Kesalahan-kesalahan Berbahasa
Indonesia
Pembelajar Bahasa Indonesia
sebagai Bahasa Asing:
Sebuah Penelitian Pendahuluan
Setya Tri Nugraha
Universitas Sanata
Dharma
Abstract
Indonesian as second or foreign language has been developing well both in Indonesia and a
broad. This development should be
accompanied by research in any area, methodology, material development, and
error in learning.
This research aims to describe the error of Indonesian learners and
proposed the alternative remedial programs in order to eliminate the error. The
writer hopes that the research finding would became a contribution to the
Indonesian language teachers to achieve the learning objectives.
This research result is a description of the learner’s error on
effectiveness of sentences, choice of words, affixes, conjunctions, words
order, usage of “yang” , words
pluralize, and usage of prepositions.
Remedial program suggested to anticipate the error are: (1) limiting
the domain of the problems and deciding on teaching point; (2) giving clear
examples and (3) giving enough chance for the learners to use the appropriate
form in different situations.
________________
I. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Dewasa ini, bahasa Indonesia
semakin diminati oleh orang-orang asing atau orang luar negeri. Hal ini
dapat dilihat dengan banyak dibukanya lembaga-lembaga yang mengajarkan bahasa
Indonesia sebagai bahasa asing baik di Indonesia maupun di luar negeri. Di
Indonesia, ada beberapa perguruan Tinggi yang mempunyai program pembelajaran
bahasa Indonesia sebagai bahasa asing, antara lain: Universitas Indonesia,
Jakarta, Universitas Atma Jaya Jakarta, IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, IKIP
Bandung, IKIP Padang, Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga, Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta, IKIP Malang, dan Universitas Gajah Mada. Selain itu
banyak pula lembaga-lembaga kursus yang menyelenggarakan program ini. Beberapa
contoh yang ada di Yogyakarta antara lain, Wisma Bahasa, Puri Bahasa Plus,
Realia, dan Colorado.
Sementara itu, di luar negeri
pun banyak berdiri lembaga-lembaga yang menyelenggarakan pembelajaran,
pelatihan dan kursus bahasa Indonesia.
Sebagai contoh, di Italia terdapat beberapa lembaga dan universitas yang
menyelenggarakan kursus dan studi bahasa Indonesia antara lain, Instituto
Universitario Orientale Napoli , Lembaga
Ilmiah IsMEO/IsAo di Roma dan Milona, Lembaga Kebudayaan Istituto per l’Oriente
di Roma, CELSO (Centro Lombardia Studi Orientele di Genova, dan Lembaga Tinggi Keagamaan
milik Vatikan, Ponrificia Universita Gregoriana (Soenoto, 1998: 1-2)
Sementara itu, di Thailand ada 5 universitas yang menawarkan program
studi Bahasa Indonesia/ Bahasa Melayu yaitu, Universitas Chulalongkorn,
Universitas Mahidol, Universitas, Prince Songkhlanakkharin, dan Universitas Ramkhamhaeng
(Nimmanupap, 1998: 1).
Pembelajaran Bahasa Indonesia
bagi Penutur Asing (BIPA) ini dimaksudkan untuk memperkenalkan bahasa Indonesia
kepada para penutur asing untuk berbagai
kepentingan baik pengajaran atau pun komunikasi praktis.
Selain itu, pembelajaran bahasa Indonesia sebagai bahasa asing,
sebagaimana pula bahasa lain sebagai bahasa asing, bertujuan memberikan
penguasaan lisan dan tertulis kepada para pembelajar. Hal ini mengandung maksud
bahwa mereka diharapkan mampu mempergunakan bahasa Indonesia untuk berbicara
dengan lancar dan sekaligus dapat mengerti bahasa yang diujarkan penutur
aslinya (Wojowasito, 1977: 1-2).
Tujuan pembelajaran bahasa Indonesia (dan atau bahasa-bahasa lainnya)
sebagai bahasa asing tidak mudah dicapai karena dalam proses pembelajarannya
pastilah dijumpai banyak permasalahan. Salah satu permasalahan itu berupa
kesalahan-kesalahan berbahasa oleh para pembelajar yang bila tidak segera
diidentifikasi akan mengakibatkan kendala berkelanjutan dalam proses
pembelajaran bahasa. Apabila hal ini terjadi –belum diidentifikasikannya
kesalahan berbahasa secara tepat dan sistematis—dikhawatirkan terjadi
ketidaktepatan dalam pemilihan strategi pembelajaran yang mengakibatkan tidak tercapainya tujuan
pembelajaran bahasa tersebut.
Kita harus tahu jenis kesalahan
yang dilakukan oleh pembelajar terlebih dahulu sebelum melakukan analisis
lanjutan. Ada
dua jenis kesalahan berbahasa yakni,
(1) kesalahan terbuka dan (2)
kesalahan tertutup. Kesalahan terbuka adalah kesalahan berbahasa pada tingkat
ketatabahasaan yang terlihat dalam kalimat-kalimat yang dihasilkan pembelajar.
Kesalahan tertutup merupakan kesalahan yang tersembunyi di balik kalimat yang
tersusun secara benar menurut tata bahasa; secara benar menurut kaidah
ketatabahasaan tetapi tidak benar dari sudut semantiknya. Lebih lanjut
dikatakan bahwa kesalahan-kesalahan
terjadi karena adanya kesulitan dari pembelajar mempunyai arti yang penting
bagi peneliti yaitu mereka dapat bukti tentang cara bahasa itu dipelajari
terlebih dapat diketahui strategi atau metode yang tepat untuk pembelajarannya
(Soenardji, 1989: 143-144).
Mengingat adanya masalah dalam pembelajaran bahasa Indonesia sebagai
bahasa asing karena terjadinya kesalahan berbahasa pembelajar, peneliti
tertarik untuk mengkaji lebih lanjut permasalahan kesalahan-kesalahan berbahasa
Indonesia yang dilakukan oleh para pembelajar bahasa Indonesia sebagai
bahasa asing dan mencoba mengajukan
alternatif pengajaran remedi agar kesalahan-kesalahan itu berkurang. Orientasi
idealis penelitian ini adalah dengan diidentifikasinya kesalahan-kesalahan
berbahasa mereka, sekaligus klasifikasinya
dapat ditentukan tahapan-tahapan pembelajarannya sehingga dapat
memberikan sumbangan berarti pada program pembelajaran bahasa Indonesia bagi
Penutur Asing (BIPA).
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang di atas, permasalahan
penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Apa sajakah
kesalahan berbahasa Indonesia yang dilakukan oleh para pembelajar Bahasa
Indonesia sebagai bahasa asing?
2. Bagaimanakah alternatif strategi pengajaran
remedi untuk mereduksi kesalahan-kesalahan berbahasa tersebut?
3. Tujuan Penelitian
Tujuan – tujuan penelitian
ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Mendeskripsikan kesalahan-kesalahan
berbahasa Indonesia oleh para pembelajar Bahasa Indonesia sebagai bahasa asing
setelah adanya tahapan pengenalan atas kesalahan, identifikasi, dan klasifikasi
kesalahan-kesalahan tersebut.
2. Mengajukan alternatif pengajaran remedi agar
kesalahan-kesalahan tersebut tereduksi dan tidak terulang lagi pada
pembelajaran selanjutnya.
4. Manfaat penelitian
Hasil-hasil penelitian ini diharapkan dapat
membantu pembelajar bahasa Indonesia sebagai bahasa asing agar tidak melakukan
kesalahan-kesalahan berbahasa Indonesia, dan memberi sumbangan pada para
pengajar dalam menentukan strategi pembelajaran bahasa Indonesia sebagai bahasa
asing dengan tepat sehingga tujuan pembelajaran bahasa tersebut dapat tercapai.
Selain itu, hasil
penelitian ini diharapkan juga dapat memberi sumbangan pemikiran kepada
para perencana kurikulum --dalam arti
luas—pembelajaran Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA) sehingga dapat
memberikan penekanan-penekanan yang tepat pada aspek-aspek bahasa yang hendak
di ajarkan atau direncanakan bagi para penutur asing yang belajar Bahasa
Indonesia sehingga proses pembelajarannya dapat berlangsung dengan efektif dan
efisien.
5. Tinjauan Pustaka dan Landasan Teori
a. Tinjauan Pustaka
Beberapa amatan mengenai
kesalahan atau kesulitan berbahasa Indonesia para pembelajar asing antara lain
ditulis oleh Spillane (1993), Dardjowidjojo (1995), dan Munawarah (1996).
Spillane (1993: 1-4),
dalam makalahnya yang berjudul “Kesulitan Orang Asing Belajar Bahasa
Indonesia”, menguraikan hasil refleksi
pengalaman pribadinya sebagai orang Amerika selama belajar bahasa Indonesia. Ia
menyatakan bahwa kebiasaan belajar yang terlalu visual mengakibatkan kemampuan
menangkap ujaran yang dituturkan orang lain tidak terlalu baik. Jadi, masalah
yang dialami lebih pada menangkap tuturan lisan dari mitra bicaranya. Beberapa
kesalahan yang dialaminya antara lain, pemilihan afiks yang tepat, penentuan
asimilasi bunyi, penentuan makna
kata setelah mendapat imbuhan, pembentukan konstruksi pasif - aktif, pengucapan
bunyi-bunyi sengau, pemakaian kata depan, pemakaian penggolong nomina, dan
penerjemahan nomina yang disertai lebih dari satu ajektiva, serta kesalahan
dalam memilih kata yang tepat untuk ujaran tertentu.
Dardjowidjojo (1995: 1-10) secara umum memaparkan masalah-masalah yang dialami oleh pembelajar
asing dalam pembelajaran bahasa Indonesia. Pertama, bentuk kelas individual dan
kelas klasikal sering menimbulkan masalah bagi pembelajar. Hal ini disebabkan
kemampuan awal bahasa target/bahasa tujuan
yang dimiliki pembelajar tidak sama sehingga ada ketimpangan kemampuan
di kelas. Kedua, bahan pembelajaran yang
tidak sesuai dengan tingkat penguasaan bahasa dan latar belakang pembelajar
menimbulkan kesulitan tersendiri dalam pemahamnnya. Ketiga, metode
pengajaran yang dipakai dalam pembelajaran
tidak tepat. Keempat, kualifikasi pengajar yang relatif rendah, dan masalah
kelima adalah penyelenggaraan kursus
yang tidak “well-organized”. Kelima
masalah tersebut mengakibatkan pembelajaran bahasa Indonesia kurang efektif dan
pencapaian tujuannya kurang optimal.
Sementara itu, Munawarah
(1996: 1-6) mencatat tiga jenis kesalahan penulisan yang dilakukan pembelajar
asing ketika mereka membuat karangan. Kesalahan tersebut meliputi (1) kesalahan
memilih kata untuk mewakili konsep-konsep, (2) kesalahan di bidang ejaan, dan
(3) kesalahan tata bahasa yang terdiri atas kesalahan imbuhan, kesalahan
aktif-pasif, kesalahan konjungsi dan preposisi, serta kesalahan susunan
kalimat. Dia mengajukan dua langkah
pemecahan masalah, (1) mendiskusikan kesalahan itu bersama-masa, dan (2)
memberi latihan mencari kesalahan dalam suatu paragraf. Namun demikian
pengamatan ini belum mengarah pada latar belakang pembelajar dan pemecahan
masalah yang komprehensif.
b. Landasan Teori
Beberapa referensi yang berguna bagi landasan berpijak untuk penelitian ini
antara lain: Norish (1983) tentang pembelajar bahasa dan
kesalahan-kesalahannya, termasuk di dalamnya kesalahan pembelajar dalam
menulis; H.V. George (1972) mengenai
kesalahan-kesalahan umum yang dilakukan oleh pembelajar, beberapa penyebab
kesalahan berbahasa, dan cara mengatasi
kesalahan berbahasa; O’Grady, et.al. (1989) tentang kesalahan berbahasa
yang dihubungankan dengan masalah interlanguage
dan interference dalam perolehan bahasa kedua (L2); Tarigan (1988)
mengenai teori kesalahan berbahasa dan langkah-langkah dalam melakukan analisis
kesalahan berbahasa; Tarigan (1989) yang membahas secara rinci pengajaran
remedi bahasa sebagai tindak lanjut ditemukannya berbagai kesalahan berbahasa
agar kesalahan-kesalahan tersebut tidak terjadi lagi dalam proses pembelajaran
bahasa asing/kedua; Lightbown dan Nina Spada (1999) mengenai pembelajaran
bahasa kedua dan berbagai aspeknya. Referensi-referensi tentang tata bahasa
Indonesia dan aspek-aspeknya dapat dirunut dari
Alieva et. Al (1991), Moeliono (1993), Dardjowidjoyo (1984).
Norish (1983: 6-8) memandang perlunya membedakan
tiga tipe penyimpangan berbahasa yang berbeda . Tiga hal itu meliputi error, mistake, dan lapse. Error , kesalahan, merupakan penyimpangan berbahasa secara
sistematis dan terus-menerus sebagai akibat belum dikuasainya kaidah-kaidah
atau norma-norma bahasa target. Mistake, kekeliruan, terjadi ketika seorang pembelajar tidak secara konsisten melakukan penyimpanagn
dalam berbahasa. Kadang-kadang pembelajar dapat mempergunakan kaidah/norma yang
benar tetapi kadang-kadang mereka membuat kekeliruan dengan mempergunakan kaidah/norma dan
bentuk-bentuk yang keliru. Lapse, selip
lidah, diartikan sebagai bentuk penyimpangan
yang diakibatkan karena pembelajar kurang konsentrasi, rendahnya daya
ingat atau sebab-sebab lain yang dapat terjadi kapan saja dan pada siapa pun.
Selain membedakan berbagai bentuk penyimpangan
berbahasa, Norish juga menyatakan bahwa kesalahan-kesalahan berbahasa
pembelajar dapat dijadikan alat bantu yang positif dalam pembelajaran karena
dapat dipergunkan oleh pembelajar maupun
pengajar dalam mencapai tujuan pembelajaran bahasa...” some good pedagogical reasons have been suggested for regarding errors
made bay learners of foreign language
leniently but the most important reason is that the error itself may actually
be a necessary part of learning a language “(Norish, 1983: 6).
Berkaitan dengan kesalahan dalam menulis, Norish berpendapat bahwa
penting untuk mendorong pembelajar dapat menyusun kalimat-kalimat mereka secara
tertulis sehingga kesalahan-kesalahan yang dibuat hendaknya direduksi bahkan
dihilangkan sama sekali....”it was vital
that people should be educated to construct grammatically acceptable sentence
and be able to spell correctly...because of this, a great deal of attention has
traditionally been given to writing and error in the medium tend to be regarded as indicative of some
type of failure”(Norrish, 1983: 65).
Untuk itu, Norish mengajukan beberapa alternatif koreksi
kesalahan dalam menulis antara lain, (1) memeriksa pekerjaan dalam kelompok atau secara berpasangan, (2)
melakukan aktivitas dengan keahlian terpadu, (3) mempergunakan kode-kode
koreksi untuk menandai pembetulan atas kesalahan-kesalahan yang dibuat
pembelajar.
George (1972: 2) berpendapat
bahwa ...an error is an “unwanted form”,
specifically, a form which a particular course designer or teacher does not
want, --kesalahan adalah sebuah bentuk yang tidak diinginkan, khususnya,
bentuk yang tidak diinginkan oleh para perancang kursus dan para guru. Hal ini
berkaitan erat dengan adanya standar-standar tertentu yang telah digariskan
oleh guru dan penyusun kurikulum. Penyimpangan atas
standar-standar tersebut berarti melakukan kesalahan dan harus segera
diantisipasi dan diatasi.
Sebagai langkah antisipasi, ia mengajukan dua
alternatif, (1) memberi waktu khusus untuk melakukan koreksi atas
kesalahan-kesalahan, (2) mengarahkan sikap dan perasaan pembelajar pada bentuk-bentuk standar bahasa
target. Apabila langkah antisipasi gagal dan terjadi kesalahan berbahasa, maka
diperlukan langkah-langkah remedi yang meliputi: (1) mengidentifikasi dan
mendaftar bentuk-bentuk yang tidak diinginkan, (2) menyeleksi sejumlah bentuk
yang tidak diinginkan tersebut untuk proses remedi, (3) mempelajari setiap
kesalahan yang sudah diseleksi sebagai
bahan pertimbangan penyiapan bahan untuk pembelajaran ulang dengan pendekatan
yang berbeda terhadap bentuk-bentuk yang diinginkan, (4) menentukan organisasi
dan strategi pembelajaran dalam kelas sehingga hasil remedi ini dapat
diaplikasikan, (5) memilih dan membuat
materi remedi untuk kesalahan-kesalahan khusus, dan (6) menerapkan hasil-hasil
tersebut dalam proses pembelajaran dan aktivitas kelas secara terus-menerus
dengan tetap memperhatikan kesalahan-kesalahan yang terjadi (Norrish, 1972:
80).
Sementara itu O’Grady menghubungkan ‘errors analysis´ dengan ’contrastive analysis’ dengan asumsi bahwa kesalahan-kesalahan
berbahasa yang diproduksi oleh pembelajar akan terjadi pada titik-titik di mana
dua bahasa tidak ada kemiripannya...’it
was claimed that the error produced by the learner would occur at those points
at which the two languages were dissimilar’. Dengan pembandingan dua bahasa
ini (L1 dan L2), masalah-masalah potensial (kesalahan-kesalahan) dapat
diprediksi dan difokuskan dalam pembelajaran bahasa target (O’Grady, 1989: ).
O’Grady juga menyatakan bahwa...’
an approach known as error analysis saw errors as indicator of the learner’s
current underlying knowledge of the second language, or as a clues to the
hypothesis that a learner my be testing about the second language....’ yang erat hubungannya dengan adanya ‘interlanguage”
dan ‘interference’ dalam pembelajaran bahasa kedua (L2),
termasuk-kesalahan-kesalahan berbahasanya.
Mengenai klasifikasi kesalahan
berbahasa, ia mengklasifikan kesalahan menurut sistem gramatikal yang meliputi:
fonologi, sintaksis, morfologi, dan semantik, dan klasifikasi kesalahan karena
adanya penghilangan, penambahan, dan penggantian bentuk-bentuk tertentu.
Senada dengan O’Grady, Tarigan menyatakan bahwa
kesalahan berbahasa sering dijumpai dalam pembelajaran bahasa, baik
pembelajaran bahasa kedua atau juga dalam pembelajaran bahasa pertama. Untuk
itu, diperlukan suatu prosedur untuk mengurangi atau bahkan menghilangkan sama
sekali kesalahan-kesalahan tersebut.
Tarigan mengajukan langkah-langkah prosedur
tersebut yang merupakan modifikasi langkah-langkah analisis kesalahan
yang diajukan Ellis (1986) dan
Sidhar (1985). Langkah-langkah tersebut
dijelaskan sebagai berikut: (1) mengumpulkan data yang berupa
kesalahan-kesalahan berbahasa yang dibuat pembelajar, (2) mengidentifikasi dan
mengklasifikasi kesalahan; tahap
pengenalan dan pemilah-milahan kesalahan berdasarkan kategori
ketatabahasaan, (3) membuat peringkat kesalahan yang berarti membuat urutan
kesalahan berdasarkan keseringan kesalahan-kesalahan itu muncul, (4)
menjelaskan kesalahan dengan mendeskripsikan letak kesalahan, sebab-sebabnya
dan pemberian contoh yang benar, (5) membuat perkiraan daerah atau butir
kebahasaan yang rawan menyebabkan kesalahan, dan (6) mengoreksi kesalahan
berupa pembetulan dan penghilangan kesalahan berupa penyusunan bahan yang tepat
dan penentuan strategi pembelajaran yang serasi (Tarigan, 1988: 71-72).
Langkah-langkah di atas tidaklah terlalu jauh
berbeda dengan langkah-langkah yang diajukan oleh George sebagaimana telah diuraikan di depan. Langkah-langkah
inilah yang akan diikuti/dipakai dalam penelitian ini.
Selain langkah-langkah yang diajukan di atas,
Tarigan juga mengajukan tahap-tahap pembelajaran remedi sebagai tindak lanjut
dari identifikasi dan analisis kesalahan-kesalahan berbahasa. Tahap-tahap itu
meliputi, diagnosis kesalahan, perawatan/penyembuhan kesalahan, penanggulangan
kesalahan dan perbaikan kesalahan. Pembelajaran remedi ini hendaknya didasarkan
atas pertimbangan-pertimbangan (1) frekuensi kesalahan, (2) kesalahan
insidental atau kesalahan abadi/terus-menerus, (3) dampak kesalahan tersebut
terhadap performansi berbahasa pembelajar, (4) dampak kesalahan tersebut terhadap
pemaknaan bahasa, (5) peluang
keberhasilan dalam pengurangan
kesalahan, (6) dampak pada pembelajar itu sendiri (Tarigan, 1988: 50-56).
Mengenai metode pembelajaran remedi, diusulkan beberapa tahap antara lain:
1. membatasi ranah masalah dan menentukan ‘teaching point’,
2. memberi contoh-contoh yang jelas mengenai
bentuk-bentuk yang benar dari kesalahan-kesalahan yang mereka buat,
3. memberi kesempatan yang cukup dalam
penggunaan bentuk-bentuk yang tepat dalam berbagai konteks bahasa.
Sementara itu, Lightbown dan Nina Spada memberikan
alternatif usulan pembelajaran bahasa kedua/asing yang memungkinkan
tereduksinya kesalahan-kesalahan berbahasa. Usulan itu dirumuskan dalam
kalimat-kalimat imperatif sebagai berikut:
1. Get it right
from beginning, betul/benar sejak awal,
2. Say what you
mean and mean what you say, katakanlah apa yang Anda
maksudkan, dan artikan apa yang Anda katakan,
3. Just
listen...and read, dengarkanlah dan baca,
4. Teach what is
teachable, ajarkanlah apa yang bisa diajarkan,
5. Get it right in the end, betul/benar di
akhir (Lightbown,1999: 117-152)
Rumusan-rumusan di atas diajukan untuk melokalisir atau mengeliminir
kesalahan-kesalahan yang mungkin muncul dalam kelas pembelajaran bahasa kedua
atau bahasa asing.
6. Metode Penelitian
a. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif
yang membuat gambaran secara jelas mengenai suatu hal/fenomena dan sekaligus
menerangkan hubungan, menentukan prediksi serta mendapatkan makna dan implikasi
dari suatu masalah yang ingin dipecahkan.
b. Populasi Penelitian
Johnson (1992: 110-111) mendefinisikan populasi sebagai ...the entire group of entities or persons to
which the results of a study are
intended to apply. In addition to entities and persons, a population of
interest may be a set of instances of language use, such as conversation or
written texts . Sesuai dengan definisi di atas, populasi penelitian ini
adalah kesalahan yang ada dalam
karangan/komposisi dan tes tertulis yang dihasilkan pembelajar asing
yang belajar bahasa Indonesia di Indonesian
Language and Culture Intensive Course (ILCIC) tahun 1999-2000. Karangan yang dianalisis
sejumlah 70 buah karangan. Ketujuh puluh karangan tersebut kemudian dibaca
ulang dan kesalahan-kesalahannya dicatat dalam suatu tabel. Dari hasil
pembedaan dan pencatatan tersebut terdapat 423 pernyataan yang mengandung
kesalahan. Setelah itu, proses selanjutnya adalah klasifikasi kesalahan dalam
berbagai tataran linguistik.
c. Sumber dan Analisis Data
Data-data penelitian di ambil dari
komposisi para pembelajar/penutur
asing yang mempelajari bahasa Indonesia sebagai bahasa asing yang dikumpulkan
dan mencatat kesalahan-kesalahan yang
ada dalam komposisi dan dicatat dalam sebuah tabel untuk selanjutnya
diklasifkasikan. Komposisi ini dijadikan
data penelitian karena data ini dapat
diamati secara langsung dalam bentuk
tertulis sehingga memudahkan proses
identifikasi dan klasifikasi kesalahan .
Analisis
data dilakukan dengan identifikasi kesalahan-kesalahan berbahasa. Setelah
diidentifikasi, kesalahan-kesalahan berbahasa tersebut diklasifikasikan dalam
kelompok-kelompok tertentu sehingga akan terlihat kesalahan-kesalahan berbahasa
yang sering dilakukan oleh pembelajar.
Apabila langkah-langkah di atas
sudah dilakukan, penentuan alternatif pembelajaran remedinya dapat dilakukan
dengan tetap memperhatikan tingkat kesalahan yang dibuat oleh pembelajar untuk
menentukan prioritas pembelajarannya.
d.
Tempat Penelitian
Penelitian
ini dilakukan di Pusat Pengembangan dan Pelatihan Bahasa (P3 Bahasa)
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta pada devisi Indonesian
Language and Culture Intensive Course (ILCIC).
II. KESALAHAN-KESALAHAN BERBAHASA
INDONESIA
PEMBELAJAR BIPA
Pada
bab ini, akan dipaparkan hasil analisis atas kesalahan-kesalahan berbahasa Indonesia
para pembelajar BIPA di ILCIC, P3
Bahasa, Universitas Sanata Dharma, periode 1999-2000 beserta contoh-contoh
kesalahannya.
Kesalahan-kesalahan tersebut meliputi: (1) ketidakefektifan kalimat (2)
kesalahan pemilihan kata (3) kesalahan penggunaan afiks (4) tidak lengkapnya
fungsi-fungsi kalimat (5) kesalahan pemakaian preposisi (6) pembalikan urutan
kata (7) kesalahan penggunaan konstruksi
pasif (8) kesalahan pemakaian konjungsi (9) ketidaktepatan pemakaian yang (10)
kesalahan dalam pembentukan jamak dan. .Gambaran lengkap mengenai
kesalahan-kesalahan tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 2.1. Persebaran kesalahan-kesalahan berbahasa Indonesia
Jenis Kesalahan
|
Jumlah Kesalahan
|
Keterangan
|
1.
Keefektifan kalimat
|
422
|
Kalimat-kalimat
yang ada sebagian besar tidak mempunyai kesatuan informasi atau ide.
|
2.
Diksi
|
228
|
Kesalahan pemakaian ada dengan
adalah sebanyak 28; ada juga kesalahan penggunaan kita
dengan kami; berangkat dengan meninggalkan;
cara dengan secara; tidak dengan bukan; ada dengan mempunyai
|
3.
Afiksasi
|
203
|
Lihat tabel 2 .2
|
4.
Tidak lengkapnya fungsi
Kalimat
|
113
|
Ketidaklengkapan fungsi kalimat meliputi tidak adanya subjek,
predikat yang tidak jelas, penghilangan objek
pada verba transitif
|
5.
Urutan kata
|
74
|
Kesalahan urutan kata berupa pembalikan urutan frasa
yang berpola D - M menjadi M – D
|
6.
Preposisi
|
52
|
Pemakaian preposisi di
sering rancu dengan pemakaian dalam
|
7.
Konstruksi pasif
|
37
|
Kalimat-kalimat yang seharusnya menggunakan bentuk pasif masih
menggunakan bentuk aktif dan sebaliknya.
|
8.
Konjungsi
|
25
|
|
9.
Pemakaian “yang”
|
17
|
Bentuk ‘yang’ kadang hadir ketika kalimat/pernyataan tidak
menuntut kehadiran yang dan sebaliknya, tidak digunakan ketika
sebuah ujaran menghendaki pemakaian yang.
|
10.
Penjamakan
|
9
|
Kesalahan dilakukan dengan
dipergunakannya bentuk ulang yang berarti jamak walaupun sudah ada
penanda jamak lainnya.
|
Jumlah
|
1180
|
|
Kesepuluh bentuk
kesalahan di atas akan diuraikan satu per satu dan disertai dengan
contoh-contoh seperlunya.
1.
Kesalahan Keefektifan Kalimat
Kalimat-kalimat
yang dibuat pembelajar tidak efektif karena tidak adanya kesatuan
informasi/arti dan bentuk. Kalimat yang dibuat mengandung lebih dari satu
kesatuan informasi sehingga sering menimbulkan kerancuan dan ketidaktepatan
arti. Bahkan, ada banyak pernyataan yang
hanya berisi jajaran kata-kata saja tanpa arti yang jelas sehingga tidak
membentuk sebuah kalimat yang utuh dari segi bentuk dan maknanya. Ada 422
kalimat dengan tipe ini. berikut ini beberapa contoh pernyataan-pernyataan
tersebut beserta alternatif pembenarannya.
Contoh-contoh kesalahan keefektifan kalimat:
(1) Sering keluarga
yang dari daerah pedalaman tinggal di luar kota lama dan banyak adalah petani.
(2) Setelah itu, kendi
adalah sedia untuk membakar dengan teknik ada primitiv sekali.
(3) Menduduki dalam
lingkaran tertawa, makanan, menyanyikan dengan ibu, tutor-tutor dan temannya
beristirahat nanti hari ini mengunjungi tempat-tempat lain di cuaca panas.
(4) Kami juga
mengunjungi orang Jawa di pabrik batik ialah pengalaman lain yang saya mau itu
paling baik supaya melihat-lihat jenis berbeda batik.
(5) Bagaimanapun dewasa
ini pemerintah saya mempunyai dana perwalian
dan suatu doktor bisa pekerjaan banyak alternatif ke obat yang modern,
misalnya chiropractice, acupunture, aromatherapy, ahli pengobat dengan
menggunakan kebatinan (faith healing) reflexology dan hypnotherapy.
Alternatif
pembenarannya:
(1) Keluarga dari
daerah pedalaman, yang sebagaian besar adalah petani, sering tinggal di luar kota untuk waktu yang
lama.
(2) Setelah itu, kendi
tersebut siap untuk dibakar dengan teknik tradisional.
(3) Setelah mengunjungi
beberapa tempat, kami dan para tutor beristirahat dengan duduk melingkar sambil menyanyi, bercanda, dan
makan makanan yang disiapkan oleh ibu itu.
(4) Kami mengunjungi orang Jawa di pabrik batik untuk melihat
jenis-jenis batik yang berbeda. Kegiatan itu merupakan pengalaman lain yang paling baik bagi kami.
(5) Dewasa ini,
pemerintah saya mempunyai dana perwalian yang memungkinkan seorang dokter bisa
memadukan pengobatan alternatif
dengan obat yang modern seperti, chiropractice,
acupunture, aromatherapy, faith
healing, eflexology dan hypnotherapy.
2.
Kesalahan Pemilihan Kata
Sebuah
kata mengemban peran yang penting dalam sebuah kalimat/tuturan karena arti atau makna sebuah kalimat dapat dibangun
dengan pemilihan kata yang tepat. Apabila terjadi kesalahan pemilihan kata maka akan terjadi pergeseran arti/ makna kalimat, tidak sebagaimana
diinginkan oleh penulisnya. Bagi
pembaca, kesalahan tersebut akan menimbulkan kesalahpaham atas arti/makna yang
dimaksudkan penulis.
Penelitian ini memberi gambaran yang jelas
bahwa para pembelajar BIPA banyak melakukan
kesalahan dalam pemilihan
kata ketika mereka menyusun kalimat-kalimat dan atau paragraf. Dari analisis
data, terdapat 228 kesalahan dalam pemilihan kata. Kesalahan yang mereka
lakukan meliputi (1) penggunaan kata yang benar-benar tidak tepat untuk suatu konteks kalimat tertentu (2)
penggunaan kata yang tidak lazim dalam konteks masyrakat Indonesia (3)
pengunaan sinonim kata yang tidak tidak benar-benar tepat sebagaimana dituntut
konteks kalimat tertentu (4) kerancuan dalam penggunaan kata-kata yang mirip,
seperti penggunaan ada dan adalah , mudah dan murah, dsb. (5) penggunaan kata-kata yang merupakan hasil
terjemahan secara harafiah dan (6) kesalahan penggunaan kata terjemahan
yang bersinonim, seperti kata to
leave yang terjemahan bahasa Indonesianya meninggalkan dan berangkat. Pasangan kata seperti inilah
yang sering dikacaukan dalam penggunaannya.
Beberapa
kata yang kesalahan pemakaiannya cukup sering
adalah kata ada yang dikacaukan dengan kata adalah;
penggunaan pronomina kita dengan
kami (yang dalam bahasa
Inggris ‘us’); kata berangkat dengan kata meninggalkan; kata cara
dengan kata secara; kata tidak
dengan kata bukan; kata ada dengan kata mempunyi. Beberapa contoh kesalahan pembelajar dalam memilih kata
di paparkan di bawah ini.
Contoh kesalahan pemilihan kata:
(1)
Situasi ini pusing untuk anak-anak dan bisa sangat
mempengaruhi mereka.
(2)
Saya berbicara dengan sopir sambil naik. Dia ada sopir untuk
enam tahun.
(3)
Adalah banyak penjual dan pembeli dalam pasar.
(4)
Kami berangkat SMA 3 kira-kira pada jam sepuluh malam.
(5)
Jam empat kami berangkat Hotel Radisson pergi ke Prambanan
Temple.
(6)
Setelah itu bis mengambilkan kami ke tempat yang ramai.
(7)
Di Inggris masalah-masalah dengan disiplin sedang lebih
jelek, misalnya kemangkiran dari sekolah, kedatangan yang terlambat dan
kekerasan.
(8)
Menurut tradisi, orang Batak adalah petani nasi tetapi pada
waktu sekarang ekonomi Batak sangat beruntung pada karet dan kopi. A
Alternatif pembenarannya:
(1)
Situasi ini membingungkan anak-anak dan sangat mempengaruhi mereka.
(2)
Saya berbicara dengan sopir ketika sudah di dalam taksi. Dia
sudah menjadi sopir selama enam tahun.
(3)
Ada banyak penjual dan pembeli di dalam pasar itu.
(4)
Kami meningglkan SMA 3 kira-kira pada jam sepuluh malam.
(5)
Pada jam empat, kami berangkat dari Hotel Radisson dan pergi ke Candi Prambanan.
(6)
Setelah itu, sopir bis mengantar kami ke tempat yang ramai.
(7)
Di Inggris, masalah disiplin
lebih jelek, misalnya ketidakhadiran ke sekolah, keterlambatan masuk sekolah dan
kekerasan.
(8)
Menurut tradisi, orang Batak adalah petani padi, tetapi sekarang ekonomi masyrakat Batak lebih baik
dengan perkebunan karet dan kopi.
3.
Kesalahan Penggunaan Afiks
Kesalahan
penggunaan afiks yang ditemukan cukup beragam. Ada banyak ketidaktepatan dalam
menentukan afiks yang akan digunakan dalam proses verbalisasi maupun
nominalisasi. Afiks - afiks tersebut sering digunakan terbalik-balik, misalnya
seharusnya memakai afiks me- tetapi
menggunakan afiks ber- dan demikian
pula sebaliknya. Ketidaktepatan tersebut akan berakibat tidak tepatnya sense kalimat yang dibentuk dan bergesernya arti
kalimat tersebut. Persebaran kesalahan pemakaian afiks tergambar jelas dalam
tabel 2.2 berikut ini.
Tabel 2.2
Persebaran kesalahan penggunaan afiks.
|
|
me-
|
ber-
|
-an
|
per-
|
me-.-kan
|
per-an
|
ter-
|
dasar(i)
|
di
|
ke-an
|
-kan
|
pe-
|
me-i
|
ber--an
|
pe--an
|
me-i
|
-
|
1
|
1
|
-
|
-
|
1
|
-
|
1
|
7
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
1
|
me-
|
-
|
-
|
12
|
1
|
-
|
8
|
-
|
4
|
11
|
25
|
2
|
-
|
-
|
1
|
-
|
-
|
ber-
|
3
|
1
|
-
|
-
|
1
|
1
|
1
|
1
|
5
|
2
|
-
|
1
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-an
|
-
|
-
|
1
|
-
|
-
|
-
|
1
|
-
|
7
|
-
|
2
|
-
|
-
|
2
|
-
|
--
|
per-
|
1
|
|
1
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
1
|
-
|
-
|
1
|
-
|
-
|
-
|
-
|
me-kan
|
1
|
4
|
8
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
2
|
-
|
1
|
-
|
-
|
-
|
-
|
1
|
per--an
|
-
|
-
|
3
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
1
|
-
|
-
|
-
|
1
|
-
|
-
|
1
|
ter-
|
-
|
1
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
1
|
2
|
-
|
-
|
-
|
1
|
-
|
-
|
dasar
|
-
|
4
|
8
|
2
|
-
|
2
|
2
|
1
|
-
|
-
|
2
|
5
|
-
|
-
|
-
|
1
|
di-
|
2
|
6
|
4
|
-
|
-
|
-
|
-
|
2
|
-
|
-
|
-
|
2
|
-
|
-
|
-
|
-
|
ke--an
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
1
|
-
|
1
|
4
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-kan
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
2
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
pe-
|
-
|
-
|
2
|
-
|
-
|
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
1
|
ber--an
|
-
|
1
|
-
|
-
|
-
|
-
|
1
|
-
|
2
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
pe--an
|
1
|
3
|
1
|
1
|
|
1
|
1
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
Dari
data di atas, dapat diketahui bahwa kesalahan penggunaan afiks me-, yang dikacaukan dengan penggunaan
afiks di- cukup banyak yaitu 25 kali dan ini merupakan
kesalahan terbanyak. Hal ini juga berkaitan dengan bentuk aktif dan pasif yang
akan diuraikan tersendiri. Kesalahan lain yang intensitasnya cukup sering
dilakukan adalah penggunaan afiks me-
yang dikacaukan pemakaiannya dengan afiks ber-
sejumlah 12 kesalahan. Jumlah ini selisih satu kesalahan dibandingkan dengan
kesalahan penggunaan afiks me- yang
dikacaukan dengan penggunaan verba bentuk dasar dan verba bentuk dasar + -i. Kesalahan lain yang
intensitas terjadinya relatif sering adalah penggunaan afiks me- yang dikacaukan dengan afiks me-....-kan, afiks me-....-kan yang dikacaukan penggunaannya dengan afiks ber-, dan penggunaan verba bentuk dasar
yang dikacaukan pemakaiannya dengan afiks ber-.
Kesalahan teresebut masing-masing sebanyak 8 buah. Kesalahan-kesalahan lain
yang berjumlah 5-7 buah tersebar dalam beberapa afiks sebagaimana terdapat
dalam tabel 2.2.
Contoh kesalahan-kesalahan penggunaan
afiks:
(1) Saya nikmat
perjalan di Indonesia.
(2) Kalau orang tua
perceraian, anaknya sering tinggal dengan ibunya.
(3) Ketika saya membaca
tentang perkelahian pelajar, saya mengherankan.
(4) Kain batik paling
terkenal di Australia dan sekarang saya tahu bagaimana batik membuat
menggunakan dua cara, batik cap dan batik tulis tangan.
(5) Di Inggris
guru-guru harus beruniversitas untuk tiga tahun kemudian mereka harus pergi ke
mengajar TCC (teacher training college) untuk satu tahun.
(6) Lebih dari itu,
Soeharto memperlihatkan menarik di Agama Islam.
(7) Untuk menulis
presentasi ini, saya dibicara dengan tiga orang.
(8) Mungkin mayoritas
orang Indonesia merasa kecemburuan kepada orang asing.
(9) Dia menyuruh Kunto
menyanyakan polisi.
(10) Dalam karangan ini
saya akan membicara tentang perbedaan keluarga di Yogyakarta atau Jaaawa dan di
Inggris.
Alternatif
pembenarannya:
(1)
Saya menikmati perjalanan
di Indonesia.
(2)
Kalau orang tua bercerai, anak-anaknya sering tinggal
bersama ibunya.
(3)
Ketika saya membaca berita tentang perkelahian pelajar, saya
heran.
(4)
Kain batik paling terkenal di Australia dan sekarang saya
mengetahui cara membuat batik yang
menghasilkan dua jenis batik, batik cap
dan batik tulis tangan.
(5)
Di Inggris, guru-guru harus belajar di universitas selama
tiga tahun kemudian mereka harus belajar di
TCC (Teacher Training College) selama satu tahun.
(6)
Lebih dari itu, Soeharto memperlihatkan ketertarikannya pada
Agama Islam.
(7)
Untuk menulis presentasi ini, saya berbicara dengan tiga
orang.
(8)
Mayoritas orang Indonesia merasa cemburu kepada orang asing.
(9)
Dia menyuruh Kunto bertanya kepada polisi.
(10)
Dalam karangan ini, saya akan
membicarakan perbedaan keluarga di Yogyakarta atau Jawa dengan keluarga di
Inggris.
4.
Kesalahan karena Tidak Lengkapnya Fungsi Kalimat
Kesalahan-kesalahan
ini berupa ketidaklengkapan fungsi kalimat yang meliputi tidak adanya subjek,
predikat yang tidak jelas, dan penghilangan objek pada predikat berverba transitif. Kesalahan
tipe ini berjumlah 113 buah. Kesalahan tersebut terbagi atas 49 kesalahan
karena tidak bersubjek, 45 kesalahan karena predikat yang tidak jelas, dan 19
kesalahan karena tidak adanya objek pada predikat yang berverba transitif.
Berikut ini akan disajikan contoh kesalahan-kesalahan tersebut.
Contoh
kesalahan karena tidak bersubjek:
(1)
Di keraton menarik dan indah tetapi cuaca lembab dan panas.
(2)
Menurut orang
wawancara di Indonesia ada yang bermacam-macam di dapatkan daerah ke daerah.
(3)
Untuk saya mengerti bagaimana mahasiswa mahasiswa tentang
pendidikan Indonesia dan khususnya pengajaran Bahasa Inggris.
(4)
Salah satu utama kebaikan
ialah rata-rata guru, saya mengerti bahwa in bagus, semua mahasiswa
dikesan.
(5)
Sementara adalah orang yang mau belajar, untuk menjadi guru
ide bagus!
Alternatif
pembenarannya,
(1)
Keraton Yogyakarta
menarik dan indah tetapi cuaca hari ini
lembab dan panas.
(2)
Menurut orang yang saya wawancarai, Indonesia mempunyai bermacam-macam kesenian yang berbeda di setiap daerah.
(3)
Saya mengerti pendapat para mahasiswa tentang pendidikan di
Indonesia, khususnya sistem pengajaran
Bahasa Inggris.
(4)
Salah satu keunggulan utama ialah kualitas rata-rata guru.
Saya mengerti bahwa ini yang membuat
semua siswa terkesan.
(5)
Ada banyak orang yang
mau belajar untuk menjadi guru. Ini ide bagus!
Contoh
kesalahan karena predikat kalimat yang tidak jelas
(1)
Lebih dari itu, Aromatheraphy ini untuk ketegangan dan
kesantaian, ini lebih baik membakar minyak di dalam kamar.
(2)
Umumnya kenakalan remaja dari rumah atau keluarga rusak.
(3)
Dulu sebagian besar guru di Tim-tim dari pulau-pulau di
Indonesia, tetapi sekarang mereka berangkat dari Tim Tim dan tidak cukup guru
untuk sekolah di sana.
(4)
Di Indonesia ada banyak upacara adat, setiap suku
aturan-aturan yang harus dilakukan
sebelum upacara pernikahan.
(5)
Orang-orang yang tinggal di kota berbedaan.
Alternatif pembenarannya:
(1)
Lebih dari itu, Aromatheraphy ini berfungsi untuk
menghilangkan ketegangan dan menciptakan rasa santai. Ini dilakukan dengan
membakar minyak wangi di dalam kamar.
(2)
Umumnya, kenakalan remaja bermula dari keluarga yang tidak
harmonis.
(3)
Dulu, sebagian besar guru di Tim-Tim berasal dari berbagai
pulau di Indonesia, tetapi sekarang mereka meninggalkan Tim-Tim sehingga tidak ada cukup banyak guru
untuk sekolah-sekolah di sana.
(4)
Di Indonesia, ada banyak upacara adat. Setiap suku memiliki aturan-aturan yang harus dilakukan sebelum upacara pernikahan.
(5)
Orang-orang yang tinggal di kota berbeda mempunyai kebiasaan
yang berneda pula.
Contoh-contoh kesalahan karena tidak adanya objek dalam
kalimat yang berpredikat verba transitif.
(1)
Saya menikmati banyak sekali.
(2)
Seorang anak jalanan berbicara kepada saya kalau orang tua
angkat mengusir ketika dia berumur sepuluh.
(3)
Upacara ini menunda sampai kelurga bisa mempunyai
kadang-kdang ada beberapa bulan.
(4)
Bagaimanapun, mereka menjual terbang onderdil kemudian British aerospace pegawai bepergian
dari Inggris ke Indonesia.
(5)
Hidup suku Dani tidak rusah merubah tetapi saya pikir ubah
akan menjadi tak dapat dielakkan.
Alternatif pembenarannya:
(1) Saya sangat
menikmati perjalanan ini.
(2) Seorang anak
jalanan berbicara kepada saya bahwa orang tua angkatnya mengusir dia ketika dia berumur sepuluh tahun.
(3) Upacara ini ditunda
beberapa bulan sampai keluarga mempunyai cukup banyak uang.
(4) Mereka menjual
onderdil pesawat terbang itu. Kemudian, Pegawai British Aerospace datang ke Indonesia untuk merakitnya.
(5) Kehidupan Suku Dani
tidak perlu diubah tetapi saya berpikir bahwa perubahan akan terjadi dan
itu tak dapat dielakkan.
5.
Kesalahan karena Penggunaan Preposisi yang Tidak Tepat
Kesalahan
penggunaan preposisi ini berupa pemakaian preposisi yang tidak tepat dalam
kalimat, tidak dipakainya preposisi dalam kalimat yang menuntut adanya
preposisi, dan pemakaian preposisi yang tidak perlu dalam suatu kalimat. Dari
analisis data, terungkap ada 52 kesalahan dalam hal penggunaan preposisi.
Kesalahan tersebut terbagi atas 29 kesalahan pada pemakaian preposisi yang
tidak tepat, 14 kesalahan karena tidak adanya preposisi dalam kalimat yang
menuntut adanya preposisi, dan 9 kesalahan penggunaan preposisi yang tidak
perlu. Berikut ini akan disajikan beberapa contoh kesalahan-kesalahan penggunaan preposisi tersebut.
Contoh
kesalahan penggunaan preposisi yang tidak tepat:
(1)
Banyak barang-barang dibeli oleh toko-toko pakaian, makanan,
tas, dan lain-lain.
(2)
Sebelum makan siang saya menjadi kuat oleh minum jamu yang
“sehat pria”.
(3)
Saya kembali di hotel Radisson naik bis kecil.
(4)
Sesudah pertunjukkan kami membeli oleh-oleh kemudian kami
pulang kepada Hotel Radisson.
(5)
Mereka hanya boleh tidur untuk tiga jam sesudah itu mereka
harus mengganti dengan lain orang.
Contoh kesalahan karena tidak
adanya preposisi:
(6) Kami pergi Pabrik
Batik untuk mengerti tentang proses batik.
(7) Kemudian, kami
berjalan kaki terus Jl. Malioboro ke supermarket.
(8) Hari ini kelompok
semua pergi Sultan Palace naik bis besar.
(9) Soeharto akan
selalu diingatkan orang terkenal dan juga orang jago.
(10) Penyakit gawat
seperti penyakit kuning bisa disembuhkan jamu.
Contoh kesalahan penggunaan preposisi
yang tidak perlu:
(11)
Kehidupan di guru-guru tidak mudah ataukah Anda bekerja di
Indonesia atau Skotlandia di mana saya tinggal.
(12)
Saya hanya harap, dengan semua Indonesia penduduk ingat dia
dalam sejarah seorang yang membantu Indonesia menang kemerdekaan dari
dua-duanya pemerintah Jepang dan pemerintah Belanda.
(13)
Mereka harus ada ‘catalytic conventer’ dalam juga supaya gas
yang beracun akan mengurangi.
(14)
Dalam hal di atas, banyak orang mengadakan tekanan terhadap
oleh anaknya supaya mereka membeli mainan dan gula-gula.
(15)
Itu punya partai di politik yang bernama Golkar.
Alternatif pembenarannya:
(1)
Banyak barang dapat dibeli di toko-toko itu seperti, pakaian, makanan, tas, dan lain-lain.
(2)
Sebelum makan siang, saya menjadi kuat karena minum
jamu “sehat pria”.
(3)
Saya kembali ke hotel Radisson naik bis kecil.
(4)
Sesudah pertunjukan, kami membeli oleh-oleh kemudian kami
kembali ke Hotel Radisson.
(5)
Mereka hanya boleh tidur selama tiga jam. Sesudah itu,
mereka harus bergantian dengan orang lain.
(6)
Kami pergi ke pabrik Batik untuk mengerti proses membuat batik.
(7)
Kemudian, kami berjalan kaki terus ke Jl. Malioboro dan masuk ke supermarket.
(8)
Hari ini, semua kelompok
pergi ke ‘Sultan Palace’
dengan naik bis besar.
(9)
Soeharto akan selalu diingat sebagai orang terkenal dan juga
seorang pahlawan.
(10)
Penyakit gawat, seperti penyakit kuning, bisa disembuhkan
dengan jamu.
(11)
Kehidupan guru-guru
tidak mudah baik Anda bekerja di Indonesia ataupun di Skotlandia tempat saya tinggal.
(12)
Saya hanya berharap semua penduduk Indonesia mengingat dia
dalam sejarah sebagai orang yang membantu Indonesia mencapai kemerdekaan dari
kedua penjajah, pemerintah Jepan dan pemerintah Belanda.
(13)
Mereka harus mempunyai ‘catalytic
conventer’ supaya gas yang beracun
dapat dikurangi.
(14)
Dalam hal di atas, banyak orang mengadakan tekanan terhadap
anak-anaknya supaya mereka membeli mainan dan gula-gula.
(15)
Itu milik
partai politik yang bernama Golkar.
6.
Kesalahan Urutan Kata
Urutan
kata dimaksudkan sebagai susunan kata untuk membentuk tataran yang lebih
tinggi. Dalam bahasa Indonesia, pada umumnya, sesuatu yang diterangkan berada
di depan yang menerangkan. Namun demikian, sering terjadi kesalahan dalam
urutan ini. Dari hasil analisis data penelitian ini, ada 74 kesalahan dalam hal
urutan kata. Para pembelajar melakukan pembalikan atas urutan kata sebagaimana
terlihat dalam beberapa contoh di bawah ini.
Contoh
kesalahan dalam urutan kata:
(1) Hari ini, menarik hari.
(2) Keluarga adalah sosial
kesatuan yang paling penting bagi orang Batak Toba.
(3) Bernama ini ‘Ngelangkahi’.
(4) Kadang-kadang orang
yang datang baru menjadi terkejut,
mereka harap memenuhi mimpi mereka.
(5) Jamu saset belum
komplit harus dicampur dengan lain
bahan-bahan seperti beras kencur, anggur merah, madu, dll.
(6) Pada tanggal 16
September setulisan di halaman sembilan memberi kesan bahwa musik pendidikan
memerlukan sebagai dasar baik sekali untuk humaniora.
(7) Bentuk kedua di polusi datang dari industri.
(8) Mayoritas
orang-orang saya dengan berbicara
adalah sopir taksi dan juga tetangga saya di desa saya.
(9) Terbang itu
dipasang oleh British Aerospace pegawai dari
onderdil dari Indonesia.
(10) Dia diajarkan SMA curikulum yang sama-sama di semua
sekolah.
Alternatif
pembenarannya:
(1) Hari ini adalah hari
yang menarik.
(2) Keluarga adalah kesatuan
sosial yang paling penting bagi orang Batak Toba.
(3) Ini bernama
‘Ngelangkahi’.
(4) Kadang-kadang,
orang yang baru datang menjadi
terkejut karena mereka berharap mimpi mereka terpenuhi.
(5) Jamu saset yang
belum komplit harus dicampur dengan bahan-bahan lain seperti beras kencur,
anggur merah, madu, dll.
(6) Pada tanggal 16
September, sebuah tulisan di halaman sembilan memberi kesan bahwa pendidikan
musik diperlukan sebagai dasar yang baik untuk pendidikan humaniora.
(7) Kedua bentuk polusi
ini berasal dari industri.
(8) Mayoritas
orang-orang yang berbicara dengan saya adalah sopir taksi dan juga tetangga
saya di desa.
(9) Pesawat terbang itu
dirakit oleh pegawai British Aerospace dengan
onderdil dari Indonesia.
(10) Dia mengajar sesuai
dengan Kurikulum SMA yang sama di setiap sekolah.
7.
Kesalahan Penggunaan Konstruksi Pasif
Konstruksi
pasif bahasa Indonesia dapat dibentuk dengan pronomina orang pertama, kedua,
dan ketiga yang mempunyai dua pola yang
berbeda. Pola pertama dapat dibentuk dari pola aktif S + me- bentuk asal -
(sufiks) + O menjadi pola pasif O + S + bentuk asal- (suifks) untuk pronomina
orang pertama, kedua, dan ketiga. Pola kedua dapat dibentuk dari pola
aktif S + me- bentuk asal- (sufiks) + O
menjadi pola pasif O + di - bentuk asal- (sufiks) + (oleh) + S
hanya untuk pronomina orang ketiga.
Kesalahan
penggunaan konstruksi pasif yang terungkap dari penelitian ini relatif banyak,
37 konstruksi. Kesalahan ini terdiri atas tujuh
kesalahan penggunaan konstruksi pasif pola pertama, dan 30 kesalahan
penggunaan konstruksi pasif pola kedua.
Kesalahan penggunaan konstruksi pasif bentuk kedua ini terjadi karena
kesalahan penggunaan afiks-afiks pembentuk konstruksi aktif-pasif. Di bawah ini
beberapa contoh kesalahan-kesalahan tersebut.
Contoh
kesalahan penggunaan konstruksi pasif:
(1)
Mesjid ini membuat untuk Sultan pertama.
(2)
Di dalam temple ada banyak kemenyan juga membakar.
(3)
Tempat pemujaan ketiga kami mengunjungi adalah mesjid.
(4)
Duduk di rumah ibu merasa beristirahat jug dan makanan membuat oleh ibu enak sekali.
(5)
Dia diajarkan SMA kurikulum yang sama-sama di semua sekolah.
(6)
Dua golongan yang saya mau melihati untuk soal karangan ini
adalaf suku Kubu yang berasal dari Sumatra Selatan dan Suku Bali Aga yang
berasal dari Bali.
(7)
Contohnya, ada beberapa LSM khusus untuk menolong
wanita-wanita yang diperkosa, atau untuk menolong orang-orang yang hilang
rumahnya karena banjir atau untuk membangkitkan kesadaran tentu suatu hal.
(8)
Mungkin kebenaran terlalu dasyat untuk mengakui.
(9)
Mungkin kesenian tradisional bisa mengubah dan mengguna
teknik yang modern sehingga pelukisan bisa membuat lebih cepat.
(10)
Pulau-pulau seperti Bali dan Jawa ada jumlah penduduk
tertinggi, jadi banyak orang dimindahkan ke pulau lain khususnya Kalimantan dan
Sulawesi.
Alternatif
pembenarannya:
(1)
Mesjid ini dibuat untuk Sultan pertama.
(2)
Di dalam temple, ada banyak kemenyan dibakar.
(3)
Tempat pemujaan ketiga yang kami kunjungi adalah mesjid.
(4)
Kenyamanan kami rasakan ketika duduk di rumah ibu itu dan
makanan yang di buatnya enak sekali.
(5)
Kurikulum SMA diajarkan sama di semua sekolah atau Kurikulum SMA dia ajarkan secara
sama di semua sekolah.
(6)
Dua golongan yang ingin saya lihat sebagai topik karangan
ini adalah suku Kubu yang berasal dari Sumatra Selatan dan Suku Bali Aga yang
berasal dari Bali.
(7)
Ada beberapa LSM khusus didirikan untuk menolong
wanita-wanita yang diperkosa, atau untuk menolong orang-orang yang kehilangan
rumahnya karena banjir atau untuk membangkitkan kesadaran tentang suatu hal.
(8)
Mungkin, kebenaran terlalu dasyat untuk diakui.
(9)
Mungkin, kesenian tradisional bisa diubah dengan penggunaan
teknik yang modern sehingga lukisan bisa dibuat lebih cepat.
(10)
Pulau-pulau seperti Bali dan Jawa mempunyai jumlah penduduk yang banyak sehingga banyak orang dipindahkan ke
pulau lain khususnya Kalimantan dan Sulawesi.
8.
Kesalahan Penggunaan Konjungsi
Konjungsi
berfungsi sebagai penghubung frasa dan klausa dalam kalimat. Selain itu,
konjungsi juga berfungsi sebagai penghubung antarkalimat dalam suatu paragraf.
Kesalahan penggunaan konjungsi ini akan berakibat tidak jelasnya makna kalimat
karena hubungan antarfrasa dan antarklausa tidak jelas. Ada 25 kesalahan
penggunaan konjungsi yang terungkap dalam penelitian ini. Kesalah yang cukup menonjol adalah penggunaan
konjungsi bahwa dan walaupun , masing-masing 9 dan 5
kesalahan. Kesalahan-kesalah yang lain tersebar untuk konjungsi-konjungsi yang
lain. Contoh kesalahan-kesalahan tersebut dipaparkan di bawah ini.
Contoh
kesalahan penggunaan konjungsi:
(1) Guru-guru ada
perteman sambil semua murid berjalan-jalan dan berbicara dengan teman di
sekolahnya.
(2) Gereja ini membagun
dengan uang dari orang-orang bahwa menghadiri gereja ini.
(3) Oleh sebabnya,
apabila dihadapkan pada praktek di lapangan kerja, didikan kurang memuaskan.
(4) Menurut saya dan
juga semua orang bahwa saya dibuat wawancara, Indonesia masih memerlukan tenaga
kerja asing di dalam negara itu.
(5) Banyak orang Indonesia rasa bahwa ibu kota Jakarta
adalah tempat yang mana mimpi mereka
akan menjadi penuhi.
(6) Walaupun bahkan
adalah memberi haparan bahwa setiap hari sesudah sampah terkumpul,
sampah-sampah itu dipisahkan menurut jenis bahannya.
(7) ABRI mempunyai
banyak pengaruh daripada dulu dari masyarakat.
(8) Maupun mereka ada
rencana-rencana. misalnya, untuk mengatasi masalah-masalah pemerintah Indonesia
mencoba transmigrasi.
Alternatif
pembenarannnya:
(1) Guru-guru sedang
mengadakan perteman ketika semua murid berjalan-jalan dan berbicara dengan
teman di halaman sekolah.
(2) Gereja ini membagun
dengan uang dari orang-orang yang menghadiri gereja ini.
(3) Apabila dihadapkan
pada praktek di lapangan kerja, anak didik kurang memuaskan.
(4) Menurut saya dan
juga semua orang yang saya wawancarai, Indonesia masih memerlukan tenaga
kerja asing.
(5) Banyak orang Indonesia merasa bahwa ibu kota Jakarta
adalah tempat mimipi-mimpi mereka akan terpenuhi.
(6) Sesudah sampah
terkumpul, sampah-sampah itu dipisahkan menurut jenis bahannya.
(7) ABRI mempunyai
banyak pengaruh terhadap masyarakat
sejak dulu.
(8) Walaupun demikian
mereka mempunyai rencana-rencana. Misalnya, untuk mengatasi masalah-masalah
kependudukan, pemerintah Indonesia menggalakan program transmigrasi.
9.
Kesalahan Penggunaan ‘yang’
Kesalahan
pemakaian ‘yang’ yang dilakukan pembelajar BIPA relatif banyak
yaitu 15 kesalahan. Kesalahan yang dilakukan berupa penggunaan yang dalam kalimat yang tidak memerlukan ‘yang’ dan sebaliknya ‘yang’ tidak digunakan ketika
kalimat-kalimat memerlukan yang untuk
memperjelas makna kalimat tersebut.
Contoh kesalahan penggunaan’ yang’:
(1) Menurut teman saya,
TKA mempunyai peran yang pentiing sekali di dalam bisnis dan proyek-proyek
karena bisa membantukan masyarakat dan prasarana lokal
(2) Hampir semua segi
bahwa saya mencari bisa yang dihubungan dengan seluruh Indonesia.
(3) Saluran TV ini
swasta dan mereka bisa menunjuk apa saja mereka mau.
(4) Oleh karena itu,
pers Inggris tidak diperoleh melaporkan
satupun yang dikenai buku ini.
(5) Suku Dani masih
hidup secara yang primitif.
Alternatif
pembenarannya:
(1) Menurut teman saya,
TKA mempunyai peran penting sekali di dalam bisnis dan proyek-proyek karena
bisa membantu masyarakat dan prasarana lokal.
(2) Hampir semua segi
yang saya temukan bisa dihubungan dengan
seluruh Indonesia.
(3) Saluran TV ini
adalah saluran swasta dan mereka bisa mempertunkukan semua hal yang merek mau.
(4) Oleh karena itu,
pers Inggris tidak diperbolehkan
melaporkan satupun tentang buku
ini.
(5) Suku Dani masih
hidup secara primitif.
10.
Kesalahan Pembentuk Jamak
Bentuk
jamak dalam bahasa Indonesia dapat dibentuk dengan mengulang nomina, penggunaan
numeralia, dan penggunaan penanda jamak
seperti, beberapa, sejumlah, para, banyak,
sedikit, dsb. Apabila bentuk-bentuk itu digunakan nomina yang bersangkutan
harus dalam bentuk tunggal. Contohnya, buku-buku,
125 buku, beberapa buku.
Kesalahan
dalam hal ini adalah pemakaian bentuk beruntun ketika mereka membuat bentuk
jamak. Mereka memakai penanda jamak tetapi nomina tetap diulang atau sebaliknya
ada penanda tunggal tetapi nominanya jamak. Berikut ini beberapa contoh untuk
mendukung penjelasan di atas.
Contoh
kesalahan penggunaan bentuk jamak:
(1) Kami didampingi
oleh guru pribadi naik bis ke bermacam-macam trmpat-tempat wisata seperti
Keraton, Taman Sari, pasar burung yang terletal di belakang Taman Sari.
(2) Saya membicarakan
dengan beberapa mahasiswa yang keluarganya tidak mampu untuk mengirimi semua
anak-anakny ke universitas.
(3) Di Inggris,
guru-guru merasa bahwa mereka menerima gajinya yang rendah dan banyak guru-guru
berangkat untuk pekerjaan yang lain.
(4) Contohnya , kalau
sesuatu suku-suku ingin pendidikan atau gereja, dan dokter, mereka seharusnya
diberikan itu.
(5) Banyak
pabrik-pabrik sudah ditutup karena ada lebih murah untuk membuat barang-barang di negeri asing
seperti negeri-negeri Timur karena alasan penggangguran ada lebih kejahatan
daripada banyak tahhun yang lalu.
Alternatif
pembenarannya:
(1) Kami didampingi
oleh guru pribadi naik bis ke bermacam-macam tempat wisata seperti, Keraton, Taman Sari, dan pasar burung yang
terletak di belakang Taman Sari.
(2) Saya berbicara
dengan beberapa mahasiswa yang keluarganya tidak mampu menyekolahkan semua anaknya ke universitas.
(3) Di Inggris,
guru-guru merasa bahwa mereka menerima gaji yang rendah dan banyak guru
meninggalkan profesi itu untuk mencari pekerjaan yang lain.
(4) Contohnya , kalau
sesuatu suku menginginkan fasilitas pendidikan, gereja, dan dokter, mereka
seharusnya mendapatkannya.
(5) Pabrik-pabrik sudah
ditutup karena pembuatan barang-barang di negeri asing seperti negara-negera
Timur lebih murah karena alasan banyak penggangguran.
III. ALTERNATIF STRATEGI PEMBELAJARAN
REMEDI
1.
Hakekat Pembelajaran Remedi
Pembelajaran
remedi dimaksudkan sebagai suatu proses memperbaiki berbagai kesalahan
berbahasa atau proses membantu pembelajar yang mengalami kesulitan dalam
memahami berbagai kaidah berbahasa. Pembelajaran ini juga dimaksudkan sebagai
proses penyadaran atas berbagai kesalahan yang dilakukan pembelajar untuk
kemudian dilakukan berbagai upaya penanggulangan agar kesalahan-kesalahan
tersebut tidak terjadi lagi ( Richard, 1987: 244; George, 1972: 79-80; Norrish,
1983: 79; Suratminto, 1996: 4)
2.
Langkah-Langkah Pembelajaran Remedi
Kesalahan-kesalahan
berbahasa yang telah dikemukakan pada bab II dapat digunakan sebagai pijakan
untuk menentukan langkah-langkah lanjutan
yang harus diambil. Hal penting yang perlu dilakukan adalah
menginformasikan berbagai kesalahan tersebut kepada pembelajar agar mereka
mengetahui kesalahan-kesalahan yang mereka lakukan. Langkah ini sangat penting
dilakukan agar mereka tidak mengulangi kesalahan-kesalahan yang sama. Kesalahan
terbanyak yang terungkap dalam penelitian ini adalah kalimat yang tidak efektif karena hanya berupa jajaran
kata yang tidak membentuk satu kesatuan arti/informasi. Kesalahan lain yang
perlu diketahui pelh mereka adalah pemakaian afiks dan pilihan kata. Dua hal
ini sangat penting untuk menyususn kalimat dan paragraf sehingga mereka
hendaknya diminta untuk benar-benar memperhatikannya.
Setelah
mereka mengetahi kesalahan yang mereka lakukan perlu diupayakan koreksi atas
kesalahan-kesalahan tersebut. Koreksi in dapat dilakukan bersama-sama di dalam kelas, ataupun secara individual
dengan mempertimbangkan karakteristik pembelajar dan kesalahan yang mereka
lakukan. Teknik pertama dapat dilakukan bila pembelajar dapat saling terbuka
menerima kesalahan-kesalahan yang mereka lakukan dan terbuka menerima koreksi
dari pembelajar lain. Keuntungan teknik ini adalah penghematan waktu belajar
dan komunikasi antarpembelajar dapat terjalin. selain itu masing-masing
pembelajar mengetahui beragamnya kesalahan yang dilakukan pembelajar-pembelajar
lain sehingga secara otomatis mereka tidak melakukan kesalahan yang sama.
Proses koreksi itu sendiri, membantu pembelajar untuk belajar kaidah-kaidah
berbahasa secara aplikatif. Teknik bimbingan individual memang lebih efektif
dari segi pendekatan personal. Pengajar mengatahui benar-benar karakteristik
pembelajar dan kesalahan yang dilakukannya sehingga dapat memberikan alternatif
pembenarannya secara tepat. Selain itu,
pembelajar tidak meresa malu dengan diketahuinya kesalahan-kesalahan yang telah
dilakukan. Akan tetapi ini memerlukan waktu tersendiri yang lebih banyak dan tidak
ada sharing antarpembelajar.
Langkah ketiga yang dapat dilakukan adalah memberikan
contoh-contoh yang benar atas kesalahan-kesalahan tersebut sehingga pembelajar
dapat membandingkan antara bentuk-bentuk yang salah dengan bentuk-bentuk yang
benar. Dengan contoh-contoh ini, pembelajar diharapkan untuk “menangkap”
pola-pola yang benar sehingga dapat membuat bentuk-bentuk yang benar. Selain
itu, perlu juga disajikan berbagai bentuk bersaing yang sangat mungkin
menimbulkan kesalahan. Sebagai contoh, pemberian deretan morfologis dalam suatu
konteks yang tepat untuk menjelaskan berbagai perbedaan pemakaian afiks. Untuk
memperjelas pernyataan di atas, cermatilah contoh di bawah ini.
Deretan
morfologis kata jalan : menjalankan,
perjalanan, jalanan, berjalan, menjalani, dijalani, pejalan (kaki).
Contoh dalam konteks kalimat:
(1)
Petani itu
menjalankan traktornya dengan hati-hati.
(2)
Perjalanan ini
memerlukan biaya banyak dan persiapan mental yang baik pula.
(3)
Anak - anak jalanan
itu juga memerlukan sentuhan kemanusiaan
kita.
(4)
Berjalanlah
pelan-pelan ke arah sumber suara itu!
(5)
Kamu harus
menjalani semua cobaan hidup ini dengan tabah dan penuh kesabaran!
(6)
Semua cobaan hidup
dijalani dengan tabah dan sabar sehingga sekarang dia dapat hidup bahagia.
(7)
Sekarang ini,
ruang-ruang publik untuk pejalan kaki semakin sempit.
(8)
Pemerintah daerah
Jawa Tengan sedang mengadakan pelebaran jalan utama di jalur Pantai Utara.
Langkah
di atas dapat pula digunakan dalam mengantisipasi kesalahan pemilihan kata.
Perlu disajikan pada pembelajar berbagai sinomim kata lengkap dengan
pemakaiannya dalam konteks yang tepat sehingga mereka dapat memilih suatu kata
yang tepat untuk mewakili ide mereka dalam konteks yang tepat pula.
Langkah
lain yang dapat ditempuh dalam pembelajaran remidial ini adalah diskusi dengan
pembelajar mengenai kesalahan berbahasa yang mereka lakukan untuk mendapat
gambaran yang lengkap alasan terjadinya kesalahan. Langkah ini saya kira sangat
tepat karena secara langsung kita dapat mengetahui faktor-faktor yang
menyebabkan terjadinya kesalahan sehingga langkah antisipasinya juga langsung
ditentukan dan kegunaan lainnya berupa keterampilan berbicara yang semakin
meningkat.
Langkah-langkah
di atas kiranya dapat diterapkan dalam proses pembelajaran BIPA sehingga tujuan
yang dikehendaki dapat dicapai atas tereduksinya kesalahan-kesalahan yang
dilakukan oleh pembelajar. Namun, ada hal penting yang perlu diperhatikan yaitu
ketepatan pengajar menemukan peta kesalahan pembelajar sehingga selanjutnya
dapat menentukan teaching point yang tepat pula.
IV. P E N U T U P
Kesalahan-kesalahan berbahasa Indonesia para
pembelajar BIPA di Indonesian Language
and Culture Intensive Course (ILCIC), P3 Bahasa kurun waktu 1999-2000 telah
teridentifikasi. Kesalahan-kesalahan tersebut meliputi: ketidakefektifan kalimat sebanyak 422
kesalahan, kesalahan pemilihan kata
sebanyak 228, kesalahan penggunaan afiks sebanyak 203 kesalahan, tidak
lengkapnya fungsi-fungsi kalimat sebanyak 113, kesalahan pemakaian preposisi
sebanyak 52, pembalikan urutan kata
sebanyak 74 kesalahan, penggunaan konstruksi pasif sebanyak 37, kesalahan pemakaian konjungsi
sebanyak 25, ketidaktepatan pemakaian yang ada
17 kesalahan, dan kesalahan dalam
pembentukan jamak sebanyak 9 kesalahan. Jadi
kesalahan mencolok terjadi pada pembuatan kalimat yang efektif disusul
kesalahan pemilihan kata, pemakaian afiks, dan tidak lengkapnya fungsi-fungsi
dalam kalimat.
Kesalahan-kesalahan tersebut diharapkan dapat tereduksi dengan beberapa
langkah pembelajaran remedi yang berupa pemberian informasi tentang
kesalahan-kesalahan berbahasa yang dilakukan pembelajar, koreksi secara
berpasangan dan koreksi individual, pemberian contoh-contoh yang benar atas
kesalahan-kesalahan yang terjadi, pemberian deretan-deretan morfologis dan
kata-kata bersinonim dalam konteks, serta diskusi bersama pembelajar tentang
penyebab kesalahan berbahasa yang mereka lakukan.
Penelitian
ini masih memerlukan pemetaan penyebab kesalahan secara empiris. Untuk itu,
masih diperlukan penelitian lapangan untuk mengetahui sumber kesalahan dari
pembelajar yang berbeda latar belakang bahasa pertama dan budayanya.
Daftar Pustaka
Brindley, Geoff (Ed). 1990. The Second Language Curriculum in Action. Sydney
NSW : Macquarie University Press.
Dardjowidjodjo, Soenjono. 1995. “Masalah dalam
Pengajaran Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Asing di Indonesia”. Kongres
Internasional Pengajaran Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing , 28-30 Agustus
1995 di Universitas Indonesia,
Jakarta.
Ellis, Rod. 1986. Classroom Second Language Development. Oxford : Pergamon Press.
George, H.V. 1972. Common Errors in Language Learning ; Insight From English. Massachusetts
: Newbury House Publisher.
Johnson, Donna M. 1992. Approaches to Research in Second Language Learning. New York: Longman Publishing
Group.
Lightbown, Patsy M
dan Nina Spada. 1999. How Languages Are
Learned (Revised Edition). Oxford : Oxford University Press
Munawarah, Sri. 1996. “Kesalahan Penulisan yang
Dilakukan Penutur Asing dalam Belajar Bahasa Indonesia”. Konferensi Internasional
II Pengajaran Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (KIPBIPA II). 29 Mei - 1 Juni
1996 di Padang.
Nimmanupap, Sumalee. 1998. “Pengajaran Bahasa Indonesia untuk pembelajar
Asing di Thailand”, Makalah Kongres Bahasa Indonesia
VII, Jakarta, 26-30 Oktober 1998.
Norissh, John. 1983. Language Learners and Theirs Errors. London : The Macmillan Press.
O’Grady, William dan Michael Dobrovolsky. 1989. Contemporary Linguistics : An Introduction. New York
: St. Martin’s Press.
Rivai, S. Faizah Soenoto.
1998. “Pengajaran Bahasa Indonesia untuk
Pembelajar Asing di Italia” Makalah Kongres Bahasa Indonesia VII, Jakarta,
26-30 Oktober 1998.
Soenardji, 1989, Sendi-Sendi Linguistika bagi Kepentingan
Pembelajaran Bahasa. Jakarta:
Spillane, James. 1993. “Kesulitan Orang Asing
Belajar Bahasa Indonesia”.
Makalah Seminar Sehari Pengajaran Bahasa Indonesia Sebagai Bahasa Asing, 16
Maret 1993 di Yogyakarta.
Suratminto, Lilie, 1996. “Remedial Class untuk
Mahasiswa BIPA Tingkat Tengah dan Lanjutan”. Makalah Konferensi Internasional
II Pengajaran Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (KIPBIPA II) 29 Mei - 1 Juni
1996 di IKIP Padang.
Tarigan, Henry Guntur. 1988. Pengajaran Analisis Kesalahan Berbahasa. Bandung : Penerbit Angkasa.
______________________. 1989. Pengajaran Remedi Bahasa: Suatu
Penelitian Kepustakaan. Jakarta:
Depdikbud.
Wojowasito, 1977, Pengajaran Bahasa Kedua (Bahasa Asing, Bukan
Bahasa Ibu), Bandung: Shinta Dharma