Halaman

Minggu, 22 April 2012

BULLYING DALAM DUNIA PENDIDIKAN


PDF Print E-mail
Meskipun selama ini ekspos mengenai bullying lebih banyak terfokus pada pelaku dan korbannya, bukan berarti bullying adalah fenomena terisolasi yang tidak melibatkan lingkungan. Mengakarnya perilaku bullying sehingga sulit diberantas seringkali justru diakibatkan oleh ketidaktahuan (atau keengganan) lingkungan untuk mengakui bahwa bullying terjadi di depan hidung mereka dan akibatnya sangat buruk.

Dari penelitian mereka selama tahun 2004-2006 pada 3 SMA di dua kota besar di Pulau Jawa, 1 dari 5 guru menganggap bullying adalah hal biasa dalam kehidupan remaja dan tak perlu dipermasalahkan. Bahkan, 1 dari 4 guru berpendapat bahwa ’sesekali penindasan’ tidak akan berdampak buruk terhadap kondisi psikologis siswa! Bukan hanya pihak sekolah yang terkesan lepas tangan terhadap bullying yang dilakukan di lingkungan mereka. Detik.com juga melaporkan temuan Amy Huneck yang menemukan bahwa 9 dari 10 orang dewasa yang diwawancarai menganggap bullying hanyalah bagian dari cara anak-anak bermain.

Ketika korban jiwa sudah berjatuhan, tentu kita tidak bisa lagi menutup mata terhadap kesalahan-kesalahan berpikir seperti di atas. Orang-orang ’luar’ yang terkait dengan perilaku bullying bisa melakukan banyak hal untuk mencegah bullying menjadi sesuatu yang mendarahdaging dalam pendidikan kita. Langkah awalnya bisa dimulai dari lingkup yang paling dekat dengan pelaku dan korban bullying, yaitu teman-teman mereka sendiri.
Jangan Cuma Bisa Nonton!
Pada umumnya yang menjadi korban bullying hanyalah sebagian siswa. Sisanya, jika tidak menjadi pelaku, biasanya menjadi penonton aktivitas bullying yang terjadi di sekitarnya. Bullying.org mencatat bahwa 85 persen kejadian bullying di tempat bermain atau di kelas melibatkan penonton dari teman-teman mereka sendiri.
Apakah mereka yang tidak ikut serta ini bebas dari kesalahan karena mereka ’hanya’ menonton? Lebih sering tidak. Menurut Pepler dan Craig (2000), siswa-siswa lain bisa memiliki beberapa peran, yaitu peserta (co-bullies), suporter, penonton biasa, dan penolong (interveners). Berikut adalah beberapa pengaruh teman-teman sebaya yang menonton terhadap aktivitas bullying.

  1. Mereka secara alamiah tertarik oleh ketegangan dan hasrat agresif yang ditimbulkan dari menonton aktivitas bullying. Adanya ‘permintaan pasar’ ini akan mendorong pelaku untuk mem-bully lebih sering, intens, dan ganas
  2. Perhatian positif, keberpihakan, peniruan, rasa hormat, dan ketakutan untuk melawan yang terjadi pada penonton akan semakin memperkuat dominasi pelaku
  3. Memaksimalkan dampak sosial dari bullying terhadap korban melalui penonton yang tidak memberikan empati atau pertolongan, memberikan perhatian yang negatif, serta bersikap menyalahkan korban sebagai ‘pemicu’ perlakuan bullying terhadapnya.
  4. Siswa-siswa yang berpihak pada pelaku akan semakin semakin agresif dan tidak sensitif terhadap penderitaan korban akibat perlakuan mereka. Mereka mengalami ‘perlindungan’ (dari pelaku) dan status sosial yang lebih tinggi. Pada akhirnya akan terbentuk kelompok yang solid dan mampu melakukan aktivitas terencana.
  5. Menegaskan adanya risiko bagi siswa-siswa yang berpihak pada korban: mereka bisa menjadi korban berikutnya.

Tampaknya mempertunjukkan aktivitas bullying di depan umum cukup berhasil mewujudkan pengaruh-pengaruh di atas. Dari data yang dihimpun Bullying.org, 80-90 persen siswa yang menonton merasa tidak nyaman menonton peristiwa bullying, bahkan sepertiga siswa mengaku akan ikut mem-bully siswa yang mereka juga tidak suka. Hanya ada 11 persen siswa yang mencoba menghentikannya, dan lebih dari separuh peristiwa bullying berhasil mereka hentikan dalam kurang dari sepuluh detik. Untuk itu, Bullying.org memberikan beberapa tips bagi mereka:


  1. Kenali perilaku bullying. Tidak hanya bersifat fisik, bullying juga dapat bersifat sosial atau verbal, seperti menjelek-jelekkan orang lain.
  2. Menjauhlah. Dengan tetap berada di situ dan menonton, anda menyemangati pelaku untuk terus melakukan aksinya. Menjauhlah dan cari pertolongan dari guru atau orangtua. Akan lebih baik jika anda bisa mengajak teman-teman lain untuk menjauh juga.
  3. Jangan ikut mem-bully meski ‘hanya’ secara verbal, seperti mengejek atau menyindir. Inilah yang diharapkan pelaku dari para penonton. Sebaliknya, dekatilah korban bullying. Dorong mereka untuk melaporkan kejadian ini pada orangtua atau guru. Temani mereka.
  4. Bicarakan keberatan anda (dan pandangan anda bahwa bullying itu salah) jika anda diajak atau dipaksa untuk ikut serta dalam aktivitas bullying. Tolonglah korban, dan jangan sekali-sekali melawan pelaku bullying jika anda tidak yakin anda cukup aman untuk melakukannya.
  5. Catatlah tempat-tempat yang sering dijadikan lokasi bullying. Beritahukan guru atau orangtua agar mereka mengawasi tempat-tempat ini.

Mungkin pada awalnya akan sulit bagi orangtua atau sekolah untuk menanamkan nilai-nilai tersebut pada anak-anak mereka, karena selama ini mereka telah terbiasa diam ketika melihat (atau mengalami) ketidakadilan. Namun jika pihak-pihak yang berwenang mampu memberi sanksi dan penanganan yang tegas bagi pelaku, perlindungan bagi korban, dan penghargaan bagi pihak-pihak yang berani menolong, niscaya bullying akan tinggal menjadi masa lalu dalam pendidikan kita.

Sumber : artikel bullying

Tidak ada komentar: