Pendidikan dapat diibaratkan seperti sebuah lentera yang menerangi
kehidupan manusia.Tanpa pendidikan kita tidak dapat mengetahui yang baik
dan yang buruk. Indonesia sampai saat ini masih menerapkan pendidikan
konvensional yaitu pendidikan yang berfokus pada guru sebagai sumber
informasi. Pendidikan konvensional selain berfokus pada guru, dapat
dilihat pula dari sikap orang tua yang lebih mementingkan perkembangan
kognitif atau dapat dikatakan score oriented (orientasi skor). Skor oriented
yang masih diterapkan di Indonesia, secara tidak langsung akan membuat
siswa hanya berfokus untuk mendapatkan nilai atau skor tertinggi
meskipun terkadang dengan cara-cara yang tidak baik. Padahal masih ada
hal-hal yang lebih penting untuk dikembangkan selain aspek kognitif.
Salah satu hal yang penting untuk dikembangkan adalah aspek kejujuran.
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa salah satu ciri dari
pendidikan konvensional adalah sikap orang tua yang lebih mementingkan
perkembangan kognitif. Orang tua selalu menanyakan tentang nilai atau
skor yang diperoleh putra-putrinya setelah ujian berlangsung, tetapi
sangat jarang orang tua yang menanyakan apakah putra-putrinya sudah
berbuat jujur ketika mengerjakan soal-soal ujian. Selain orang tua, guru
tentunya juga sangat berperan dalam membumikan kejujuran di sekolah,
tetapi sungguh ironis beberapa oknum guru justru menginstruksikan
siswanya untuk saling menyontek.
Pendidikan yang berorientasi pada skor diduga menjadi penyebab dari
munculnya para koruptor di negara ini. Ketika yang ada di dalam otak
seseorang itu hanya angka (score) maka dia akan berusaha dengan
cara apapun (meski dengan cara yang tidak jujur) demi menambah harta
kekayaannya. Jika seorang anak dibiasakan untuk mementingkan skor yang
dia peroleh maka bukan suatu hal yang mustahil karakter yang
mementingkan angka atau skor tersebut akan terbawa sampai dewasa. Dia
tidak akan peduli terhadap cara yang digunakan untuk meraih harta
kekayaan. Meskipun cara yang dia gunakan adalah cara-cara yang tidak
jujur, dia tidak peduli yang penting dia mendapatkan harta kekayaan
(skor/ angka) yang berlimpah.
Solusi dari permasalahan tersebut adalah perlu adanya perubahan pendidikan konvensional menjadi pendidikan holistik. Melalui pendidikan holistik,
peserta didik diharapkan dapat mengembangkan karakter dan emosionalnya.
Karakter terpuji sebenarnya dapat terwujud jika guru dan orang tua bisa
menjadi teladan bagi siswa. Keteladanan itu bisa dimulai dari hal yang
kecil, misalnya guru harus bisa datang lebih awal di sekolah, jangan
sampai datang terlambat. Seandainya guru datang terlambat, guru tersebut
harus meminta maaf kepada siswa-siswanya. Sikap guru yang meminta maaf
tersebut telah meneladankan kepada siswa bahwa jika kita berbuat salah,
kita wajib meminta maaf. Orang tua juga harus bisa menjadi teladan bagi
anaknya. Jangan pernah menyuruh anak untuk rajin membaca buku jika orang
tuanya sendiri tidak pernah membaca buku.
Pendidikan holistik adalah perpaduan antara intelektual, emosional, dan religius. Implementasi pendidikan holistik sebenarnya
sudah berkembang dalam dunia pendidikan Indonesia, bahkan sebelum
kemerdekaan, namun kini justru semakin dilupakan. Yang dimaksud dengan
perpaduan intelektual dan religius adalah ketika seorang guru
menyampaikan materi biologi, fisika, kesenian atau materi pelajaran
apapun, hal itu harus dihubungkan dengan ajaran agama. Misalnya materi
mengenai mata (biologi), ketika materi tersebut disampaikan, seorang
guru harus bisa menanamkan konsep bahwa Tuhan sangat sayang kepada
manusia. Manusia adalah makhluk Tuhan yang diciptakan dengan sebaik-baik
bentuk. Ketika materi pajak (ekonomi) diberikan pada siswa, guru harus
menanamkan konsep bahwa seorang petugas pajak haruslah berbuat jujur
karena Tuhan Maha Mengetahui semua tindakan manusia. Intinya adalah
semua materi pelajaran harus dihubungkan dengan ajaran agama, tidak
boleh dipisahkan. Ketika belajar fisika, matematika yang dipelajari
bukan hanya rumus-rumus saja tetapi siswa harus diajak untuk lebih
mendekatkan diri pada sang pencipta ilmu yaitu Tuhan. Semakin siswa
cerdas dalam menguasai pelajaran tertentu, maka dia juga harus semakin
dekat dengan Tuhan dan mengenal keagunganNya. Jangan sampai semua
pelajar di negeri ini menjadi manusia-manusia cerdas tapi tidak bermoral
dan tidak takut pada Tuhannya.
Berdasarkan uraian di atas, maka sudah selayaknya pendidikan holistik diterapkan
kembali dalam kelas-kelas di setiap sekolah. Tidak ada kata terlambat,
kita masih punya waktu. Semoga generasi penerus bangsa menjadi generasi
yang cerdas sekaligus berakhlak mulia melalui pendidikan holistik. Semoga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar