran secara khusus.

4.      Model Saylor, Alexander dan Lewis
            Oliva mengemukakan bahwa kurikulum adalah sebuah perencanaan untuk menetapkan bentuk pembelajaran untuk siswa (Oliva, 2005:135).  Model ini mengemukakan tiga tahap dalam pengembangan kurikulum, yaitu:
a.   Curriculum Design
Terdapat tiga hal yang berhubungan dengan kurikulum desain ini, yaitu tujuan, objek, dan bidangnya. Model ini di mulai dengan mengidentifikasi tujuan utama pendidikan dan tujuan secara spesifik. Saylor, dkk mengklasifikasikan tujuan utama meliputi pengembangan personal, dan pola keterampilan belajar. Pengembang kurikulum harus menentukan dan memilih bidang yang akan dikembangkan dalam kurikulum, misalnya pengembangan kurikulum berdasarkan pola social sebuah instansi, atau berdasarkan hubungan kebutuhan siswa dan kepentingannya.
b.   Instructional Modes
Setelah menentukan rancangan kurikulum, pengembang kurikulum harus menentukan tujuan pembelajaran.
c.    Evaluation
Saylor dkk memfokuskan tujuan desain kurikulum terhadap evaluasi program pendidikan secara keseluruhan dan evaluasi terhadap program itu sendiri.

5.      Model Administratif (line-staff)
Model administrasi atau line staff dianggap sebagai model yang paling awal dikenal. Disebut line staff karena pada model ini inisiatif pengembangan kurikulum dimulai dari pejabat tingkat atas (Superintendent). Pada Model Administrasi, inisiatif rekayasa pengembangan kurikulum menggunakan konsep atau prosedur administrasi dimana administrator atau pejabat pendidikan membentuk komisi pengarah yang bertugas merumuskan konsep dasar dan landasan kebijakan dan strategi utama dalam mengembangkan kurikulum (Sudrajat,2008). Pejabat tersebut membuat keputusan tentang kebutuhan suatu program pengembangan kurikulum dan implementasinya, lalu mengadakan pertemuan dengan staf lini (bawahannya) dan meminta dukungan dari dewan pendidikan (Board of education). Langkah berikutnya adalah membentuk suatu panitia pengarah yang terdiri dari pejabat administratif tingkat atas, seperti asisten superintendent, principals, supervisor, dan guru-guru inti. Panitia pengarah merumuskan rencana umum, mengembangkan panduan kerja, dan menyiapkan rumusan filsafat dan tujuan bagi seluruh sekolah didaerahnya (District). Disamping itu, panitia pengarah dapat mengikutsertakan organisasi diluar sekolah atau tokoh masyarakat sebagai panitia penasehat yang bekerja bersama dengan personel sekolah dalam rangka merumuskan berbagai rencana, petunjuk dan tujuan yang hendak dicapai.
Setelah kebijakan kurikulum dikembangkan, maka panitia pengarah memilih dan menugaskan staf pengajar sebagai panitia pelaksana (panitia kerja) yang bertanggung jawab mengkonstruksikan kurikulum. Panitia im merumuskan tujuan umum dan tujuan khusus kurikulum, isi (materi), kegiatan-kegiatan belajar dan sebagainya sesuai dengan pedoman atau acuan kebijakan yang telah ditentukan oleh panitia pengarah. Panitia mengerjakan tugasnya diluar jam kerja biasa dan tidak mendapat kompensasi. Kondisi ini diterapkan karena berkaitan dengan tanggung jawab guru untuk memahami dengan benar kurikulum dan meningkatkan mutu kurikulum itu sendiri. Selanjutnya, disusu draff  kurikulum yang lebih operasional melalui penjabaran konsep kebijakan dalam tujuan operasional, penyusunan materi, strategi dan evaluasi pembelajaran, disamping itu juga menyusun pedoman umum sebagai petunjuk pelaksanaannya.
Namun ada permasalahan yang sering muncul didalam pemilihan Model Administrasi ini, antara lain: (1) menuntut adanya kesiapan guru sebagai pelaksananya, (2 ) memerlukan internalisasi kurikulum yang dikembangkan, tentunya malalui penataran awal, (3) kecenderungan bersifat searah,  karena adanya sentralisasi  dalam diseminasinya, (4) pada tahun-tahun pertama pelaksanaan, ada monitoring secara intensif dan berkelanjutan tidak dapat dihindarkan.

6.      Model Grass Root
            Model Grass Root  atau akar rumput dikembangkan oleh Smith, Stanley & Shores pada tahun 1957. Model Grass Root  berbeda dengan rekayasa model administrasi. Inisiatif dan upaya pengembangan kurikulum model ini bersasal dari bawah. Misalnya model ini diawali oleh guru, pembina disekolah dengan mengabaikan metode pembuatan keputusan kelompok secara demokratis dan dimulai dari bagian-bagian yang lemah kemudian diarahkan untuk memperbaiki kurikulum tertentu yang lebih spesifik atau kelas-kelas tertentu. Model ini didasarkan pada pertimbangan bahwa guru adalah perencana, pelaksana, dan juga penyempurna pengajaran dikelasnya. Sehingga terdapat perbedaan yang signifikan jika dibandingkan dengan Model Administrasi. Karena bila model Administrasi bersifat sentralisasi pada model akar rumput ini bersifat desentralisasi. Hal ini memungkinkan terjadinya kompetisi di dalam meningkatkan mutu dan sistem pendidikan, yang pada gilirannya akan menghasilkan manusia-manusia yang mandiri dan kreatif.

Menurut Agitara tahun 2009, orientasi yang demokratis dari rekayasa ini bertanggung jawab membangkitkan 2 asumsi yang sangat penting yaitu :
1. bahwa kurikulum hanya dapat diterapkan secara berhasil apabila guru dilibatkan secara langsung dengan proses pembuatan dan pengembangannya.
2. bukan hanya para profesional, tetapi murid, orang tua, anggota masyarakat lain harus dimasukkan dalam proses pengembangan kurikulum.Rekayasa ini sangat bertentangan dengan  model administratif, karena inisiatif dan upaya pengembangan kurikulum model ini berasal dari bawah, dan dilakukan oleh sekelompok atau keseluruhan guru dari suatu sekolah.
Model ini lebih berorientasi kepada sifat demokratis dan desentralisasi dalam pelaksanaannya. Ada dua dalil atau ketentuan yang sebaiknya diperhatikan dalam menyusun kurikulum ini:
      a.   Penerapan kurikulum dapat berhasil bila guru terlibat dalam penyusunan dan pengembangannya 
      b.   Melibatkan para ahli, siswa, orang tua dan masyarakat

Ada empat prinsip pengembangan kurikulum dalam model grass root ini antara lain  :
      a.   Kurikulum akan berkembang sebagai kewenangan profesional pada pengembangan guru
      b.   Kewenangan guru dapat diperbaiki bila dilibatkan dalam revisi masalah kurikulum
      c.    Bila guru dalam menentukan tujuan yang akan dicapai dalam menghadapi seleksi, definisi, pemecahan masalah dan mengevaluasi hasil, mereka perlu dipertimbangkan keterlibatannya.
      d.  Mempertemukan kelompok dalam tatap muka agar dapat memahami satu dengan yang lain secara lebih baik untuk mencapai konsensup prinsip dasar, tujuan dan perencanaannya.

7.      Model Demonstrasi
            Model Demonstrasi merupakan prakrasa seorang atau sekelompok guru yang berkerjasama dengan para ahli dengan maksud melakukan perbaikan terhadap kurikulum. Sistematika model ini hampir mirip model grass root, karena idenya berasal dari bawah dan biasanya berskala kecil, karena menyangkut beberapa sekolah serta mencakup satu atau keseluruhan komponen kurikulum.
            Menurut Smith, stanley dan shores (1957 dalam zais, 1976, dalam efendi 2009) ada dua variasi ,model demonstrasi :
      a.  Sekelompok guru dari suatu sekolah atau beberapa sekolah ditunjuk untuk melaksanakan suatu percobaan tentang pengembangan kurikulum yang tujuannya adalah mengadakan penelitian dan pengembangan yang diharapkan dapat digunakkan bagi lingkungan yang lebih luas
      b.  Tidak bersifat formal, karena beberapa guru yang merasa kurang puas dengan kurikulum yang ada mencoba mengadakan penelitian dan pengembangan sendiri, dan mencoba menggunakkan hal yang lain dari yang brelaku
            Kebaikan model demonstrasi antara lain :
      a.   Sifat kurikulum lebih praktis dan dungsionalis karena langsung dikaitkan dan diterapkan pada kehisupan nyata.
      b.   Perubahan atau penyempurnaan kurikulum dalam skala kecil atau aspek tertentu yang khusus, sedikit sekali untuk ditolak administrator, dibanding dengan perubahan atau penyempurnaan menyeluruh,
      c.    Pengembangan kurikulum dalam skala kecil dengan model demonstrasi dapat mengatasi permasalahan dokumen yang baik namun hasilnya kurang memadai.
      d.   Guru sebagai narasumber atau yang berinisiatif dapat menjadi pendorong adnisistrator untuk mengembangkan program baru.
Meskipun dalam pelaksanaanya tidak menutup kemungkinan terjadi sikap tak acuh dari guru yang tidak terlibat, namun kondisi tersebut dapat ditekan dengan penalaran dan sosialisasi tertentu yang dilakukan semua pihak baik pihak aktif maupun pasif.

8.      Model Beauchamp
            Menurut Beauchamp (dalam Sukmadinata, 2005:30 dalam Herdiana,2009), teori kurikulum secara konseptual berhubungan erat dengan pengembangan teori dan ilmu-ilmu lain. Hal-hal penting dalam pengembangan teori kurikulum adalah penggunaan istilah teknis yang tepat dan konsisten, analistis dan klasifikasi pengetahuan, penggunaan penelitian-penelitian prediktif untuk menambah konsep, generalisasi atau kaidah-kaidah, sebagai prinsip-prinsip yang menjadi pegangan dalam menjelaskan fenomena kurikulum. Dalam rekayasa pengembangan kurikulum, Beauchamp secara kritis mengindetifikasi beberapa keputusan yang mendasari rekayasa pengembangan kurikulum diantaranya :
     a.  Menetapkan batas lingkup wilayah yang akan dilibatkan dalam kurikulum  tersebut, misal cakupan tingkat sekolah, kecamatan, kabupaten, propinsi atau alam satu wilayah negara. Penetapan batas atau lingkup wilayah ini ditentukan oleh wewenang yang dimiliki pengambil kebijakan serta tujuan dari pengembangan kurikulum.
      b. Menyeleksi dan menetapkan anggota yang terlibat dalam pengembangan kurikulum. Dalam hal ini anggota yang terlibat meliputi para ahli pendidikan atau kurikulum, para ahli pendidikan dari perguruan tinggi atau sekolah dan guru-guru terpilih, para profesional dalam sistem pendidikan, serta profesional lain dan tokoh-tokoh masyarakat.
      c.  Organisasi dan prosedur perencanaan dalam menetapkan tujuan umum dan tujuan khusus, memilih isi dan pengalaman belajar, evaluasi serta dalam menentukan keseluruhan desain kurikulum.
      d.   Imlementasi kurikulum merupakan program yang paling penting  sebab membutuhkan kesiapan guru, siswa, fasilitator material dan biaya maupun manajerialnya.
      e.    Evaluasi kurikulum. Ini memiliki 4 cakupan diantaranya : evaluasi pelaksanaan kurikulum oleh guru, evaluasi desain, evaluasi belajar siswa, evaluasi dari keseluruhan sistem kurikulum.

9.      Model Rogers
            Kurikulum yang dikembangkan hendaknya dapat mengembangkan individu secara fleksibel terhadap perubahan-perubahan dengan cara melatih diri berkomunikasi secara interpersonal.
Langkah-langkah sebagai berikut :
1.      Diadakannya kelompok untuk dapatnya hubungan interpersonal ditempat yang tidak sibuk.
2.      Kurang lebih dalam satu minggu peserta mengadakan saling tukar pengalaman, dibawah pimpinan staf mengajar.
3.      Kemudian diadakan pertemuan dengan masyarakat yang lebih luas lagi dalam satu sekolah, sehingga hubungan interpersonal akan menjadi lebih sempurna. Yaitu hubungan hubungan antara guru dengan guru, guru dengan peserta didik, peserta didik dengan peserta didik dalam suasanan yang akrab.
4.      Selanjutnya pertemuan diadakan dengan mengikutsertakan anggota yang lebih luas lagi, yaitu dengan mengikutsertakan para pegawai administrasi dan orang tua peserta didik. Dalam situasi yang demikian diharapkan masing-masing person akan akan saling menghayati dana lebih akrab, sehingga memudahkan berbagai pemecahan problem sekolah yang dihadapi.
Dengan langkah-langkah tersebut diharapkan penyusunan kurikulum akan lebih realistis, karena didasari oleh kenyataan yang diharapkan.

10.   Model Wheeler
                         Menurut Wheeler, pengembangan kurikulum merupakan suatu proses yang membentuk lingkaran. Proses pengembangan kurikulum terjadi secara terus-menerus. Wheeler berpendapat proses pengembangan kurikulum terdiri dari lima fase ( tahap ). Setiap tahap merupakan pekerjaan yang berlangsung secara sistematis atau berurut. Artinya kita tidak mungkin dapat menyelesaikan tahapan kedua, manakala tahapan pertama belum terselesaikan. Namun demikian, manakala setiap tahap sudah selesai dikerjakan, kita akan kembali pada tahap awal. Demikian proses pengembangan sebuah kurikulum berlangsung tanpa ujung. Wheeler berpendapat, pengembangan kurikulum terdiri atas lima tahap, yakni :
1. Menentukan tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum bisa merupakan tujuan yang bersifat normatif yang menagandung tujuan filosofis (aim) atau tujuan pembelajaran umum yang bersifat praktis ( goals ). Sedangkan tujuan khusus adalah tujuan yang bersifat spesifik dan observable (objective) yakni tujuan yang mudah diukur ketercapainnya;
2. Menentukan pengalaman belajar yang mungkin dapat dilakukan oleh siswa untuk mencapai tujuan yang dirumuskan dalam langkah pertama.
      3.  Menentukan isi atau materi pembelajaran sesuai dengan pengalaman belajar.
      4.  Mengorganisasi atau menyatukan pengalaman belajar.
      5. Melakukan sevaluasi setiap fase pengembangan dan pencapaain tujuan.
                  Dari langkah-langkah pengembangan kurikulum yang dikemukakan Wheeler, maka tampak bahwa pengembangan kurikulum membentuk sebuah siklus (lingkaran). Pada hakekatnya setiap tahapan pada siklus membentuk sebuah sistem yang terdiri dari komponen-komponen pengembangan yang saling bergantung satu sama lainnya.

11.   Model Nicholls
                  Model pengembangan kurikulum Nichools menggunakan pendekatan siklus seperti model Wheeler. Model Nichools digunakan apabila ingin meyusun kurikulum baru yang diakibatkan oleh terjadinya
      Perubahan situasi. Adapun lima langkah pengembangan kurikulum menurut Nichools, yaitu :
      1. Analisa Situasi.
      2. Mennetuan Tujuan Khusus.
      3. Mennetukan dan mengorganisasi isi pelajaran.
      4. Menentukan dan mengorganisasi metode.
      5. Evaluasi

12.  Model Dynamic Skilbeck
                  Menurut Skilbeck, model pengembangan kurikulum yang ia namakan model Dynamic, adalah model pengembangan kurikulum pada level sekolah (school Nased Curriculum Development). Skilbeck menjelaskan model ini diperuntukkan untuk setiap guru yang ingin mengembangkan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan sekolah. Agar proses pengembangan berjalan dengan baik, maka setiap pengembangan termasuk guru perlu memahami lima elemen pokok yang dimulai dari menganalisis sesuatu sampai pada melakukan penilaian. Skilbeck menganjurkan model pengembangan kurikulum yang ia susun dapat dijadikan alternatif dalam pengembangan kurikulum tingkat sekolah. Menurut Skilbeck langkah-langkah pengembangan kurikulum adalah:
1.  Menganalisis situasi
2.  Memformulasikan tujuan
3.  Menyusun program
4.  Interpretasi dan omplementasi
5.  Monitoring, feedback, penilaian, rekonstruksi.

KESIMPULAN
Model pengembangan kurikulum yang dapat digunakan meliputi Model Tyler, Model Taba, Model Olivia, Model Saylor, Alexander dan Lewis, Model Administrasi, Model Grass Root, Model Demonstrasi, Model Beauchamp, dan Model Roger. Adapun Model Tyler berdasar pada empat pertanyaan pendidikan, Model Inverted dari Taba menekankan pada kesederhanaan prosedur, Model Olivia memberi penekanan pada 12 komponen, Model Saylor, Alexander dan Lewis menekankan pada 3 tahap pengembangan kurikulum, Model Administrasi rencananya berasal dari pejabat, Model Grass Root dan Demonstrasi memiliki kemiripan dengan rencana yang berasal dari pendidik, Model Beauchamp menelaah berdasarkan langkah-langkah tertentu, dan Model Hubungan Interpersonal dari Roger menitikberatkan pada kegiatan kelompok campuran, Model Wheeler bertumpu pada lima fase, Model Nicholls pendekatan siklus dengan lima langkah dan Model Dynamic pengembangan kurikulum tingkat sekolah bagi guru.

Daftar Pustaka
Brown, James Dean. 1995. The Elements of Language Curriculum. Boston USA: An International Thomson Publishing Company
Idi, Abdullah. 2009. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek. Jakarta: Gaya Media Pratama
Macalister, John. 2010. Language Curiculum Design. Milton Park: Taylor & Francis
Oliva, Peter.F. 2005. Developing The Curiculum. United States: Pearson Education.
Richards, Jack C.2005. Curriculum Develelopment in Language Teaching. New York: Cambridge University Press.
Sanjaya, Wina. 2008. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Hamlik, Oemar. 2005. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: PT Bumi Aksara

Tidak ada komentar: