Halaman

Sabtu, 16 Juni 2012

MEMBUMIKAN PENDIDIKAN HOLISTIK

Pendidikan dapat diibaratkan seperti sebuah lentera yang menerangi kehidupan manusia.Tanpa pendidikan kita tidak dapat mengetahui yang baik dan yang buruk. Indonesia sampai saat ini masih menerapkan pendidikan konvensional yaitu pendidikan yang berfokus pada guru sebagai sumber informasi. Pendidikan konvensional selain berfokus pada guru, dapat dilihat pula dari sikap orang tua yang lebih mementingkan perkembangan kognitif atau dapat dikatakan score oriented (orientasi skor). Skor oriented yang masih diterapkan di Indonesia, secara tidak langsung akan membuat siswa hanya berfokus untuk mendapatkan nilai atau skor tertinggi meskipun terkadang dengan cara-cara yang tidak baik. Padahal masih ada hal-hal yang lebih penting untuk dikembangkan selain aspek kognitif. Salah satu hal yang penting untuk dikembangkan adalah aspek kejujuran.
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa salah satu ciri dari pendidikan konvensional adalah sikap orang tua yang lebih mementingkan perkembangan kognitif. Orang tua selalu menanyakan tentang nilai  atau skor yang diperoleh putra-putrinya setelah ujian berlangsung, tetapi sangat jarang orang tua yang menanyakan apakah putra-putrinya sudah berbuat jujur ketika mengerjakan soal-soal ujian. Selain orang tua, guru tentunya juga sangat berperan dalam membumikan kejujuran di sekolah, tetapi sungguh ironis beberapa oknum guru justru menginstruksikan siswanya untuk saling menyontek.
Pendidikan yang berorientasi pada skor diduga menjadi penyebab dari munculnya para koruptor di negara ini. Ketika yang ada di dalam otak seseorang itu hanya angka (score) maka dia akan berusaha dengan cara apapun (meski dengan cara yang tidak jujur) demi menambah harta kekayaannya. Jika seorang anak dibiasakan untuk mementingkan skor yang dia peroleh maka bukan suatu hal yang mustahil karakter yang mementingkan angka atau skor tersebut akan terbawa sampai dewasa. Dia tidak akan peduli terhadap cara yang digunakan untuk meraih harta kekayaan. Meskipun cara yang dia gunakan adalah cara-cara yang tidak jujur, dia tidak peduli yang penting dia mendapatkan harta kekayaan (skor/ angka) yang berlimpah.
Solusi dari permasalahan tersebut adalah perlu adanya perubahan pendidikan konvensional menjadi pendidikan holistik. Melalui pendidikan holistik, peserta didik diharapkan dapat mengembangkan karakter dan emosionalnya. Karakter terpuji sebenarnya dapat terwujud jika guru dan orang tua bisa menjadi teladan bagi siswa. Keteladanan itu bisa dimulai dari hal yang kecil, misalnya guru harus bisa datang lebih awal di sekolah, jangan sampai datang terlambat. Seandainya guru datang terlambat, guru tersebut harus meminta maaf kepada siswa-siswanya. Sikap guru yang meminta maaf tersebut telah meneladankan kepada siswa bahwa jika kita berbuat salah, kita wajib meminta maaf. Orang tua juga harus bisa menjadi teladan bagi anaknya. Jangan pernah menyuruh anak untuk rajin membaca buku jika orang tuanya sendiri tidak pernah membaca buku.
Pendidikan holistik adalah perpaduan antara intelektual, emosional, dan religius. Implementasi pendidikan holistik sebenarnya sudah berkembang dalam dunia pendidikan Indonesia, bahkan sebelum kemerdekaan, namun kini justru semakin dilupakan. Yang dimaksud dengan perpaduan intelektual dan religius adalah ketika seorang guru menyampaikan materi biologi, fisika, kesenian atau materi pelajaran apapun, hal itu harus dihubungkan dengan ajaran agama. Misalnya materi mengenai mata (biologi), ketika materi tersebut disampaikan, seorang guru harus bisa menanamkan konsep bahwa Tuhan sangat sayang kepada manusia. Manusia adalah makhluk Tuhan yang diciptakan dengan sebaik-baik bentuk. Ketika materi pajak (ekonomi) diberikan pada siswa, guru harus menanamkan konsep bahwa seorang petugas pajak haruslah berbuat jujur karena Tuhan Maha Mengetahui semua tindakan manusia. Intinya adalah semua materi pelajaran harus dihubungkan dengan ajaran agama, tidak boleh dipisahkan. Ketika belajar fisika, matematika yang dipelajari bukan hanya rumus-rumus saja tetapi siswa harus diajak untuk lebih mendekatkan diri pada sang pencipta ilmu yaitu Tuhan. Semakin siswa cerdas dalam menguasai pelajaran tertentu, maka dia juga harus semakin dekat dengan Tuhan dan mengenal keagunganNya. Jangan sampai semua pelajar di negeri ini menjadi manusia-manusia cerdas tapi tidak bermoral dan tidak takut pada Tuhannya.
Berdasarkan uraian di atas, maka sudah selayaknya pendidikan holistik diterapkan kembali dalam kelas-kelas di setiap sekolah. Tidak ada kata terlambat, kita masih punya waktu. Semoga generasi penerus bangsa menjadi generasi yang cerdas sekaligus berakhlak mulia melalui pendidikan holistik. Semoga.  

Tidak ada komentar: