Pemerolehan Bahasa Pertama (First Language Acquisition)
Disusun
Oleh: Ajeng Tina Mulyana & Moh. Fauzi
Bafadal
Bahasa dan pemerolehan
1. Bahasa Pertama
Bahasa merupakan alat verbal yang digunakan untuk
berkomunikasi. Hal ini senada dengan yang dikatakan oleh para pakar linguistic
yang mengartikan bahasa sebagai satu system lambing bunyi yang bersifat
arbitrer yang digunakan oleh sekelompok anggota masyarakat yang berinteraksi
dan mengidentifikasi diri.
Proses bahasa dikendalikan oleh otak yang merupakan alat
pengatur dan pengendali gerak semua aktivitas. Pada otak manusia ada bagian –
bagian yang sifatnya manusiawi, sedangkan pada otak mahluk lalin (hewan) tidak
terdapat bagian bagian tersebut sehingga
hewan – hewan tidak dapat berbicara atau berbahasa. Jadi bahasa hanya dapat
diaplikasikan oleh manusia. proses berbahasa pada manusia dimulai sejak masa
kanak – kanak. Proses anak mulai mengenal komunikasi dengan lingkungannnya
secara verbal disebut sebagai pemerolehan bahasa anak. Pemerolehan bahasa
pertama terjadi bila anak yang sejak semula tanpa bahasa kini telah memperoleh
bahasa pertama.
Pada masa pemerolehan bahasa anak, anak lebih mengarah pada
fungsi komunikasi daripada bentuk bahasanya. Jadi, bahasa pertama adalah bahasa
yang diperoleh anak pertama kali dari lingkungan yang paling dekat dengannya
(dalam hal ini biasanya keluarga). Bahasa pertama sering juga disebut sebagai
“bahasa sumber”. Pemerolehan bahasa pada setiap anak menggunakan strategi yang
sama. Kesamaan ini tidak hanya dilandasi oleh biologi dan neurologi manusia
yang sama, tetapi juga oleh pandangan mentalisitik yang menyatakan bahwa anak
telah dibekali dengan kodrati saat dilahirkan.
Ada 4
strategi yang digunakan seorang anak dalam pemerolehan bahasa pertamanya. Strategi pertama berpedoman pada meniru
pada apa yang dikatakan oleh orang lain. Meniru akan digunakan terus oleh anak
merskipun ia sudah dapat dengan sempurna melafalkan bunyinya. Strategi kedua
adalah produktivitas. Produktivitas berari keefektifan dan
keefisienan dalam pemerolehan bahasa. Strategi ketiga
berkaitan dengan hubungan umpan balik antara produksi ujaran dan respon. Dengan
strategi ini anak dihadapkan dengan pedoman menghasilkan ujaran dan bagaimana
responnya. Strategi keempat adalah prinsip operasi. Dalam strategi ini anak
dikenalkan dengan pedoman: penggunaan “prinsip operasi” umum untuk memikirkan
sarta menetapkan bahasa. Disamping itu dalam bahasa juga terdapat konsep
universal sehingga anak secara mental telah mengetahui kodrat – kodrat yang
universal ini. Chomsky mengibaratkan anak sebagai entitas yang seluruh tubuhya
telah dipasang tombol serta kabel listrik: mana yang dipencet, itulah yang akan
menyebabkan bola lampu tertentu menyala. Jadi bahasa mana
dan wujudnya seperti apa ditentukan oleh input disekitarnya.
2. Teori Pemerolehan
Bahasa Pertama (First language Acquisition)
Setiap orang pasti pernah menyaksikan kemampuan menonjolkan
anak anak dalam berkomunikasi. Saat bayi
mereka berceloteh, mendekut, menangis dan dengan atau tanpa mengirim begitu
banyak pesan dan menerima lebih banyak pesan lagi. Ketika berumur satu tahun,
mereka berusaha menirukan kata – kata dan mengucapkan kata – kata dan
mengucapkan suara – suara yang mereka dengar disekitar mereka, dan kira – kira
saat itulah mereka mengucapkan kata –kata pertama mereka.
Ada tiga
pandangan utama tentang pemerolehan bahasa pertama. Pandangan pertama yakni
pandangan behaviorisme yang menyatakan bahwa anak dilahirkan sebagai tabula rasa, papan bersih yang tidak
tahu dunia ataupun bahasa dan anak – anak dibentuk oleh lingkungan. Menurut
aliran ini pemerolehan bahasa ialah pemerolehan kebiasaan (habits). Pandangan
kedua adalah pandangan nativisme yang berpendapat bahwa anak dilahirkan dengan
,membawa kemampuan berbahasa yang dimilikinya yaitu alat pemerolehan bahasa
(Language acquisition device atau disingkat LAD). Pandangan ketiga adalah
pandangan fungsional uang beranggapan bahwa anak dilahirkan dengan kemampuan
berfikir dan di dalamnya termasuk kemampuan berbahasa, dan kemampuan ini
berkembang karena adanya interaksi dengan orang lain dan dunia sekitarnya.
Berikut adalah penjelasan mengenai teori – teori pemerolehan bahasa pertama:
a.
Pendekatan Behaviorisme
Bahasa adalah
bagian fundamental dari keseluruhan prilaku manusia, dan para psikolog
behavioristik menelitinya dalam rangka itu dan berusaha merumuskan teori –
teori konsisten tentang pemerolehan bahasa pertama. Pendekatan behavioristik
berfokus pada aspek – aspek yang bisa diamati secara nyata dan berbagai hubungan
atau kaitan antara respon – respon itu dan peristiwa – peristiwa di dunia
sekiling mereka. Seorang behavioris mungkin memandang prilaku bahasa yang
efektif sebagai wujud tanggapan yang tepat terhadap stimuli. Jika respon – respon tertentu dirangsang berulang – ulang maka akan terjadi
kebiasaan.
Anak – anak yang memberikan respon kebahasaan melalui pemberian stimuli
yang terus diperkuat dan mereka belajar memahami ujaran tersebut dan dengan
cara mendapat penguatan atas respon yang diberikannya. Hal ini sejalan dengan
pandangan para ahli behaviorisme yang sangat meyakini bahwa anak hadir di dunia
disertai dengan tabula rasa, sebuah batu tulis yang bersih tanpa ada pemahanan
sebelumnya tentang bahasa, dan bahwa anak – anak tersebut kemudian dibentuk
oleh lingkungan mereka dan perlahan – lahan terkondisikan melalui beragam
jadwal penguatan. (Brown; 2000:22).
Menurut kaum behavioris, bahasa adalah bagian penting dari keseluruhan
tingkah laku manusia. Kaum behavioris menamakan bahasa sebagai prilaku verbal
(verbal behavior). Untuk membagun teori tentang pemerolehan bahasa, para
tokohnya memusatkan perhatian pada aspek bahasa yang kasat mata, sehingga data
mereka adalah ujaran – ujaran tersebut. Teori behaviorisme tentang pemerolehan
bahasa bersumber pada teori – teori pembelajaran behavioristik.
Prinsip yang menjadi dasar dari pendekatan pembelajaran S-R pada penelaahan
prilaku ialah classic conditioning dan
operant Conditioning. Kedua prosedur pengkondisian ini mulai dari penelitian
pada bagaimana hewan belajar dan diperluas pada pembelajaran bahasa. Prosedur conditioning
ini dijadikan dasar untuk program pengajaran bahasa pada pengajaran bahasa pada
tuna rungu dan tuna grahita. Para pakar psikologi juga mengaplikasikan prinsip
– prinsip pengkondisian dan pembelajaran bermakna dan bentuk – bentuk
gramatika.
Classical Conditioning
Classical conditioning
dikembangkan oleh Ivan Petrovich Pavlov (1894 - 1936). Dalam
eksperimennya ia menunjukkan makanan pada anjing kemudian anjing memakan
makanan itu. Setiap kali makanan itu ditunjukkan pada anjing kemudian anjing itu
memakan makanan itu. Setiap kali ditunjukkan makanan, anjing itu mengeluarkan air liur. Tampak bahwa
makanan itu sebagai Unconditional
Stimulus (UCS) menyebabkan responsb (R), keluarnya air liur. Pada percobaan
– percobaan berikutnya, bel dibunyikan sebelum makanan ditunjukkan pada anjing.
Sesudah beberapa kali percobaan, anjing mengeluarkan air liur sebagai respon
terhadap bunyi bel saja. Perhatikan diagram berikut:
Unconditioned stimulus (UCS)
(Makanan)
|
Conditioned stimulus (CS)
(Bunyi bel)
|
R
Keluarnya air liur
|
Penemuan Pavlov tentang kaitan antara stimulus dan respon ini berpengaruh
besar terhadap pandangan para ahli tentang psikologi belajar. Berdasarkan
penemuan Pavlov ini, JB. Watson menciptakan istilah Behaviorisme. Berdasarkan bagan tersebut dapat kita lihat seperti
pada lingkungan banyak rangsangan yang dapat menimbulkan emosi positif dan
negative. Jika rangsangan – rangsangan berbahasa misalnya: frasa, kata, atau
kalimat,sering terjadi bersamaan dengan rangsangan – rangsangan lingkungan,
maka pada akhirnya rangsangan tersebut dapat menimbulkan respon emosional
walaupun tak ada rangsangan lingkungan. Untuk jelasnya perhatikan contoh
berikut:
“Tina seorang anak berumur 17 bulan akan menarik rambut ibunya dengan
keras. Ibunya segera mengatakan, “tidak! , tidak!” sambil tangan anaknya dengan
menghubungkan sakit ditangannya dengan kata “tidak!” tidak!” akan menimbulkan
respon makna yang tidak menyenangkan
bagi Tina. Jika hal ini terjadi berolang – ulang dan respon emosional, sama
halnya dengan bunyi bel menimbulkan
respon air liur. Dengan demikian, ibu telah berhasil mengajarkan makna “tidak”.
Dengan kata lain; Tina memahami makna tidak yang berarti suatu larangan.
Operant Conditioning.
Teori operant conditioning dikemukakan oleh tokoh psikologi B. F Skinner
dengan karyanya yang terkenal berjudul Verbal Behavior (1957). Teori Skinner tentang
prilaku verbal adalah perluasan dari teori umumnya tentang pembelajaran dengan
operant conditioning. Menurut skinner, prilaku berpengaruh pada lingkungan
disebut prilaku operant (to operate: menghasilkan efek yang dikehendaki,
mempengaruhi). Operant conditioning merujuk pada pengkondisian atau pembiasaan
dimana manusia memberikan respons atau operant (kalimat ujaran) tanpa stimulus
yang tampak; operant ini dipelajari dengan pembiasaan (conditioning). Maka apa yang dimaksud dengan pengkondisian
operan oleh Skinner adalah pengkondisian dimana organism (manusia) menghasilkan
suatu respon, atau operan tanpa adanya stimuli yang dapat diamati: operan
tersebut dijaga (dipelajari) melalui penguatan (Brown 2000: 22 - 23).
Teori skinner menerangkan bagaimana kecenderungan respon dicapai melalui
pembelajaran. Jika respond diikuti oleh konsekuensi yang menguntungkan atau
disebut juga penguatan, maka respon tersebut menguat dan jika menghasilkan
konsekuaensi negative atau hukuman), maka respon tersebut akan melemah. Melalui
eksperimennya tersebut, Skinner menemukan bahwa pemerolehan pengetahuan,
ttermasuk pengetahuan bahasa merupakan kebiasaan semata atau hal yang harus
dibiasakan terhadap subyek tertentu yang dilakukan secara terus menerus.
Contoh operant conditioning adalah: bila seorang anak mengucapkan sesuatu
yang kebetulan sesuai (appropiate) dengan situasi, ibunya atau orang
disekitarnya menghadiahinya dengan anggukan, ucapan, senyuman, atau tindakan
yang lain yang menunjukkan persetujuan. Hal ini akan mengakibatkan respon yang
sama yang akan terjadi lagi dalam situasi yang sama. Namun jika ujarannya tidak
benar, si ibu tidak mengatakannya. Maka akan kecil kemungkinannya terjadi
respon yang sama dalam situasi yang jelasnya. Dengan cara ini, ujaran – ujaran
orang dewasa menjadi rangsangan – rangsangan bagi anak untuk menanggapinya. Anak
akan menunjukkan bahwa ia memahami ujaran yang didengarnya, dan ia pun
menghasilkan wicara yang sesuai dengan yang didengarnya. Jadi bagi kaum
behaviorisme bahwa belajar bahasa dan perkembangannya hanyalah persoalan
bagaimana mengkondisikan anak dengan cara “imitation, practice, reinforcement,
dan habituation, yang merupakan langkah pemerolehan bahasa.
b.
Pendekatan
Nativisme.
Para
nativist memiliki pernyataan dasar yaitu bahwa pemerolehan bahasa sudah
ditentukan dari bawaan, bahwa kita lahir dengan kapasitas genetic yang
mempengaruhi kemampuan kita memahami bahasa disekitar kita yang hasilnya adalah
sebuah konstruksi system bahasa yang tertanam dalam diri kita. Secara umum pendekatan
nativisme mengacu pada pendekatan yang menekankan kemampuan ilmiah manusia
untuk dapat berbicara. Teori ini dipelopori oleh Noam Chomsky pada awal tahun
1960 – an sebagai bantahan terhadap teori Behaviorisme.yang kemudian menulis
buku berjudul (Review of B.F. Skinner’s Verbal Behavior 1959) sebagai bantahan
terhadap konsep Skinner tentang belajar bahasa yang ada dalam buku verbal
behavior (1957).
Menurut Chomsky
“bahasa hanya dapat dikuasai oleh manusia. Hal ini berdasarkan asumsi sebagai
berikut: pertama prilaku berbahasa
adalah sesuatu yang diturunkan (genetik), setiap bahasa memiliki pola
perkembangan yang sama (merupakan sesuatu yang universal), dan lingkungan
memiliki peran kecil dalam proses pematangan bahasa. Kedua bahasa dapat dikuasai
dalam waktu yang relative singkat, tidak tergantung pada lamanya latihan
seperti pendapat kaum behaviorism. Ketiga
lingkungan bahasa anak tidak dapat menyediakan data yang cukup bagi
penguasaan tata bahasa yang rumit dari orang dewasa.
Chomsky juga
mengemukakan adanya cirri – cirri bawaan bahasa untuk menjelaskan pemerolehan
bahasa asli pada anak – anak dalam tempo begitu singkat sekalipun ada
keabstrakan dalam kaidah kaidah bahasa tersebut. Pengetahuan Chomsky
diumpamakan sebagai “kotak hitam kecil” di otak, sebuah
perangkat pemerolehan bahasa atau Language
Acquisition Device (LAD) (Brown, 2000: 31). Nativist percaya bahwa setiap
manusia yang lahir tsudah dibekali dengan suatu alat untuk memperoleh bahasa
yaitu Language Acquisition Device
(LAD). LAD dianggap sebagai sebagai bagian fisikologis dari otak yang khusus
untuk mengolah masukan (input) dan menetukan apa yang dikuasai lebih dahulu
seperti bunyi, kata, frasa, kalimat, dan seterusnya. Meskipun kita tahu persis
tepatnya dimana LAD itu berada karena sifatnya yang abstrak (invisible). Mcneil (1966) dalam Brown 2000
(31) memaparkan LAD meliputi empat perlengkapan linguistic bawaan:
1.
Kemampuan membedakan bunyi wicara
dan bunyi – bunyi lain dilingkungan sekitar
2.
Kemampuan menata data linguistiki
kedalam berbagai kelas yang biasa disempurnakan kemudian
3.
Pengetahuan hanya jenis system
linguistic tertentu yang mungkin sedangkan yang lain tidak
4.
Kemampuan untuk terus mengevaluasi
system linguistic yang berkembang untuk membangun kemungkinan system paling
sederhana berdasarkan masukan linguistic yang tersedia.
Mcneil dan para
peneliti lain dalam tradisi Chomskyan secara meyakinkan berpendapat bahwa
gagasan LAD yang sangat bertolak belakang dengan stimulus – respon (S-R) aliran
behavioristik yang begitu terbatas dalam menjelaskan kreatifitas yang terdapat
dalam bahasa anak – anak. Gagasan tentang bakat linguitik sangat cocok dengan
teori generative: anak – anak diyakini
memanfaatkan kemampuan bawaan untuk menghasilkan jumlah ujaran yang kemungkinan
tidak terhingga. Aspek – aspek makna, keabstrakan kreatifitas dijelaskan secara
lebih memadai.
Chomsky menganggap
Skinner keliru dalam memahami kodrat bahasa. Bahasa bukan suatu kebiasaan
tetapi suatu system yang diatur oleh seperangkat peraturan (Role Governed).
Bahasa juga bersifat kreatif dalam memiliki ketergantungan struktur. Jadi
pemerolehan bahasa bukan didasarkan pada nurture
(pemerolehan itu ditentukan oleh alam lingkungan) tetapi pada nature. Artinya pemerolehan bahasa
seperti dia memperoleh kemampuan untuk berdiri dan berjalan. Anak dilahirkan
sebagai tabularasa, tetapi dibekali dengan
bekal kodrati(innate properties)
yaitu faculties of mind yang salah
satu bagiannya khusus untuk memperoleh bahasa, yaitu “language acquisition
device”
c.
Pendekatan
Fungsional
Meningkatnya perspektif
konstruktivis tentang kajian bahasa, dapat kita lihat melalui adanya pergeseran
dalam pola – pola penelitian. Pergeseran ini tidak jauh dari mata rantai
generative/ kognitif.=, atau meungkin lebih tepat dilihat sebgai gerakan menuju
esensi bahasa. Dua penekanan muncul (1) para peneliti mulai melihat bahwa
bahasa hanyalah salah satu manifestasi kemapuan kognitif dan efektif manusia
dalam kaitannya dengan dunia, dengan orang lain dan diri sendiri. (2) lebih
jauh, kaidah – kaidah generatift yang ditawarkan oleh kaum nativis adalah
abstrak, formula, eksplisit dan sangat logis, tetapi mereka ehanya bersentuhan
dengan dengan bentuk – bentuk bahasa dan tidak dengan makna, sesuatu yang
terletak pada tataran fungsional yang lebih mendalam yang terbangun dari interaksi
social. Contoh – contoh bentuk bahasa adalah morfem, kata, kalimat dan kaidah
yang mengatur semua itu. Fungsi adalah tujuan interaktif dan bermakna didalam
suatu konteks social (pragmatis) yang penuh dengan bentuk – bentuk.
d.
Teori Kognitivisme
Munculnya teori ini
dipelopori oleh Jean Piaget (1954) yang mengatakan bahwa bahasa itu salah satu
diantara beberapa kemampuan yang berasal dari kematangan kognitif. Piaget
mengatakan bahwa struktur yang kompleks itu bukan pemberian alam dan bukan
sesuatu yang dipelajari dari lingkungan melainkan struktur itu timbul secara
tak terelakkan sebai akibat datri interaksi yang terus menerus antara tingkat
fungsi kognisi anak dengan lingkungan kebahasaannya. Kaum kognitivisme berpendapat bahwa kemampuan
pembelajar sudah terprogram secara biologis untuk memiliki kemampuan kognitif
dan proses belajar terjadi dengan cara memetakan kategori linguistic kedalam
kategori kognitif, serta apa yang dipelajari adalah tata bahasa sebuah bahasa.
Menurut teori
kognitivisme, tyang paling utama harus dicapai adalah perkembangan kognitif,
barulah pengetahuan dapat keluar dalam bentuk keterampilan berbahasa. Sejak
lahir sam pai usia 18 bulan, bahasa dianggap belum ada. Anak hanya memahami
dunia melalui indranya. Anak hanya mengenal benda yang dilihat secara langsung.
Pada akhir usia satu tahun, anak suda dapat mengerti bahwa benda memiliki sifat
permanen sehingga anak mulai menggunakan symbol untuk mempresentasikan benda
yang tidak hadir dihadapannya. Symbol ini kemudian berkembang menjadi kata –
kata awal yang diucapkan anak.
Sebuah teori
terpadu, konsisten dan lengkap tentang diungkapannya pemerolehan bahasa memang
belum dapat dijumpai, namun penelitian bahasa anak melahirkan langkah – langkah
besar.
Behavioris
|
Teori mediasi
|
Nativis
|
Fungsional
|
· Tabula rasa
· Stimulus: respon linguistic
· Pengkondisian
· dukungan
|
Respon
Mediasi
(Rm)
|
Predisposisi
bawaaan LAD / UG
Sistemik
pemerolehan diatur kaidah
Konstruksi
kreatif
Tata bahasa
“poros” Pemrosesan terdistribusi paralell
|
· Konstruktivis
· Interaksi social
· Kognisi dan bahasa
· Fungsi wacana
· Wacana
|
Gb.
Teori Pemerolehan Bahasa Pertama
(Brown, 2000: 38)
|
3. Proses Pemerolehan Bahasa
Chomsky menyebutkan
bahwa ada dua proses yang terjadi ketika kanak-kanak memperoleh bahasa
pertamanya. Proses yang dimaksud adalah proses
kompetensi dan proses performasi.
Kedua proses ini merupakan dua proses yang berlainan. Kompetensi adalah proses penguasaan tata bahasa (fonologi,
morfologi, sintaksis dan semantic). Secara tidak disadari kompetensi ini dibawa
oleh setiap anak sejak lahir. Meskipun dibawa sejak lahir, kompetensi
memerlukan pembinaan sehingga anak-anak memiliki performasi dalam berbahasa. Performasi adalah kemampuan anak
menggunakan bahasa untuk berkomunikasi. Performasi terdiri dari dua proses,
yaitu proses pemahaman dan proses proses penerbitan kalimat-kalimat. Proses
pemahaman melibatkan kemampuan mengamati atau mempersepsi kalimat-kalimat.
Proses pemahaman melibatkan kemampuan mengamati atau mempersepsi
kalimat-kalimat yang didengar, sedangkan proses penerbitan melibatkan kemampuan
menghasilkan kalimat-kalimat sendiri (Chaer, 2009).
Bahasa pertama
diperoleh dalam beberapa tahap dan setiap tahap berikutnya lebih mendekati tata
bahasa dari bahasa orang dewasa. Menurut para ahli, tahap-tahap ini sedikit
banyaknya ada ciri kesemestaan dalam berbagai bahasa di dunia.
1.
Tahap-tahap Pemerolehan Bahasa Pertama
Tahap-tahap
linguistic pemerolehan bahasa terdiri atas beberapa tahap, yaitu : (1) tahap
pengocehan (babbling); (2) tahap satu
kata (holofrastis); (3) tahap dua
kata; (4) tahap menyerupai telegram (telegraphic
speech).
A.Tahap Pengocehan
Pada umur sekitar
enam minggu, bayi mulai mengeluarkan bunyi-bunyi dalam bentuk teriakan,
rengekan, dengkur. Bunyi yang dikeluarkan oleh bunyi mirif dengan bunyi
konsonan atau vocal. Akan tetapi, bunyi-bunyi ini belum dapat dipastikan
bentuknya karena belum terdengar jelas.
Sebagaian ahli menyebutkan bahwa bunyi yang dihasilkan oleh bayi ini adalah
bunyi-bunyi bahasa/dekur/vokalisasi bahasa/ tahap cooing.
Setelah tahap
vokalisasi, bayi mulai mengoceh (babling).
Celotehan merupakan ujaran yang memiliki suku kata tunggal seperti mu dan da. Adapun umur bayi mengoceh tidak dapat ditentukan. Beberapa ahli
menyatakan bahwa tahap celotehan terjadi pada usia enam sampai sepuluh bulan.
Kemampuan anak berceloteh tergantung pada perkembangan neurologi seorang anak.
Celotehan dimulai
dengan konsonan dan diikuti dengan vocal ( K-V), contohnya papapapa mamamama
babababa…, orang tua mengaitkan kata papa
sama dengan ayah dan mama sama dengan ibu meskipun apa yang ada dibenak bayi tidaklah diketahui. Tidak
mustahil celotehan itu hanyalah sekedar artikulatori belaka (Djardjowidjojo
dalam safriadi, 2009).
B.Tahap
Satu-Kata atau Holofrastis
Tahap ini
berlangsung ketika anak berusia antara 12 dan 18 bulan. Ujaran-ujaran yang
mengandung kata-kata tunggal diucapkan anak untuk mengacu pada benda-benda yang
dijumpai sehari-hari. Sang anak sudah mengerti bahawa bunyi ujar berkaitan
dengan makna dan mulai mengucapkan kata-kata pertamanya. Itulah sebabnya tahap
ini disebut tahap satu kata satu frase
atau kalimat, yang berarti bahwa satu kata yang diucapkan anak itu
merupakan satu konsep yang lengkap diucapkan anak itu merupakan satu konsep
yang lengkap, misalnya “mam” (saya minta makan); “pa” (saya mau papa ada
disini), “ma” (saya mau mama ada disini).
C.Tahap
Dua-Kata, Satu Frase
Tahap ini
berlangsung ketika anakberusia 18-20 bulan. Ujaran-ujaran yang terdiri atas dua
kata mulai muncul seperti mama mam dan
papa ikut. Pada tahap ini pula anak
sudah mulai berfikir secara “subjek + predikat” meskipun kata ganti orang dan
jamak belum dapat digunakan. Dalam pikiran anak itu, subjek + predikat dapat
terdiri atas kata benda + kata benda, seperti “Desi mainan” yang berarti “desi
sedang bermain dengan mainan” atau kata sifat + kata benda, seperti “kotor
patu” yang artinya “sepatu ini kotor”
D. Tahap
Telegrafis
Pada usia 2 dan 3
tahun, anak mulai menghasilkan ujaran kata-ganda (multiple-word utterances) atau disebut juga ujaran telegrafis.
Anak juga sudah mampu membentuk kalimat dan mengurutkan bentuk-bentuk itu
dengan benar. Kosakata anak berkembang dengan pesat mencapai berates-ratus kata
dan cara pengucapan kata-kata semakin mirip dengan bahasa orang dewasa. Contoh
dalam tahap ini diberikan oleh Fromkin dan Rodman.
“cat
stand up table” (kucing berdiri di atas meja);
“No sit here” (Jangan duduk disini!).
Fromkin dan Rodman
dalam safriadi (2009) menyebutkan hasil peniruan yang dilakukan oleh si anak
tidak akan sama seperti yang diinginkan oleh orang dewasa. Jika orang dewasa
meminta sang anak untuk menyebutkan “He’s going out”, si anak akan melafalkan
dengan “He go out”.
PERMASALAHAN
DALAM PEMEROLEHAN BAHASA PERTAMA
Kompetensi
dan Perfroma
Kompetensi mengacu
pada pengetahuan seseorang tentang sebuah sistem kejadian atau fakta.
Kompetensi seseorang untuk melakukan sesuatu tidak dapat diobservasi dan
merupakan manifestasi konkret atau realisasi dari kompetensi (brown 2000:30).
Dalam hubungannya
dengan bahasa, kompetensi adalah pengetahuan seseorang tentang sistem sebuah
bahasa (tata bahasa, kosa kata, bagian-bagian bahasa dan keterkaitannya).
Performa adalah produksi aktual (berbicara, menulis) atau pemahaman (menyimak,
membaca) dari peristiwa linguistic.
Model
kompetensi-performa tidak disepakati secara universal. Mayoritas kritik
diberikan pada Chomsky menganggap kompetensi sebagai kondisi ideal
pembicara-pendengar tanpa ada tampilan variabel performa seperti batasan
memori, selingan, error, pergeseran
perhatian dan minat, fenomena keraguan seperti pengulangan, start yang gagal, jeda, penghilangan,
dan penambahan. Sehingga teori bahasa sama dengan teori kompetensi. Stubbs
menyatakan dualism tersebut tidak perlu, yang penting mempelajari bahasa yang
digunakan. Tarone menganggap kekeliruan dan keraguan berbahasa berhubungan
dengan apa yang disebut dengan kompetensi heterogeneous
–kemampuan sebuah proses yang sedang dibentuk.
Pemahaman
dan Produksi
Pemahaman dan
produksi dapat menjadi aspek performa dan kompetensi. Dalam mitos pengajaran
bahasa asing pemahaman (berbicara, menulis) adalah performa. Penting sekali
untuk mengenal bahwa bukan itu masalahnya: produksi memang dapat diobservasi
secara langsung, tetapi pemahaman jugga termasuk performa-tindakan yang
disengaja-seperti halnya produksi.
Dalam bahasa anak,
kebanyakan hasil penelitian dan observasi menunjukan superioritas pemahaman
terhadap produksi: anak-anak memahami lebih dari pada yang mereka ungkapkan.
Namun kita perlu berhati-hati untuk menyimpulkan hal tersebut karena penelitian
oleh Gathercole (1988) menyatakan anak-anak dapat memproduksi beberapa aspek
bahasa tanpa mampu memahaminya.
Nature
atau Nuture
Nativisme meyakini
bahwa anak dilahirkan dengan pengetahuan bawaan atau kecenderungan pada bahasa
dan bawaan lahir. Hipotesis ini kontradiktif dengan behavioristik yang
menganggap bahasa sebagai satu set kebiasaan dicapai melalui proses
pengkondisian.
Sistematika
dan Variasi
Satu asumsi yang
baik dari penelitian bahasa anak sekarang ini adalah sistematika dari proses
pemerolehan, dimulai dari ungkapan yang sederhana sampai ke kompleks. Diantara
seluruh sistematika ada sejumlah variasi dalam proses belajar. Permasalahannya,
seluruh variasi di masa ini pada suatu waktu dapat dianggap sistematik melalui
pencatatan yang teliti.
Bahasa
dan Pemikiran
Hubungan bahasa dan
pemikiran masih diperbincangan. Piaget (1972) menganggap perkembangan kognitif
merupakan pusat organism manusia. Bahasa sangat bergantung pada perkembangan
kognitif seseorang. Vygotsky menyatakan interaksi sosial, melalui bahasa,
adalah prasyarat perkembangan kognitif.
Hipotesis
terkenal yang mendukung bahasa mempengaruhi pemikiran adalah hipotesis Whorf-Sapir
yang disebut realtivitas lingustik. Hipotesis ini menyatakan bahwa masing-masing
bahasa memaksakan pembicaranya pada pandangan dunia tertentu.
Peniruan
Sudah menjadi
pengamatan umum bahwa anak adalah peniru yang baik. Peniruan merupakan sebuah
strategi penting dalam pembelajaran bahasa pada tahap awal dan aspek penting
dalam pemerolehan phonologi tahap awal. Peniruan sesuai dengan prinsif
behavioristik pemerolehan bahasa.
Peniruan yang dilakukan anak yaitu peniruan struktur
permukaan, dimana seseorang mengulang dan meniru dipermukaan, pada kode
fonologi daripada kode semantic.
Pada tahap awal
dari pemerolehan bahasa anak menunjukan peniruan struktur permukaan karena bayi
tidak memiliiki kategori semantic yang diperlukan untuk menentukan “makna’ pada
ungkapan. Peniruan pada struktur dalam bahasa dapat memblok perhatian mereka
pada struktur permukaan dan merka menjadi
peniru yang buruk karena anak
memakai nilai kebenaran dari ungkapan.
Praktek
Pengamatan umum
menyimpulkan anak “mempraktekkan” bahasa secara konstan, terutama pada tahap
awal ungkapan satu dan dua kata. Model behavioristik pada pemerolehan bahasa
pertama menyatakan praktek pengulangan dan asosiasi-adalah kunci pembentukan
kebiasaan oleh kondisi.
Input
Peran input dalam
pemerolehan bahasa anak sangat penting. Kemampuan bicara anak berasal dari
lingkungan rumah yaitu orang tua dan kakak-kakaknya. Dari hasil penelitian
Bellugi dan Brown (1964), Landes (1975), Moerk (1985) diketahui bahwa orang tua
memberikan input pada anak dengan bahasa yang terseleksi dan tegas.
Selain itu anak
bereaksi pada input struktur dalam dan fungsi komunikatif bahasa daripada
pengkoreksian tata bahasa. Dalam jangka lama, akhirnya anak akan membetulkan
kesalahan tata bahasanya.
Jadi permasalahan
yang penting adalah fakta yang jelas. Dari hasil penelitian bahwa input dari
orang dewasa dan teman pada anak jauh lebih penting daripada apa yang nativisme
percaya.
Discourse
Input
dari orang tua hanyalah salah satu aspek dalam perkembangan bahasa anak. Anak
juga berinteraksi dengan teman dan orang dewasa lainnya. Dari interaksi ini
anak melakukan percakapan dimana dia akan belajar melakukan inisiatif dan
merespon. Dari percakapan itu anak akan belajar bahwa pertanyaan bukanlah hanya
sebuah pertanyaan tetapi bisa juga merupakan permintaan informasi, tindakan
atau pertolongan. Anak belajar membedakan antara penegasan dan tantangan,
antara harfiah dan kiasaan.
Kesimpulan
·
Pemerolehan bahasa pertama adalah
proses penguasaan bahasa pertama oleh si anak. Bahasa pertama adalah baahsa
yang diperoleh anak pertama kali dari lingkungan yang paling dekat dengannya
(dalam hal ini baiasanya keluarga). Bahasa pertama sering juga disebut sebagai
“bahasa sumber”
·
Bagaimana sebenarnya proses
pemerolehan bahasa pertama ini? Ada beberapa teori pemerolehan bahasa yang
menjelaskan hal ini, yaitu teori behaviorisme, nativisme, kognitivisme. Ketoga
teori ini memiliki sudut pandang yang berbeda dalam menjelaskan perihal cara
anak memperoleh bahasa pertamanya
·
Pemerolehan bahasa pertama adalah proses
penguasaan bahasa pertama oleh si anak. Selama penguasaan bahasa pertama ini,
terdapat dua proses yang terlibat, yaitu proses kompetensi dan proses
performasi. Kedua proses ini tentu saja diperoleh oleh anak secara tidak sadar
·
Ada beberapa tahap
yang dilalui oleh sang anak selama memperoleh bahasa pertama. Tahap yang
dimaksud adalah vokalisasi bunyi, tahap
satu-kata atau holofrastis, tahap dua-kata, dan ujaran telegrafis.
Daftar Pustaka
Brown, H. Doauglas. 2000.
Principles of Language Learning and Teaching. Englewood Cliffs: Prentice Hall Regents.
Chaer,
Abdul. 2009. Psikolinguistik: Kajian
teoritik. Jakarta:
Rineka Cipta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar